Kemarin, Starting Eleven telah membahas situasi perselisihan venue pertandingan antara Indonesia dan Bahrain dalam video yang berjudul “Indonesia DIBELA Dunia Saat AFC PILIH KASIH, PSSI Harus Lobi FIFA”. Di video tersebut, kita membahas tentang situasi sulit yang dialami Timnas Indonesia.
AFC dianggap lebih condong ke Bahrain ketimbang Indonesia yang jelas-jelas dicurangi. Situasi sulit ini pun menimbulkan berbagai macam opini di kalangan media dan pengamat sepakbola Indonesia. Namun, salah satu opini yang menarik keluar dari ibu jari pundit idola kalian semua, Justinus Lhaksana, atau yang biasa kita sebut, Coach Justin.
Pengamat sepakbola yang lama di Belanda itu menilai bahwa PSSI lebih baik meninggalkan AFC dan pindah ke Oseania apabila permintaan Bahrain untuk bermain di tempat netral dikabulkan oleh otoritas sepak bola di Asia itu. Kalau dipikir-pikir, wacana ini menarik juga. Tapi, apa untungnya bagi Indonesia jika pindah ke Oseania?
Daftar Isi
Opini Lama
Situasi yang tidak menguntungkan bagi Indonesia ini pun membuat Coach Justin memberikan opininya tentang kemungkinan Indonesia hengkang dari AFC. Melalui akun media sosialnya, Coach Justin menuliskan “Kalo AFC mengabulkan permintaan Bahrain, kita pindah ke Oceania aja, atau bikin AFC Tandingan yang isinya non-Timur Tengah. Tinggal semua negara non TimTeng lobby FIFA agar AFC dibagi 2,”
Karena jika demikian, Indonesia bisa lepas dari ketidakadilan tim-tim Timur Tengah. Namun, apakah pindah ke Oseania adalah opsi realistis bagi Skuad Garuda sekarang? Wacana pindah Asosiasi sebetulnya merupakan opini jadul. Pernyataan dan desakan agar Indonesia pindah ke Oseania sudah ada sejak belasan tahun silam.
Di tahun 2017 misalnya, salah satu analis sepakbola, Dex Glenniza pernah menuliskan satu artikel yang membahas tentang bagaimana cara Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia. Dari banyaknya cara, Dex juga mengatakan kalau pindah konfederasi adalah salah satu cara yang bisa ditempuh oleh Indonesia.
Dalam artikelnya, Dex juga tidak serta merta mendukung 100% ide tersebut. “Pindah ke Oseania bisa jadi langkah mundur atau langkah maju. Tapi langkah itu adalah salah satu cara demi mencapai “tujuan mulia” kita: mengumandangkan Indonesia Raya di Piala Dunia.” tulis Dex. Setelah itu, banyak media-media yang mengulas kemungkinan dan seberapa menguntungkannya jika Indonesia pindah ke Oseania.
Untungnya Ikut Oseania
Sama halnya seperti sedang memainkan permainan sepakbola, pindah konfederasi adalah salah satu bentuk strategi untuk menuju Piala Dunia tanpa harus berhadapan dengan tim-tim problematik dari Timur Tengah.
Namun, yang jadi pertanyaan apakah strategi itu efektif bagi Indonesia? Pindah konfederasi menyajikan sepaket keuntungan dan kerugian bagi Indonesia. Dilansir Suara.com, setidaknya ada dua keuntungan yang bisa didapat Indonesia. Yang pertama, terhindar dari mafia Timur Tengah.
Jika memutuskan keluar dari AFC, Timnas Indonesia tentu tak perlu repot-repot merasakan kerugian besar yang dialami karena kepentingan para mafia Timur Tengah yang menguasai AFC. Mereka memang kerap memunculkan potensi konflik kepentingan. Contohnya ya yang terjadi belum lama ini.
Kedua soal peluang lolos Piala Dunia. Jika bergabung dengan OFC, peluang pasukan Shin Tae-yong untuk tampil di Piala Dunia tentu semakin besar. Sebab, di konfederasi ini, satu-satunya negara terkuat yang jadi pesaing ialah Selandia Baru untuk menjadi yang terbaik di OFC dan melaju ke putaran final Piala Dunia.
Jika gagal, baru deh cobaan terberat Indonesia akan hadir di laga play off antar konfederasi. Fyi aja nih, OFC tuh cuma punya slot 1,5 doang di Piala Dunia. Jadi, tim terbaik kedua di OFC harus lebih dulu melawan salah satu tim dari benua lain di laga play off untuk mengamankan tempat di Piala Dunia.
Kehilangan Piala Asia dan Piala AFF
Namun, setelah mengkaji lebih dalam, Starting Eleven justru menemukan banyak hal-hal yang justru merugikan Skuad Garuda. Yang paling ketara saja. Jika Indonesia bergabung OFC, Indonesia tidak akan tampil di Piala Asia dan Piala AFF.
Jika tidak bermain di dua kompetisi itu, jelas asa Indonesia untuk menyamai level Jepang atau Korea Selatan jadi kian menyusut. Karena di OFC, lawan-lawan Indonesia terbilang cuma tim ecek-ecek. Yang tadinya bisa lawan Arab Saudi, Jepang, hingga Korea Selatan di Piala Asia, jadi cuma bisa lawan Fiji, Vanuatu, dan Papua Nugini di Piala OFC.
Tak cuma itu, skuad mewah yang berisikan Kevin Diks, Mees Hilgers, Jay Idzes, hingga Rafael Struick akan terasa mubazir jika digunakan untuk melawan tim-tim itu. Yang pas buat melawan tim-tim OFC mungkin pemain-pemain macam M. Tahir, Egi Melgiansyah, atau Fabiano Beltrame.
Target PSSI untuk membawa Timnas Indonesia menembus 100 besar FIFA juga akan semakin sulit. Poin kemenangan dari tim-tim seperti Vanuatu atau Kepulauan Cook nggak seberapa. Tak bisa mendongkrak posisi Indonesia. Toh, biaya akomodasi ke negara-negara Oseania itu mahal. Ngapain. Mending stay di AFC. Masih bisa ketemu Malaysia dan Thailand.
Sarang Mafia Juga
Indonesia juga harus mempertimbangkan profil dan sepak terjang negara-negara Oseania di dunia sepakbola. Pindah dari AFC ke OFC sama saja keluar dari kandang harimau tapi masuk ke mulut buaya. Keluar dari AFC memang bisa menghindarkan Indonesia dari mafia Timur Tengah. Tapi, pindah ke OFC juga akan membuat Indonesia bergumul dengan mafia-mafia lain. Karena Oseania adalah sarang mafia bola itu sendiri.
Menurut beberapa media, salah satu pejabat tinggi OFC baru saja dihukum enam tahun larangan berkecimpung di dunia sepakbola lantaran terjerat kasus penyuapan dan korupsi. Menurut hasil investigasi, salah satu pejabat yang tak disebutkan namanya itu telah melakukan penyuapan dan korupsi sejak tahun 2019. Selain itu, ia juga didenda sebesar 75 ribu dolar.
Sebelumnya, menurut Suara.com sudah ada eks sekjen OFC, Tai Naicholas juga yang disanksi delapan tahun pada 2019 karena menyalahgunakan dana FIFA. Lalu, ada dua eks presiden OFC, David Chung dan Reynald Temarii juga mendapat hukuman di kasus yang sama. Kasus kejahatan kerah putih yang menimpa OFC sempat membuat FIFA kasih pernyataan keras.
Gianni Infantino sempat mengatakan bahwa OFC harus bisa berbenah diri karena sudah dikenal dengan skandal-skandal korupsi dan penyuapan. Praktek-praktek korupsi sudah bagaikan nadi kehidupan di OFC. Meskipun sebelas dua belas kayak di Indonesia, tapi agaknya percuma aja gitu pindah ke OFC kalau isinya sama aja. Sama-sama mafia!
Opsi Lain
Di luar sepakbola, hubungan Indonesia dengan negara-negara yang ada di Oseania pun kurang akur. Seperti Indonesia dengan Vanuatu misalnya. Konflik HAM jadi dasar mengapa hubungan bilateral Indonesia dan Vanuatu tidak berjalan dengan baik. Dilansir Kompas, Vanuatu menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua.
Benar atau tidaknya tuduhan tersebut, jelas bukan ranah Starting Eleven ya football lovers. Biar pihak-pihak yang punya kewenangan saja yang menjelaskan.. Lalu, jika pindah OFC ternyata tidak menguntungkan, apakah ada opsi lain? Hmmm, ada sih. Tapi tidak sesederhana itu. Opsi tersebut adalah membagi dua AFC.
Indonesia bisa meminta bantuan Australia, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara lain yang kurang puas dengan sikap tim Timur Tengah untuk membujuk AFC agar mau membagi konfederasi menjadi dua, yakni Blok Timur dan Blok Barat. Blok Timur akan diisi oleh tim-tim Timur Tengah macam Bahrain, Qatar, Arab Saudi, dan sebagainya. Sedangkan Blok Barat akan diisi Indonesia, Jepang, Australia, dan beberapa negara non TimTeng lainnya.
Mungkin agak sulit ya untuk direalisasikan. Tapi proyek ini bisa jadi yang paling ideal bagi Indonesia. Terhindar dari mafia TimTeng, tapi tetap mendapat persaingan ketat dari tim-tim langganan Piala Dunia.
Sumber: TVOnenews, Suara, Kompas, Alinea, Pandit Football