Tak akan ada yang menyangkal jika Gianluigi Buffon disebut sebagai salah satu penjaga gawang terbaik sepanjang sejarah.
Meski menjadi kiper bukanlah posisi awal Buffon, salah satu penjaga gawang Kamerun yang berlaga di Piala Dunia 1990 saat itu, Thomas N’Kono, menjadi inspirasi Buffon muda untuk bisa beraksi dibawah mistar.
Setelah tampil mengesankan sebagai kiper, Buffon mulai dikenal saat bermain bersama tim Serie A, Parma. Debutnya pun dimulai dengan sangat cemerlang. Melawan AC Milan yang sedang dalam performa apik, Buffon mampu mencatatkan cleansheet pertamanya.
Namun, ada satu lubang kecil yang hingga kini belum mampu ia tutup. Yakni, ketidaksanggupannya untuk mengangkat trofi Liga Champions.
Liga Champions merupakan gelaran akbar antar klub terbaik seantero Eropa. Dicetuskan pertama kali oleh Gabriel Hanot, kompetisi yang dulu bernama Piala Champions ini melahirkan berbagai sejarah membanggakan.
Meski perubahan terus terjadi, satu hal yang pasti adalah Liga Champions terus memuncak pamor dan prestisnya hingga jadi titik referensi kesuksesan sebuah klub di Benua Biru.
Otomatis, setiap pesepakbola yang berkarier di Eropa menjadikan gelar dalam turnamen tersebut sebagai lambang pencapaian tertinggi di level klub.
Nama-nama seperti Di Stefano, Franz Beckenbauer, Paolo Maldini, Steven Gerrard hingga Lionel Messi dan Ronaldo pun menjadikan piala tersebut sebagai salah satu acuan kesuksesan bersama klub yang dibela.
Jika ada pemain besar namun belum memenangi gelar ini akan terasa janggal. Beberapa dari nama tersebut adalah Ronaldo da Lima, Zlatan Ibrahimovic, Francesco Totti, hingga Gianluigi Buffon.
Gianluigi Buffon menjadi salah satu nama besar yang belum pernah sekalipun memenangi gelar tersebut. Meski pernah menjadi jawara dunia pada 2006 silam, Buffon tetap merasa penasaran dengan gelar Liga Champions.
Karena baginya, Piala Liga Champions sama seperti Piala Dunia. Bagaimanapun caranya, harus bisa diraih.
“Ini sangat berarti bagiku. Ini akan menjadi kegembiraan terbesar dalam karirku, bersama dengan Piala Dunia 2006, karena ini hampir menjadi hadiah,”
“Akhir dari sebuah jalan yang sangat sulit yang dilapisi oleh keberanian, keras kepala dan kerja keras,”
“Aku selalu ingin memenangkannya dan aku selalu yakin bisa melakukannya bersama tim, para fans, maupun para rekan kerjaku.”
Namun nampaknya, dongeng antara Buffon dan trofi Liga Champions masih terus berlanjut. Beberapa kali mencapai final bersama Juventus, Buffon gagal total.
Tak sekalipun ia meraih Piala Liga Champions.
Bahkan, ditengah perdebatan siapa yang terbaik antara Buffon dan Casillas, banyak yang menyebut bahwa penjaga gawang asal Spanyol itulah yang layak disebut sebagai yang terbaik.
Selain trofi Piala Dunia, Casillas juga pernah mengangkat trofi Liga Champions bersama Real Madrid.
Kisahnya diawali pada musim debutnya bersama Parma. Di usianya yang masih menginjak 19 tahun, Buffon tampil brilian dalam duel pertamanya, yang terjadi di Republik Ceko kala menahan Sparta Praha imbang tanpa gol.
“Aku takkan pernah lupa partai perdanaku melawan Sparta Praha. Hasilnya 0-0, dengan aku membuat tiga atau empat penyelamatan penting,”
Saat bersama Juventus, Buffon sempat menemui titik terang. Musim 2002/03 jadi kali pertama Buffon benar-benar dekat dengan trofi Liga Champions. Juve dibawanya ke final di Old Trafford menghadapi rival senegara, AC Milan, yang sudah dikalahkannya dalam kompetisi domestik.
Namun sayang, tendangan 12 pas Andriy Shevchenko di babak adu pinalti yang tak mampu dihalaunya menjadi kisah pahit baginya.
Tetap setia bersama Juve, Buffon kembali pentas di partai puncak Liga Champions Eropa musim 2014/15. Kali ini ada FC Barcelona yang menjadi lawannya.
Dan lagi, trofi Liga Champions tak cukup ramah dengannya. Juventus kalah meyakinkan dengan skor 3-1.
Penderitaan Buffon tak sampai disitu, kisah rumitnya bersama trofi Liga Champions terus berlanjut. Dua musim selanjutnya, Juve kembali mencapai partai puncak. Bukan melawan Barcelona, kali ini ada rival tim Catalan tersebut, Real Madrid.
La Vecchia Signora tampil fantastis dalam perjalanan menuju final, tanpa pernah kalah dan cuma kebobolan tiga kali. Belum lagi ditambah fakta tak ada tim yang pernah menggondol “Si Kuping Besar” dua kali beruntun.
Namun lagi-lagi, Buffon kembali dibuat patah hati. Juventus kalah dengan skor 4-1.
Setelah sempat berjuang lagi, Juventus kandas oleh perlawanan Real Madrid. Dua partai seru itu sempat diwarnai kontroversi. Saat agregat sama kuat 3-3, Real Madrid mendapat hadiah pinalti tepat di masa injury time.
Buffon yang tak terima dengan keputusan wasit pun memprotes keras. Dan akhirnya, dirinya mendapat kartu merah dan harus mengakhiri pertandingan lebih cepat.
Kisah cintanya bersama Liga Champions pun kembali terhempas.
Merasa perjalananya telah habis, Buffon memutuskan untuk berhenti menjadi pemain Juventus bahkan sempat tersiar kabar bahwa dirinya akan pensiun. Akan tetapi, tawaran dari PSG datang.
Tanpa ragu, kiper yang sudah tidak muda lagi itu menerima tawaran el Parisians. Dengan alasan ingin mencoba peruntungan menggondol trofi Liga Champions bersama PSG, Buffon menunda keputusan pensiunnya.
“Aku berbohong jika tidak menginginkan gelar Liga Champions.”
Namun ada hal menarik disini. Saat Buffon hijrah ke PSG, pemain yang lekat dengan Liga Champions, Cristiano Ronaldo, justru mendarat di Turin. Entah kebetulan atau tidak, Buffon seolah pergi disaat kedatangan Ronaldo menjadi harapan para penggemar Juventus untuk bisa meraih trofi Liga Champions.
Akankah Gianluigi Buffon mampu menaklukkan Si Kuping Besar? Menarik ditunggu..