JANGAN SALAH KAPRAH! Timnas Indonesia BUKAN Timnas Hindia Belanda

spot_img

Mari kita buka narasinya dengan pernyataan: INDONESIA BELUM PERNAH MAIN DI PIALA DUNIA. Di kolom komentar kamu mungkin akan protes dan membantah pernyataan itu, dan bilang Indonesia pernah main di Piala Dunia 1938. Tapi waktu itu namanya bukan Indonesia, melainkan Hindia Belanda.

Orang yang meyakini narasi itu pasti akan senang ketika FIFA mengakui Indonesia yang dulu masih bernama Hindia Belanda adalah tim Asia pertama yang bermain di Piala Dunia. Padahal PSSI, dulu, tidak mengakui Timnas Hindia Belanda. Dari PSSI saja tak mengakui, kenapa orang-orang sini terus membanggakan prestasi Timnas Hindia Belanda?

Lho, Min! Tetap saja Timnas Hindia Belanda itu kan cikal bakal Timnas Indonesia, jadi ya, sama saja dong? Ya udin daripada panjang lebar, nih mimin jelasin aja. Pastikan kamu menyimaknya baik-baik, ya.

Namun sebelum masuk ke pembahasan, seperti biasa nih, jangan lupa subscribe dan nyalakan lonceng notifikasinya biar nggak ketinggalan video berisi wawasan sepak bola dari Starting Eleven.

Indonesia Tim Pertama dari Asia yang bermain di Piala Dunia

Mari berangkat dari pernyataan FIFA 2020 lalu. Melalui sebuah artikel berjudul “Dutch East Indies: Asia’s first World Cup participants” yang dipublikasikan situs resminya, FIFA membahas keikutsertaan Timnas Hindia Belanda di Piala Dunia 1938 atau edisi ketiga turnamen ini digelar.

FIFA mengakui Timnas Hindia Belanda saat itu sebagai tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia. FIFA lalu me-mention bahwa Timnas Hindia Belanda sekarang dikenal sebagai Indonesia. Demi memperkuat pernyataan itu, FIFA juga mencantumkan pernyataan dari Tjaak Pattiwael, pemain yang memperkuat Timnas Hindia Belanda saat itu.

“Apa pun yang terjadi, saya membela Indonesia,” kata Tjaak Pattiwael.

Dengan pengakuan resmi dari FIFA, ditambah pernyataan Pattiwael, kita pun makin yakin, Indonesia pernah bermain di Piala Dunia. Bahkan kita bersuka cita atas pengakuan itu.

Ejekan Timnas Hindia Belanda

Lima tahun setelah artikel itu terbit, PSSI memecat Shin Tae-yong dan menunjuk Patrick Kluivert. Penunjukkan eks pemain Ajax Amsterdam itu membuat geger publik internasional. The Guardian, media Inggris yang terkenal liberal dan berideologi kiri, ikut memberitakan kedatangan Kluivert.

Di laporan itu, The Guardian juga menyoroti banyaknya pemain dari Belanda yang memperkuat Timnas Indonesia. The Guardian sampai menyarankan agar Timnas Indonesia kembali menggunakan nama “Hindia Belanda” karena banyaknya pemain Belanda. Tentu hal ini membuat warganet yang darah nasionalismenya mendidih di dalam jiwa dan raga, marah.

Tapi tak sedikit pula yang sepakat atas saran The Guardian itu. Kelompok yang kedua ini beralasan bahwa memang, para pemain yang memperkuat Timnas Indonesia seperti Calvin Verdonk, Jay Idzes, Shayne Pattynama, Justin Hubner, hingga Thom Haye berasal dari Belanda.

Betul bahwa mereka punya garis keturunan Indonesia, tapi fakta bahwa mereka lahir dan dibesarkan di Belanda juga tak bisa diabaikan. Namun, mimin akan kembali ke fokus pembahasan saja. Soal Timnas Indonesia yang bukan Timnas Hindia Belanda.

Timnas Hindia Belanda Bukan Milik PSSI

Mengutip Antaranews, pimpinan PSSI pertama, Soeratin Sosrosoegondo tidak mengakui Timnas Hindia Belanda yang bermain di Piala Dunia 1938. Sebab Timnas Hindia Belanda adalah timnas bentukan Nederlandsch Indische Voetbal Bond atau NIVB.

NIVB sendiri organisasi sepak bola di Hindia Belanda yang berdiri jauh sekali sebelum PSSI ada. Orang bilang NIVB ini adalah cikal bakal PSSI. Padahal PSSI dan NIVB adalah dua organisasi yang berbeda. PSSI tidak meneruskan NIVB. Ia lahir dari buah pemikiran Soeratin untuk menentang penjajahan Belanda lewat sepak bola.

Lewat buku Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak Bola Kebangsaan karya Eddi Elison, sosok pahlawan yang namanya diabadikan menjadi turnamen usia muda itu, sejatinya berhasrat membentuk tim nasional dengan konsep “Sepak bola Kebangsaan”.

Menentang NIVB

Pikiran itu lahir karena NIVB tidak mengizinkan tim anggotanya berlaga menghadapi kesebelasan yang berisi inlander atau pribumi. Lah, maksudnya gimana, min? Gini. Saat itu ada banyak sekali kesebelasan di Hindia Belanda. Namun tidak semua diakui oleh NIVB.

Nah, organisasi atau boleh juga disebut klub-klub yang tidak diakui NIVB atau disebut juga klub non-nasional inilah yang diajak Soeratin untuk membentuk PSSI. Siapa saja mereka?

Ada VIJ Jakarta atau sekarang Persija Jakarta, Perserikatan Sepakraga Mataram (PSM) yang sekarang jadi PSIM Yogyakarta, IVBM Magelang atau sekarang PPSM Magelang, VVB Solo atau sekarang namanya Persis Solo, MVB Madiun atau kini PSM Madiun, dan SIVB Surabaya yang kini dikenal sebagai Persebaya Surabaya.

Lho, kok nggak ada Persib? Mengutip Persib.co.id, akar Persib berasal dari Bandoengsche Inlandsche Voetbal Bond atau BIVB. Mengutip Wikipedia, awal berdirinya, BIVB tidak berada di bawah naungan Federasi Sepak Bola Hindia Belanda, bukan PSSI.

Tapi ada versi lain yang menyebutkan selain BIVB yang berdiri pada 1919 ada pula Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond yang menurut surat kabar De Locomotief, berdiri tahun 1928. Nah kalau yang ini ikut mendirikan PSSI.

Setelah berkumpul dengan organisasi-organisasi tadi, Soeratin pun mendirikan PSSI, tepatnya pada 19 April 1930 di Yogyakarta. Tapi dulu namanya Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia. PSSI baru disebut Persatuan Sepak Bola Indonesia pada tahun 1950.

Kehadiran PSSI pun mengusik NIVB bentukan Pemerintah Hindia Belanda. Apalagi PSSI pimpinan Soeratin bukan hanya bisa menggelar kompetisi sendiri, tapi juga mengusahakan pembinaan usia muda dan melatih wasit.

Pria lulusan sekolah teknik di Jerman itu lalu menjadikan PSSI alat menentang Hindia Belanda. PSSI juga didukung oleh Kasunanan Surakarta. Susuhunan Pakubuwono X, pemimpin Kasunanan Surakarta, bahkan membangun Stadion Sriwedari yang diresmikan pada Oktober 1933 untuk mendukung PSSI.

Konflik NIVB

NIVB yang resah akhirnya mengajak PSSI kerja sama. Tujuannya membentuk tim nasional yang akan bermain di Piala Dunia 1938. PSSI yang semula menolak sebetulnya sepakat, tapi gonjang-ganjing justru terjadi di NIVB. Dalam proses pengajuan kerja sama dengan PSSI, sejumlah pimpinan NIVB tak sepakat.

Kemelut yang terjadi di tubuh NIVB sampai mengubah nama organisasi ini menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie atau NIVU pada 1935. NIVU mencoba bersikap lebih lunak dengan PSSI ketimbang NIVB.

Dalam buku Politik Nasionalisme Sepak Bola Indonesia Era Soekarno 1950-1965 yang ditulis R.N. Bayu Aji, hubungan PSSI dan NIVU akhirnya menjadi cair dan menelurkan perjanjian bernama “Gentlemen’s Agreement” pada 1937. Perjanjian itu menjadi bukti bahwa PSSI dan NIVU memiliki hak dan derajat yang sama.

Keduanya menjadi puncak organisasi sepak bola Indonesia. Baik NIVU maupun PSSI wajib menghormati AD/ART-nya masing-masing. Selain itu, kesebelasan NIVU dan PSSI diakui.

Keduanya boleh mengadakan pertandingan satu sama lain. Yang juga tak kalah penting berikutnya, dalam perjanjian itu, PSSI dan NIVU berhak mengikutsertakan pemainnya di timnas gabungan yang akan berangkat ke Piala Dunia 1938.

NIVU Mbalelo

Karena itu timnas gabungan, Soeratin mengusulkan agar membawa bendera netral atau Merah Putih dan bukan bendera Belanda, yakni Merah-Putih-Biru. Namun sampai sini NIVU justru khawatir, kalau-kalau pemainnya tidak bisa mengimbangi para pemain PSSI.

NIVU minder, kualitas para pemain didikan PSSI dianggap lebih baik. Potensi untuk pemain timnas di Piala Dunia 1938 sepenuhnya diisi pemain PSSI pun terbuka. Dan NIVU justru memilih melanggar perjanjian itu. Mereka menyeleksi sendiri pemain dan mengirimnya ke Piala Dunia 1938.

Para pemain yang dibawa ke Piala Dunia 1938 kebanyakan adalah keturunan Tionghoa, Indo-Belanda, dan pribumi yang bergabung ke klub di bawah naungan NIVU, seperti Sutan Anwar yang membela VIOS Batavia.

Dalam tulisan Muhammad Ajib yang dikutip Antara, para pemain itu bermain di Piala Dunia 1938 dengan membawa bendera Belanda dan menyanyikan lagu kebangsaan Belanda, tidak sesuai keinginan Soeratin.

Berharap Indonesia ke Piala Dunia 2026

Soeratin pun marah. Ia membatalkan perjanjian itu secara sepihak saat Kongres PSSI tahun 1938 di Solo. Dalam kongres itu, PSSI menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengirimkan timnas ke Piala Dunia 1938. Timnas Hindia Belanda yang bergelut di Piala Dunia itu bukan Timnas PSSI atau Timnas Indonesia. Narasi sejarah ini sekaligus membantah pernyataan FIFA.

Well, lupakanlah Timnas Hindia Belanda. Sekarang kita punya Timnas Indonesia yang sesungguhnya. Walaupun banyak pemain diimpor dari Belanda, tapi timnas yang sekarang adalah bentukan PSSI, jadi sah disebut sebagai Timnas Indonesia.

Cukup membanggakan Timnas Indonesia yang sekarang saja, tidak perlu mengagungkan Timnas Hindia Belanda yang bermain di Piala Dunia 1938. Kemudian mari panjatkan doa, semoga timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026. Yang penting lolos, tak peduli dari putaran berapa. Ya nggak, football lovers?

Sumber: Antaranews, Okezone, NationalGeographic, Jawapos, FIFA

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru