Siapa sih yang nggak mau jadi abdi negara seperti TNI? Berseragam, gagah, berani, dan rela berkorban demi keamanan dan kedaulatan negara. Jasa-jasanya pasti akan dikenang sepanjang masa. Bahkan, selain dokter dan pembalap MotoGP, TNI adalah sebuah cita-cita template bagi anak-anak pada eranya.
Namun, keputusan yang cukup berani justru diambil oleh gelandang tim nasional Indonesia U-17, Evandra Florasta. Lahir dari keluarga prajurit TNI, Evandra menolak garis takdir yang sudah disiapkan. Ketimbang mengabdi untuk negeri dengan menjadi TNI seperti ayahnya, Evandra justru memilih untuk mengabdi kepada Indonesia melalui cara lain, yakni sepak bola.
Pemuda berusia 16 tahun itu jadi bagian penting dari skuad Timnas Indonesia U-17 yang mendulang sejarah. Evandra membantu Indonesia lolos ke Piala Dunia U-17 melalui jalur kualifikasi untuk pertama kali. Itu adalah titik karir yang diidam-idamkan oleh hampir seluruh pesepakbola muda di Indonesia.
Namun, sebelum mencapai titik itu. Evandra menempuh jalan yang tak mudah. Pergulatan mental dan segala keterbatasan harus dilewati. Lantas, bagaimana cara Evandra melalui itu semua? Selengkapnya mari kita bahas. Namun, sebelum itu kalian bisa klik tombol subscribe terlebih dulu agar tak ketinggalan konten terbaru dari Starting Eleven Story.
Daftar Isi
Background Keluarga
Seperti yang sudah disampaikan di awal, Evandra Florasta merupakan putra dari seorang prajurit TNI. Ayahnya, Oktamus Silfester menikah dengan ibu Evandra yang bernama Faridha Mariana. Dikutip dari sejumlah sumber, Evandra memiliki darah Orang Lio karena kedua orang tuanya berasal dari Wolowiro, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Ayah Evandra, Oktamus diketahui seorang prajurit TNI dengan pangkat Pembantu Letnan Dua atau Pelda. Ayah Evandra diketahui bertugas di Brigif 18 Trisula di Jabung, Malang, Jawa Timur. Jiwa pantang menyerah dan berjuang mati-matian yang ditunjukkan Evandra sepertinya keturunan sang ayah.
Sementara itu, sang ibu, Faridha Mariana, merupakan sosok yang tidak kalah kuat dan bijaksana. Meski hidup dalam keterbatasan, ia terus menyokong cita-cita anaknya melalui apa yang dimiliki, mulai dari nasihat, dukungan emosional, hingga pendidikan sebagai pegangan utama.
Ya, jika kalian berpikir bahwa anak prajurit sudah pasti bergelimang harta dan penuh dengan privilese, kalian salah. Evandra Florasta bisa jadi salah satu contoh yang tidak demikian. Itu dibuktikan dengan riwayat chat ibunya dengan salah satu akun media sosial yang memantau bakat-bakat muda Indonesia, @wunderkid.id.
Menurut keterangan akun tersebut, tepat dua tahun tujuh bulan yang lalu, ibu Evandra menghubungi mereka. Faridha mengabarkan bahwa ia memiliki seorang putra yang sangat berbakat di bidang sepakbola. Namun, ia mengaku keluarga tidak memiliki modal yang cukup untuk mengorbitkan bakatnya. Maka dari itu, Faridha meminta bantuan @wunderkid.id.
Jadi TNI? Nehi!
Di tengah keterbatasan finansial, Evandra pun tak putus semangat. Ia memilih berlatih mandiri bersama sang ayah. Oktamus tidak kesulitan untuk sekadar melatih fisik, stamina, dan kedisiplinan anaknya. Evandra cukup beruntung. Sang ayah tak memaksakan kehendak agar anaknya itu mengikuti jejak berseragam loreng hijau-hitam.
Evandra pun tidak memandang TNI sebagai bidang profesi yang menarik, setidaknya untuk saat ini. Karena kecintaannya terhadap sepakbola teramat besar. Kalau boleh dianalogikan, mungkin sepakbola menempati urutan kedua setelah keluarganya. Begitu pun keluarganya saat memandang Evandra.
Ayah dan ibunya merasa sang buah hati harus mendapatkan dukungan untuk apa pun yang dipilih. Asalkan, itu tidak menyimpang dari hukum dan norma yang berlaku. Akhirnya, dengan sisa-sisa gaji ayahnya, Evandra bisa masuk sekolah sepakbola. Kala itu, SSB Angkasa yang dipilih oleh keluarganya. Sebelum akhirnya masuk diklat Persema Malang.
Persema Jadi Batu Loncatan
Kala itu, Evandra Florasta memulainya dari Persema U-11. Tim ini menjadi tempat di mana Evandra mulai dikenal karena penampilannya yang impresif. Penampilan yang impresif tentu tidak didapat dengan modal latihan saja. Persema U-11 juga rajin mengikuti ajang-ajang kompetisi usia dini.
Level kompetisinya pun bukan lagi tingkat nasional, melainkan sudah internasional. Dari sini mental berkompetisi Evandra mulai muncul. Dirinya mulai paham bahwa saingannya bukan anak-anak se-Indonesia saja, tapi dari mancanegara juga. Salah satu yang mencuri perhatian adalah ketika timnya mengikuti turnamen Kuala Lumpur Cup U-13 pada tahun 2022.
Kuala Lumpur Cup adalah turnamen bergengsi untuk anak-anak dari seluruh Asia Tenggara. Ajang ini merupakan kompetisi tahunan yang selalu diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia. Turnamen ini biasanya diikuti oleh Vietnam, Myanmar, Thailand, Singapura, dan Indonesia. Namun, tim-tim dari India atau Sri Lanka kadang diperkenankan untuk ikut.
Evandra yang berposisi sebagai gelandang tampil menawan di kompetisi edisi tersebut. Menurut laporan dari @wunderkid.id, Evandra adalah gelandang yang tajam. Ia keluar sebagai top skor dengan mencetak sembilan gol dan empat asis untuk Persema.
Dirinya juga membantu tim untuk mengalahkan lawan-lawan dari India dan Singapura. Sayangnya, kala itu Persema hanya bisa jadi runner up saja. Meski begitu, turnamen semacam ini membuat Evandra yang berstatus pemain binaan klub lokal bisa merasakan tampil di Kejuaraan Internasional. Itu jadi modal yang berharga untuk perkembangan karirnya di masa depan.
Dilirik Bhayangkara
Dan benar saja, pengalaman di Malaysia membuat Evandra berhasil membuka jalan karir baru di sepakbola Indonesia. Sepulang dari Malaysia, dirinya mengikuti turnamen Piala Suratin. Namun, menurut TVOnenews, Evandra tidak tampil sebagai pemain Persema lagi, melainkan sebagai pemain tim asal Pasuruan, Korda Pasuruan.
Kabarnya, pada tahun 2022, Persema mendapat penolakan keras dari masyarakat Jawa Timur. Namun, kurang jelas karena apa. Kembali ke Evandra, dirinya semakin matang di kompetisi tersebut. Hingga pada akhirnya nama Evandra Florasta masuk radar tim pencari bakat Bhayangkara.
Evandra dipanggil untuk mengikuti seleksi di Bhayangkara. Tidak disangka, Evandra lolos seleksi dan mulai bergabung dengan Bhayangkara Presisi. Di sinilah karirnya mulai terarah. Ia mendapat fasilitas dan materi latihan standar Liga 1 Indonesia. Bukan SSB lagi. Ini sudah levelnya profesional.
Setelah dua tahun menimba ilmu di Bhayangkara, tahun 204 bakat Evandra terpantau oleh pelatih Timnas Indonesia U-16, Nova Arianto. Saat itu, ia mencari pemain muda yang memiliki postur tinggi, kemampuan umpan yang baik dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Dan Evandra masuk dalam persyaratan itu.
Kesempatan di Tim Nasional
Coach Nova kala itu mengumpulkan skuad untuk persiapan Piala AFF U-16. Bersaing dengan puluhan pemuda lain, Evandra pun akhirnya masuk skuad akhir. Dirinya jadi andalan di lini tengah bersama Lucas Lee, pemain kelahiran Amerika Serikat tapi berkewarganegaraan Indonesia.
Evandra membantu skuad Garuda Muda meraih juara ketiga usai menang atas Vietnam. Di turnamen itu, Evandra tampil sebanyak empat kali dan mencetak dua gol. Sejak saat itu, Coach Nova selalu mengandalkan Evandra di berbagai macam kompetisi dan jenjang usia tim nasional.
Bahkan, saking percayanya Nova Arianto kepada Evandra, dirinya sampai merekomendasikan Evandra kepada Indra Sjafri yang kala itu melatih Timnas Indonesia U-20. Bocah yang masih berusia 15 tahun sudah mengantongi lima caps bersama tim nasional Indonesia U-20. Bahkan, tiga diantaranya dicatatkan di Piala Asia U-20.
Jadi Andalan di Piala Asia U-17
Dilansir Kumparan, Indra Sjafri pun memuji kualitas serta kematangan Evandra sebagai pemain muda. Terlebih karena Evandra menjadi satu dari tiga pemain kelahiran 2007–2008 yang disiapkan untuk regenerasi tim nasional. Puncaknya, saat Coach Nova kembali mempercayai Evandra untuk mengawal lini tengahnya di ajang Piala Asia U-17 2025.
Turnamen itu jadi momen paling krusial di karir mudanya. Dalam dua pertandingan awal, ia telah mencetak tiga gol. Catatan itu membuatnya berada di urutan teratas sebagai pencetak gol terbanyak turnamen bersama Minato Yoshida dari Jepang dan Asilbek Aliev dari Uzbekistan.
Bukan itu saja, dua golnya ke gawang Yaman mengantarkan Garuda Muda ke panggung yang lebih besar, yakni Piala Dunia U-17 yang juga akan diselenggarakan pada tahun ini. Di usianya yang belum genap 17 tahun, Evandra bukan lagi saksi sejarah. Tapi menciptakan sejarah itu sendiri.
Sumber: TV One, Tribunnews, Detik, Kumparan, Suara