Ketika Leicester City menjuarai Liga Inggris tahun 2016, pandangan terhadapnya berubah. Kita menaruh hormat dan jatuh hati pada Leicester City. Tim yang tak memiliki privilege dan hidup di tengah keterbatasan. Namun, bisa juara di sebuah liga yang diperkuat tim kaya seperti Liverpool, Arsenal, Chelsea, Manchester United, hingga Manchester City.
Ketika Leicester terdegradasi musim lalu, kita pun ikut bersedih. Menyayangkan. Kenapa tim yang diselimuti keajaiban itu tak bertahan lebih lama lagi di Premier League? Selama semusim kita tak lagi membicarakan Leicester.
Selama semusim kita tak bisa berharap Leicester mengalahkan Manchester City di Etihad seperti apa yang mereka lakukan 2016 lalu. Leicester undur diri dari Premier League. Namun, ketangguhan yang ditempa membuat Leicester City akhirnya cepat pulang ke Premier League.
Bagaimana Leicester sanggup melakukan itu, bahkan di tengah kehancuran finansial? Berikut ini ulasannya. Namun, sebelum itu jangan lupa subscribe dan nyalakan loncengnya biar nggak ketinggalan video terbaru dari Starting Eleven Story.
Daftar Isi
Degradasi dan Merugi
Musim lalu adalah puncak kepedihan Leicester City. Setelah berusaha mati-matian, Leicester menyerah di akhir musim. Usaha menghindari degradasi tak dikabulkan Tuhan. Lauhul Mahfudz sepertinya mencatat, bahwa musim itu Leicester yang hanya mengakhiri liga di peringkat 18 mesti terdegradasi.
Beberapa musim setelah The Tinkerman membawa mereka juara Liga Inggris, Leicester memang tertinggal jauh oleh tim-tim Liga Inggris lainnya. Bahkan ketika tim seperti Bournemouth dan Brighton mulai bangkit, Leicester justru terserang penyakit.
Selamat tinggal, Leicester City 😢
Juara Premier League 2015/16, Kampiun Piala FA 2021, dan musim kemarin masih bertengger di peringkat ke-8.
Siapa sangka? Leicester kini harus rela menerima kenyataan untuk degradasi karena hanya finish di peringkat ke-18 Premier League.. pic.twitter.com/tRnHMWPK86
— Football Fandom (@FandomID_) May 29, 2023
Degradasi meninggalkan luka. Selain luka batin, luka finansial makin menganga. The Foxes yang ekonominya carut-marut makin merana akibat kerugian finansial yang diterima akibat degradasi. Menurut laporan The Athletic, Leicester merugi sekitar Rp2 triliun lebih.
Sudahlah merugi, Leicester masih diburu Premier League maupun English Football League (EFL) karena dicurigai melakukan pelanggaran finansial. Hal itu membuat The Foxes tidak hanya menjalani pertarungan di dalam lapangan, namun juga di luar lapangan.
Kehancuran Leicester City
Tanda-tanda Leicester City bakal terdegradasi di akhir musim lalu kelihatan sejak pekan-pekan terakhir. Permainan yang mereka tunjukkan di atas lapangan sama sekali tidak bergairah. Kemerosotan ini bahkan menyebabkan Brendan Rodgers terusir dari King Power.
Pemilik memerlukan kambing hitam di tengah keterpurukan Leicester musim itu. Dan pemilik melihat Rodgers layak dijadikan kambing hitam. Kendati Leicester sudah bobrok dari dalam. Kematian Vichai Srivaddhanaprabha mengawali kerusakan internal di tubuh Leicester.
🚨 BREAKING: Leicester City have sacked Brendan Rodgers. #LCFC pic.twitter.com/tLpJTZh7Kw
— Football Talk (@FootballTalkHQ) April 2, 2023
Sepanjang kepemimpinan Vichai, walau Leicester tetaplah medioker, namun tim ini dikelola lumayan baik. Sebaliknya, ketika tampuk kepemimpinan beralih ke Aiyawatt Srivaddhanaprabha yang tiada lain adalah anaknya Vichai, Leicester mulai menghitung mundur kehancuran mereka.
Selepas pergantian pemilik, Rodgers bahkan sudah merasakan ada gelagat yang tidak beres di tubuh tim. Situasi klub sunyi dan seolah tak ada koordinasi sama sekali. Hal ini diperparah dengan adanya tagihan gaji yang membengkak hingga Rp3,5 triliun.
Memecat Rodgers dan menunjuk Dean Smith sama sekali tak bisa menolong Leicester. Sekali degradasi, tetap degradasi. Setelah turun kasta, CEO Susan Whelan meyakinkan ke setiap anggota dan stafnya. Melalui email, ia bilang semuanya akan berjalan seperti biasa. Leicester akan kembali ke Liga Inggris.
🚨🚨 | Leicester City have agreed a deal with Dean Smith to take over as manager. [sky] pic.twitter.com/HGud16sENL
— CentreGoals. (@centregoals) April 10, 2023
Terpaksa Melepas Pemain
Kembali ke Liga Inggris bak mimpi yang realistis sekaligus menyisakan ruang bagi rasa pesimis. Terlebih sebelum memulai musim pertama EFL Championship sejak 2014, Leicester yang keuangannya seperti detak jantung pasien di ICU, terpaksa melepas sebagian besar pemain pilarnya.
10 pemain utama pergi. Tujuh di antaranya dilepas cuma-cuma. Ketujuh pemain itu antara lain Daniel Amartey, Youri Tielemans, Nampalys Mendy, Caglar Soyuncu, Ryan Bertrand, Jonny Evans, dan Ayoze Perez. Melepas mereka membuat Leicester rugi hampir Rp2 triliun lebih.
🚨 Youri Tielemans is set to leave Leicester City this summer, with Tottenham, Arsenal and Manchester United all vying for the Belgian midfielder’s signature.
(Source: Sun Sport) pic.twitter.com/OzIgArEMm2
— Transfer News Live (@DeadlineDayLive) April 21, 2022
Selain itu, trio paling laris di pasaran: Timothy Castagne, Harvey Barnes, hingga James Maddison akhirnya dijual. Namun, Leicester hanya mendapatkan 85 juta poundsterling atau Rp1,7 triliun saja dari penjualan ketiganya.
Si Rubah tidak cuma menjual pemain demi menyelamatkan finansial dan terhindar dari palu hukuman. Mereka juga terpaksa memotong gaji para pemainnya dalam skala besar. Apakah dengan menjual para pilar dan menyunat gaji para pemain, Leicester bisa lolos dari mata penuh curiga?
Tentu saja tidak. EFL masih terus mencurigai Leicester. Apalagi The Foxes aktif mengganti pemain yang pergi, seperti mendatangkan Harry Winks senilai 10 juta pounds dan Conor Coady senilai 7 juta pounds.
Leicester juga menciptakan dua kesepakatan senilai 6 juta pounds atas nama Stephy Mavididi dan kiper Mads Hermansen. Leicester juga membeli Tom Cannon dari Everton senilai 7,5 juta poundsterling.
Harry Winks is determined to enjoy Leicester City’s celebrations after the Foxes were promoted back to the Premier League as Sky Bet Championship champions.
The former Tottenham Hotspur man, who dropped to second-tier level for the first time of his career, has been incredible… pic.twitter.com/IDbeaymCI1
— Midlands Footy (@MidsFootyUK) May 5, 2024
Hanya Mendapat Enzo Maresca
Leicester mati-matian untuk bisa kembali ke Premier League. Para pemain pilar yang mendatangkan cuan dijual. Penggantinya didatangkan. Leicester memilih mencari arah baru dan identitas baru, ketimbang memakai pegawai lama yang punya rekam jejak mempromosikan tim.
Menciptakan identitas dan arah baru membutuhkan nahkhoda baru dan seharusnya meyakinkan. Tapi degradasi menurunkan nilai tawaran Leicester di hadapan para pelatih. Belum lagi Leicester butuh hasil instan. Hal itu yang membuat Thomas Frank dan Graham Potter yang sempat ditawari, menolak.
Enzo Maresca has signed a contract with Leicester City until 2026 and will shortly be announced the new Foxes manager.
Welcome Maresca 🦊 pic.twitter.com/0rA55lefOm
— @MAYANTHESILVERFOX 13 (@mayansilverfox) June 15, 2023
Mengejutkannya, Leicester lalu beralih ke sosok berbakat walaupun notabene orang baru. Ia adalah Enzo Maresca, mantan pembantu Josep Guardiola di Manchester City. Namun, Maresca tak punya catatan mempromosikan sebuah tim ke level tertinggi.
Pengalaman menduduki jabatan Pelatih Kepala Elite Development Squad Manchester City dan membawa U-23 Manchester City juara Premier League 2 untuk pertama kalinya, barangkali jadi pertimbangan kenapa Leicester merekrutnya.
Leicester appoint Enzo Maresca as their new head coach.
After coaching roles at Ascoli, Sevilla and West Ham, he won Manchester City’s first Premier League 2 title as their lead EDS coach. Last season, he was part of Pep Guardiola’s coaching team as City won the treble. 🇮🇹🦊 pic.twitter.com/5D6Dk9py76
— The Coaches’ Voice (@CoachesVoice) June 16, 2023
Gebrakan Maresca
Orang bijak bilang, asalmu menentukan masa depanmu. Pengalaman menjadi pembantu pelatih terbaik di dunia dan menjadi bagian dari salah satu tim terbaik di dunia, Maresca pun tidak sulit beradaptasi di Leicester City. Dua pekan setelah ditunjuk, ia melaksanakan rencananya.
Ia melakukan pendekatan intens ke para pemain Leicester. Memberitahu mereka filosofi yang dianutnya, hingga metode yang ia ingin para pemain Leicester menerapkannya. Maresca menggelar sesi latihan ganda setiap hari. Ia juga menambah porsi latihan dengan sesi analisis video untuk membantu pemainnya mewujudkan idenya.
Para pemain Leicester menyukai cara Maresca melatih. Harry Winks bahkan memuji Maresca sosok yang luar biasa dengan pengetahuan taktis dan penyampaiannya yang sederhana.
Di 14 laga pertamanya di EFL Championship musim ini, Maresca membawa timnya menang di 13 laga. Sebelum akhirnya menelan dua kekalahan beruntun atas Leeds dan Middlesbrough. Namun, setelah itu The Foxes bangkit lagi dan menutup tahun 2023 dengan catatan sembilan laga tak terkalahkan.
Dituduh Lagi
Di situasi tim yang tengah dalam tren positif, Leicester didakwa melanggar Aturan Profitabilitas dan Keberlanjutan (PSR) pada tahun 2023, ketika mereka degradasi. Ini merupakan salah satu buntut dari masalah-masalah finansial yang masih menjerat Leicester.
Masalah keuangan ini terus terjadi karena memang Leicester adalah klub yang ambisius, namun mereka memiliki basis komersial yang relatif kecil. Jadi, itulah yang membuat The Foxes dinilai berpotensi melanggar aturan keuangan sepak bola.
🚨 BREAKING: Leicester City have been charged by the Premier League for an alleged breach of PSR, and for “failing to submit their audited financial accounts to the League”.
(Source: @JPercyTelegraph ) pic.twitter.com/rlGWMEMxQP
— Transfer News Live (@DeadlineDayLive) March 21, 2024
Leicester terancam dikurangi poinnya karena itu. Pengurangan poin di tengah misi promosi dan performa yang menanjak dapat membuat mental pemain jatuh. Namun, untungnya The Foxes lolos sementara dari dakwaan itu. Mereka membantah segala tuduhan.
Rentang waktu dan perbedaan peraturan antara EPL dan EFL menjadi celah yang dimanfaatkan Leicester untuk lolos dari hukuman. Leicester berargumen bahwa mereka masih punya waktu untuk membuktikan tidak melanggar peraturan.
Sempat Goyah, tapi Juara
Problematika di luar lapangan sempat menggoyahkan Leicester. Anak asuh Enzo Maresca bahkan menelan tiga kekalahan beruntun melawan Middlesbrough, Leeds, dan QPR. Namun, karena mentalitas yang terbentuk dan keyakinan yang terus dipupuk, Leicester tak jadi ambruk.
Maresca kadung menyulap Leicester seperti Manchester City. Penguasaan bola dan kecepatan menyerang balik adalah ide yang diterapkan Maresca di Leicester. Ide itulah yang di akhir musim membawa Leicester City juara di EFL Championship sekaligus pulang ke Liga Inggris.
The final part of a week of celebrations. From Preston to the Parade it’s been one to remember.
Love this city.#lcfc #leicester #leicestercity #eflchampionship #coolasleicester pic.twitter.com/11dU5HaY02
— Cool As Leicester (@coolasleicester) May 5, 2024
Leicester dan para pendukungnya layak bersuka cita. Mereka bisa menghabiskan malam dengan berpesta merayakan kejayaan di EFL Championship. Namun, setelahnya akan kembali dipusingkan oleh masalah finansial. Sebab tuduhan melanggar aturan PSR itu tetap bergulir.
Leicester hanya diberikan kesempatan membuktikan mereka tidak bersalah, belum 100% lolos dari hukuman. Melihat ini adalah Leicester City bukan Manchester City, bisa jadi mereka malah tak bisa mengelak dari hukuman. Namun, yah, apa pun itu, mari kita mengucapkan selamat buat Leicester City.
Sumber: TheAthletic, SkySports, WorldSoccerTalk, Akurat, Infodis, ManCity