Sepak bola adalah sebuah pertunjukan. Maka stadion tak ubahnya seperti panggung. Premier League, liga yang paling menarik sejagat selalu menyuguhkan pertunjukan yang nyaris tidak pernah mengecewakan. Dari musim ke musim selalu ada cerita yang terselip. Cerita yang layak diceritakan berulang-ulang.
Salah satunya ketika seorang penyerang paling berbakat dari tanah Britania Raya menyuguhkan teater menakjubkan di atas panggung Liga Inggris. Ya, orang itu adalah Daniel Sturridge, si jenius yang cacat. Berkat Sturridge, striker Uruguay, Luis Suarez sanggup menunjukkan level permainan yang berbeda.
Pada musim 2013/14, keduanya bersama menjadi tulang punggung Liverpool. Suarez dan Sturridge membentuk duet di lini depan. Perpaduan dua pemain ini seolah orkestra yang mengagumkan di atas panggung Liga Inggris. Mereka tak terbendung. Keduanya saling mengisi dan bergantian mencetak gol.
Daftar Isi
Dipertemukan di Separuh Musim Sebelumnya
Luis Suarez dan Daniel Sturridge dipertemukan di Liverpool setengah musim sebelumnya. Penyerang Uruguay itu lebih dulu merapat ke Anfield dari Ajax pada tahun 2011. Kehadiran orang Amerika Latin dipercaya akan memberikan dampak besar bagi Liverpool.
Tidak salah. Suarez seketika memberikan efek jera bagi lawan-lawan Liverpool. Musim pertama 2010/11, Suarez sudah mencetak empat gol dari 13 laga yang dilakoninya. Musim keduanya, Suarez mulai meledak. Total 11 gol yang ia kumpulkan dari 31 laganya di Liga Inggris.
Musim berikutnya, Suarez kian moncer. Ia melipatgandakan golnya menjadi 23 dari 33 laga di Liga Inggris musim 2012/13. Pada pertengahan musim itu, Daniel Sturridge yang frustrasi di Chelsea, karena tak mendapat tempat di tim utama, merapat ke Liverpool. Tidak ada keyakinan sedikit pun dari setiap orang bahwa Sturridge akan sukses di Liverpool kala itu.
On this day seven years ago, Liverpool signed Daniel Sturridge.
— B/R Football (@brfootball) January 2, 2020
Never forget that 2013/14 season 🔥 pic.twitter.com/PGo9sI5YsI
Apalagi selama di Chelsea, ia jarang bermain, terutama saat ditukangi Roberto Di Matteo. Kombinasi tipu daya, gaya permainan individualnya, serta gerakan kaki yang luar biasa tidak terlalu disukai pendukung Chelsea pada saat itu. Di tangan Carlo Ancelotti, Sturridge juga tidak dilirik. Ia memilih memainkan Drogba maupun Fernando Torres.
Tapi Brendan Rodgers meyakini kalau Sturridge akan memberi dimensi yang berbeda di sisi penyerangan Liverpool. Sebelumnya gol-gol Liverpool hanya dikuasai Suarez. The Reds terpaku pada kehadiran El Pistolero. Memberikan pesaing bagi Suarez dirasa perlu.
Beradaptasi di Liverpool
Memasuki musim 2013/14, pembelian Daniel Sturridge mulai terasa berguna bagi The Reds. Liverpool asuhan Brendan Rodgers terpaksa mengawali musim itu tanpa kehadiran Suarez. Sang pemain harus absen dalam lima pertandingan awal Liverpool musim itu. Aksi mengunyah lengan Ivanovic berbuah skorsing untuk Suarez.
Tampil tanpa pencetak gol terbanyaknya menjadi sangat sulit bagi Liverpool. Itu kalau mereka tidak punya Sturridge. Pemain Inggris itu lantas menjelma tumpuan baru di lini depan. Tak lama Sturridge menggila. Dalam tiga laga di awal musim itu, Sturridge menjadi satu-satunya pencetak gol Liverpool dalam kemenangan 1-0 secara beruntun.
10 years ago today, Daniel Sturridge signed for Liverpool.
— B/R Football (@brfootball) January 2, 2023
Underrated baller. Underrated celebration 👌
(via @premierleague)pic.twitter.com/qeHiAo9DML
Yang terakhir adalah saat Sturridge membobol gawang Manchester United. Itu baru permulaan. Nyatanya Sturridge menambahkan lima gol lagi di enam laga berikutnya, termasuk salah satu penyelesaian yang luar biasa dari jarak 20 yard saat Liverpool membungkam West Bromwich Albion. Eksekusinya membuat kiper West Brom, Boaz Myhill tak berdaya.
Kembalinya Suarez dan Kolaborasi dengan Sturridge
Suarez dan Sturridge mulai disatukan di laga kontra Sunderland. Berkunjung ke markasnya The Black Cats, pada 29 September 2013, fans Liverpool menyaksikan striker andalannya merumput lagi. Bisa memainkan lagi Suarez, ide untuk menduetkannya dengan Sturridge pun muncul.
Rodgers yang biasanya memainkan formasi 4-2-3-1 mengubah skemanya menjadi 3-4-1-2. Rodgers tampaknya mengerti kalau Suarez dan Sturridge sama-sama striker yang berbahaya di lini depan. Keduanya penyerang dengan pergerakan dinamis, haus gol, dan tentu saja mematikan jika ditaruh di lini depan.
Buat apa menyimpan salah satu kalau memainkan keduanya bukanlah ide yang buruk? Begitu kira-kira. Di laga itu, Sturridge dan Suarez langsung membuktikan Rodgers tidak salah. Kedua pemain sama-sama mencatatkan namanya di papan skor. Suarez mengemas dua gol di laga itu dan salah satunya dibantu oleh Daniel Sturridge.
Duet yang Terus Menghasilkan Gol
Pertandingan melawan Sunderland cuma awal dari kegemilangan duet Suarez dan Sturridge. Rodgers yang punya firasat bagus mengenai dua pemain ini, di laga-laga berikutnya selalu memainkan Suarez dan Sturridge di lini depan. Mereka kemudian menjadi duet yang sangat berbahaya di musim itu.
Suarez dan Sturridge mengemas 52 gol di Liga Inggris musim itu. Menjadikan mereka dua pencetak gol terbanyak di Liga Inggris musim tersebut. Menariknya, musim itu adalah untuk pertama kalinya dua pencetak gol terbanyak datang dari satu tim saja, sejak kompetisi itu bernama Premier League.
El Pistolero musim itu mencetak 31 gol di Premier League. Daniel Sturridge mengemas 21 gol. Sturridge juga membantu tujuh gol dibuat rekan setimnya dan membantu Suarez lima kali. Di lain sisi, Suarez juga memberikan lima asisnya untuk Sturridge.
Dalam buku otobiografinya, Crossing The Line, Suarez mengatakan, ia dan Sturridge saling melengkapi. Baginya Sturridge adalah penyerang yang hebat. Sturridge, menurut Suarez, juga striker yang punya mobilitas luar biasa didukung dengan gerakannya yang cepat, baik, dan apik dalam menyelesaikan peluang.
Dijuluki SAS oleh Fans Liverpool
Perpaduan dua pemain ini menjadi salah satu yang paling subur di Liga Inggris. Bahkan duet Suarez-Sturridge ini lebih produktif dari duet Alan Shearer dan Chris Sutton di Blackburn Rovers pada musim 1994/95. Duet Shearer-Sutton hanya bisa mengemas total 49 gol di Liga Inggris musim tersebut.
Duet Suarez-Sturridge juga menjadi duet pemain tersubur di sepanjang sejarah Premier League. Keduanya yang mencetak 52 gol musim 2013/14, lebih banyak dari jumlah gol yang diciptakan Frank Lampard-Drogba di Chelsea pada musim 2009/10 (51 gol).
Namun, jumlah gol itu masih lebih sedikit dari duet Andy Cole-Peter Beardsley yang mencetak 55 gol untuk Newcastle United di Liga Inggris musim 1993/94. Para penggemar Liverpool bergembira menyambut pasangan Suarez-Sturridge ini. Bahkan mereka mendapat julukan “SAS’ oleh para fans.
My god Sturridge and Suarez were unreal 🤩
— The Anfield Wrap (@TheAnfieldWrap) October 26, 2022
On this day in 2014 Liverpool beat West Brom 4-1. pic.twitter.com/W1wjWuGjA5
Julukan itu sebetulnya sudah pernah berdengung untuk menamai duet Sutton-Shearer. Namun, karena kemitraan Suarez-Sturridge lebih produktif, popularitas mereka berhasil menggusur “SAS” versi Blackburn. Kendati begitu, “SAS” Blackburn maupun Liverpool memiliki kesamaan.
Suarez dan Sturridge jarang berkomunikasi di luar lapangan. Keduanya tampak egois antara satu sama lain. Baik Sturridge maupun Suarez sama-sama berhasrat menjadi pembeda di tim mereka. Tapi entah mengapa justru hal itulah yang menguntungkan keduanya.
“Tidak pernah menjadi buruk. Tidak ada keunggulan di antara mereka. Mungkin ada beberapa pertandingan ketika Luis membebani Daniel. Tapi selama mereka menciptakan 50 gol dalam semusim, saya tidak pernah masalah kalau keduanya tak pernah saling bertukar kata,” kata kapten Liverpool, Steven Gerrard dalam otobiografinya, My Story.
Nyaris Juara Liga Inggris
Berkat perpaduan Suarez dan Sturridge, Liverpool melaju di Liga Inggris. Sayangnya kolaborasi keduanya dan betapa produktifnya The Reds musim itu tidak diimbangi dengan kokohnya lini belakang. Musim itu Liverpool kebobolan 50 gol. Tapi kebobolan 50 gol bukanlah satu-satunya fakta yang menyesakkan dada.
Pada musim itu Liverpool sejatinya bisa mengangkat trofi Liga Inggris, seandainya Steven Gerrard tidak terpeleset saat Liverpool bersua Chelsea pekan ke-36. Menghadapi Chelsea yang juga berada di tiga besar, kapten Liverpool itu melakukan kesalahan fatal. Gagal mengontrol bola dengan baik, Gerrard malah terpeleset.
#OnThisDay in 2014
— Extra Time Indonesia (@idextratime) April 27, 2022
Insiden terpeleset yang paling disesali Steven Gerrard sepanjang karir profesionalnya. 😌pic.twitter.com/m3kJYrsctL
Momentum itu kemudian dimanfaatkan oleh Demba Ba untuk mencetak gol. Ya, setelah itu, Liverpool semestinya bisa bangkit. Tapi sang kapten seolah terkena tekanan psikologis. Akhirnya, di ujung laga Liverpool justru kalah. Karena kekalahan memalukan itu, tahta Liverpool direbut oleh Manchester City yang di pertandingan sebelumnya mencukur Crystal Palace dua gol.
Sumber: ThisIsAnfield, Elartedf, TheseFootballTimes, TheIndependent, ThisIsAnfield, BR