Qatar rupanya akan jadi kekuatan baru sepak bola dunia. Tiga tahun sebelum menggelar hajatan akbar Piala Dunia 2022, mereka menggebrak Asia dengan menaklukkan gelaran Piala Asia 2019.
Dengan populasi yang tak begitu besar dan ukuran negara yang relatif kecil, apalagi jika mengingat negara ini pernah dikalahkan Indonesia di Piala Asia 2004 lalu, apa yang dilakukan Qatar guna melangkah sejauh ini?
Well, seperti kebanyakan negara Timur Tengah lainnya, Qatar hidup dari sektor minyak dan gas. Seperti dilansir BBC, Qatar punya cadangan gas alam cair mencapai 900 triliun kaki kubik, yang membuat Qatar menjadi eksportir gas alam terbesar dunia.
Dengan harga minyak dan gas yang tiap tahun terus meroket, Qatar pun menjadi negara kaya raya. Pendapatan perkapita negara ini mencapai 100 ribu dolar (1,3 miliar) per tahun per kepala. Jejak kekayaan taipan minyak asal Qatar juga dapat dirasakan di sepak bola.
Qatar ialah merk pertama yang muncul di jersey Barcelona. Mereka membayar klub Catalan tersebut sebesar 96 juta euro (1,5 triliun rupiah) selama tiga tahun agar dapat memasang nama “Qatar Airways” di dada para pemain.
Di negara tetangga Spanyol, yakni Perancis, jangkauan Qatar dapat teraba di klub Paris Saint-Germain. Melalui Qatar Investment Authority, mereka telah membeli klub tersebut dengan nominal 130 juta dollar (1,8 triliun rupiah), untuk kemudian menginvestasikan tak kurang dari 340 juta dolar (4,7 triliun rupiah) untuk mendatangkan pemain sekaliber Zlatan Ibrahimovic atau Edinson Cavani.
Melalui kekuatan finansial seperti ini lah Qatar disebut-sebut mampu menggaet para voter untuk memilih mereka sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Berdasarkan desas-desus yang sampai membuat presiden FIFA Sepp Blater mengundurkan diri dan presiden UEFA Michel Platini mendapat sanksi seumur hidup, keterpilihan Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 diduga melibatkan banyak amplop.
Setelah terpilih, Qatar langsung mengalokasikan 6,5 triliun dolar (90 ribu triliun rupiah) untuk membangun stadion dan kompleks latihan baru. Diwarnai bau pelanggaran HAM terhadap para pekerja selama proses pembangunan stadion, Qatar terus berpacu memoles diri menyiapkan turnamen yang akan dilangsungkan pada November-Desember 2022 tersebut.
Selain di aspek infrastruktur dan jaringan, Qatar juga menggelontorkan dana besar untuk mengembangkan aspek teknis para pemain. Mereka mendirikan Aspire Academy, sebuah proyek raksasa yang menyaring jutaan bocah-bocah di seluruh dunia untuk dijadikan pesepak bola kelas wahid.
Seperti dilansir New York Times, sejak didirikan pada 2006, Aspire Academy telah menyeleksi tiga setengah juta pemain muda. Para pemain terpilih kemudian mendapat pelatihan di akademi utama di Doha dan Senegal. Mereka mendapatkan tempat tinggal, pendidikan gratis, uang saku bulanan, dan keluarga mereka pun mendapatkan kompensasi dari Qatar.
Dengan modal tak terbatas, mereka sanggup mendatangkan pelatih akademi dari negeri sepak bola mapan, dan belakangan mampu mendatangkan pemain-pemain top ke Liga Qatar (seperti Xavi, Gabi, Medhi Benatia, dan lain-lain).
Hasil kerja Aspire Academy telah dapat dirasakan. Mereka menjuarai Piala Asia U-19 edisi 2014 lalu. Setapak demi setapak, giliran timnas senior yang mampu merengkuh Piala Asia 2019. Setelah ini, Almoez Ali dan kawan-kawan akan berpartisipasi di Copa America 2019 sebagai undangan.
Untuk saat ini, Qatar bisa dikatakan berada di jalur yang tepat untuk tampil kompetitif di Piala Dunia 2022. Mereka mungkin perlu mengekspor beberapa pemain terbaik ke Eropa agar mampu menyamai level sepak bola.
Sementara itu, jika kita menengok ke belakang hingga Piala Asia 2004, ada Indonesia yang mampu mengalahkan Qatar dengan skor 3-1. Sementara Qatar sudah sedemikian maju, ke manakah sepak bola Indonesia?