Kalau boleh tahu, apa sih yang kalian ingat dari pertemuan antara Barcelona dan Bayern Munchen di ajang Liga Champions? Pastinya tentang pembantaian 8-2 kan? Kayaknya sih, pertandingan itu emang jadi yang paling melekat di ingatan kedua fans. Bedanya, fans Barca jadi pihak yang paling tersakiti jika mengungkit-ungkit laga itu.
Namun tenang, dengan hasil pertandingan semalam, decul tak seharusnya minder lagi. Decul mestinya bangga karena Raphinha cs akhirnya bisa mengalahkan klub yang selama ini bikin trauma. Tak tanggung-tanggung, Barca menaklukan Munchen dengan skor meyakinkan, yakni 4-1. Ini hasil yang membanggakan sekaligus mengejutkan.
Karena hampir tak ada yang mengira kalau Barca akan menang sebesar ini. Lantas, apa yang membuat Munchen jadi melempem di hadapan Barcelona?
Daftar Isi
Tak Pernah Menang Sejak 2015
Menang merupakan kegiatan sehari-hari bagi Barcelona musim ini. Tapi, kemenangan atas Bayern Munchen tetap terasa berbeda. Karena kemenangan ini adalah tiga poin yang sudah lama ditunggu oleh fans Barca. Bagaimana tidak? La Blaugrana tercatat belum pernah menang dari Die Roten sejak tahun 2015.
Sebelum pertandingan ini, sejarah memang hampir selalu berpihak pada Bayern Munchen jika itu menyangkut pertandingan Liga Champions melawan Barcelona. Laga semalam jadi pertemuan kedelapan antara kedua tim dalam sepuluh musim terakhir di kompetisi ini. Dalam tujuh pertemuan terakhir, Die Roten telah menang enam kali dan berhasil menjebol gawang Barca sebanyak 22 kali.
Terakhir kali Barcelona menang atas Bayern Munchen sudah terjadi lama sekali, tepatnya di semifinal UCL tahun 2015. Mungkin itu terdengar seperti kemarin tok. Tapi, yang mungkin kalian tidak sadar, tahun 2015 itu hampir sepuluh tahun yang lalu. Di era itu, Barcelona bahkan masih diperkuat oleh Xavi Hernandez, Andres Iniesta, serta trio MSN, Messi, Suarez, dan Neymar.
Praktis, sejak tahun itu Barcelona belum pernah menang lagi dari Bayern Munchen. Setidaknya hingga tadi malam. Malahan, dari serangkaian kegagalan La Blaugrana menenggelamkan Munchen, ada luka yang masih membekas. Yakni saat Barca dihabisi Munchen dengan skor 8-2 di perempat final Liga Champions 2020.
Dulu Pemberi Luka, Kini Penawar Luka
Menariknya, sang pemberi luka itu adalah Hansi Flick, pelatih yang kini justru menukangi Barcelona. Pelatih asal Jerman itu jadi otak di balik performa Bayern Munchen yang menggila kala itu. Bahkan dengan teganya Flick mengeluarkan potensi maksimal Philippe Coutinho yang kala itu ditandai dengan dua golnya.
Padahal Coutinho berstatus sebagai pemain pinjaman dari Barcelona. Sakitnya tuh double-double. Udah dibantai, sama pemainnya sendiri lagi. Sebuah ironi. Namun, seakan ingin meminta maaf atas luka yang telah diberikan, Hansi Flick membantu Barca untuk mengalahkan mantan timnya itu.
Bermodalkan tim dengan rata-rata usia di bawah 25 tahun, Barcelona menampilkan sepakbola yang brilian. Caranya pun hampir sama. selain mengandalkan pemain muda, Hansi Flick menggunakan mantan pemain Munchen, yakni Robert Lewandowski dan mantan pemain incaran Munchen, Raphinha untuk mengobrak-abrik pertahanan raksasa Bundesliga itu.
Raphinha Menyala
Dari dua pemain itu, Raphinha jadi yang paling menyala. Pemain yang juga menjabat sebagai kapten tim itu memborong tiga gol untuk membantu timnya menang. Gol-gol dari mantan pemain Leeds United itu sangat penting bagi harga diri Barcelona. Klub Liga Spanyol itu akhirnya bisa mengakhiri kutukan tanpa kemenangan atas Munchen selama hampir satu dekade.
Bak sebuah mobil, mesin Raphinha sudah panas bahkan sejak peluit kick off dibunyikan. Itu dibuktikan dengan sang pemain yang berhasil membawa timnya unggul sejak menit pertama. Memanfaatkan umpan dari Fermin Lopez, Raphinha yang berhasil lolos dari jebakan offside pun berada di situasi satu lawan satu dengan penjaga gawang.
Dengan sedikit gerak tipu, Raphinha mengelabui Manuel Neuer dan menjebloskan bola ke gawang yang sudah tak berpenghuni. Setelah kran gol terbuka, Raphinha tak terbendung. Dirinya seakan tak mau kalah dengan rekan senegaranya, yakni Vinicius yang juga mencatatkan hattrick ke gawang klub Jerman.
Raphinha pun mengakhiri laga ke-100 nya untuk Barca dengan tiga gol yang luar biasa. Eks pemain Rennes itu jadi pemain keempat yang bisa cetak hattrick ke gawang Bayern Munchen di ajang UCL. Sebelumnya, hanya Roy Makaay, Sergio Aguero, Cristiano Ronaldo yang bisa melakukannya.
Efektivitas Serangan Balik Barca
Jika diperhatikan lebih seksama, ada kesamaan dalam proses ketiga gol Raphinha. Ya, Barcelona mengandalkan serangan balik untuk menciptakan gol demi golnya. Meski berhasil unggul cepat, Barcelona tidak mengambil inisiatif untuk menguasai pertandingan. Hansi Flick justru membiarkan Bayern Munchen agar lebih banyak menguasai bola.
Meski sesekali kedodoran lantaran terlalu sering memberikan ruang kepada Serge Gnabry dan Michael Olise, Barcelona berhasil mengambil resiko itu untuk mematahkan serangan lawan dan berbalik menyerang melalui bola-bola cepat. Umpan-umpan daerah pun dilepaskan karena Barca mengandalkan kecepatan Raphinha dan Lamine Yamal di lini depan.
Laga ini juga menunjukkan betapa menakutkannya serangan balik milik Barcelona. Meskipun Bayern menguasai dua pertiga penguasaan bola dan melakukan hampir 200 umpan lebih banyak, Barcelona tetap mampu menciptakan peluang-peluang berbahaya dan tampil klinis dalam penyelesaian akhir. Dari empat big chance yang diciptakan, semuanya bisa dikonversi menjadi gol oleh Barca.
Munchen yang Teledor
Tapi jangan terlalu sombong dulu wahai Barcelona. Serangan balik Barca tidak akan sepenuhnya berhasil jika lini bertahan Bayern Munchen tidak teledor. Hampir di semua gol Barcelona, pasti ada kesalahan pengambilan keputusan dari bek-bek The Bavarian. Jika di gol pertama adalah jebakan offside yang gagal, di gol-gol berikutnya juga demikian.
Di gol ketiga Barcelona misalnya. Pemain belakang Munchen gagal mengantisipasi umpan diagonal Barcelona. Setidaknya ada tujuh pemain Munchen yang tertarik ke posisi Lamine Yamal, sehingga mengabaikan pergerakan tanpa bola Raphinha di sisi sebaliknya. Udah gitu, Dayot Upamecano terlambat memberi cover pada Raphael Guerreiro yang berduel satu lawan satu dengan Raphinha.
Di gol keempat Barca juga hampir sama situasinya. Bayern Munchen gagal mengantisipasi bola diagonal yang dilepaskan oleh Lamine Yamal. Padahal ada Dayot dan Kim Min-jae yang menjaga Raphinha. Itu di lini bertahan. Di lini depan parah lagi. Skuad asuhan Vincent Kompany banyak buang-buang peluang.
Menguasai 60% penguasaan bola, The Bavarian berhasil melepaskan sebelas tembakan. Namun, hanya menciptakan dua big chance, yang mana keduanya jadi gol. Tapi yang satunya dianggap offside oleh VAR. Seusai pertandingan, Kompany begitu gemas bahwa timnya banyak membuang momentum penting di lini bertahan Barcelona.
Pengakuan Kompany
Vincent Kompany juga mengakui bahwa Barcelona adalah tim yang sulit dikalahkan. Meski sudah berusaha maksimal, itu tetap tidak cukup untuk menundukan tim Catalan. “Hari ini, kami sudah memberikan 100%, tetapi 100% kami tidak cukup. Pada awal babak kedua, kami berusaha mengejar hasil, tetapi gol tidak kunjung datang,” tutur Kompany.
Kekalahan Bayern Munchen dari Barcelona jadi kekalahan kedua sekaligus beruntun di Liga Champions musim ini. Padahal, Munchen jadi tim yang superior d Bundesliga. Dari tujuh pertandingan, Munchen belum terkalahkan. Tapi di hadapan Barca, Bayern Munchen tak ubahnya tim cilik.
Munchen terjebak dalam genjutsu permainan Barcelona. Sekali lagi, laga ini membuktikan bahwa Kompany masih jauh dari sebutan pelatih hebat. Jam terbangnya masih sedikit, terutama di kompetisi sebesar Liga Champions. Meski berstatus murid Pep Guardiola, itu bukan jaminan. Karena untuk memenangkan sebuah big match, butuh lebih dari sekadar menguasai pertandingan.
Sumber: The Guardian, BBC, Goal, Bavarian