Di dunia ini, tiada yang sempurna selain Allah SWT. Sebaik-baiknya manusia, pasti ada saja kekurangannya. Begitu pun ketika manusia merancang suatu event olahraga. Sebaik-baiknya dan semegah-megahnya perhelatan Olimpiade, pasti ada saja celah untuk dikritik. Dan yang dialami Olimpiade Paris 2024, mungkin jadi yang paling parah.
Bahkan, dari pembukaannya saja, Olimpiade Paris sudah banyak menerima hujatan. Yang menyakitkan, edisi kali ini sampai dicap sebagai Olimpiade terburuk dalam sejarah. Benarkah demikian? Sebelum masuk ke pembahasan, kalian bisa subscribe dan nyalakan lonceng terlebih dahulu agar tak ketinggalan konten terbaru Starting Eleven.
Daftar Isi
Pembukaan Terburuk
Dari pembukaan, Olimpiade Paris dinilai sudah melakukan blunder fatal. Pemicunya ketika ada pertunjukan yang memparodikan ‘Perjamuan Terakhir’ yang merupakan salah satu momen sakral dalam agama Kristen.
Berbagai respons mulai bermunculan. Salah satunya datang dari pemuka agama dari Indonesia, Ustadz Adi Hidayat. Dirinya mengungkapkan rasa kecewanya atas segmen kontroversial di upacara pembukaan tersebut. Ia merasa bahwa pertunjukan itu telah menghina Yesus Kristus.
Dalam sebuah video yang diunggah di akun resmi YouTube-nya, Adi Hidayat memberikan tanggapannya terhadap parodi ‘Perjamuan Terakhir’ yang menampilkan waria dan model transgender. UAH menyampaikan bahwa umat Islam sangat menghormati Nabi Isa (Yesus) sebagai seorang nabi dan rasul yang mulia. Penghormatan terhadap Nabi Isa juga merupakan bagian dari keimanan umat Islam kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.
Standar Ganda
Jika kalian berpikir bahwa kontroversialnya dimulai sejak pembukaan, kalian salah. Karena ternyata ketidakberesan Olimpiade Paris sudah terjadi jauh sebelum pesta olahraga itu dibuka. Dalam hal ini, standar ganda yang diterapkan oleh Prancis dan Komite Olimpiade Internasional terhadap Rusia dan Israel jadi penyebabnya.
Menjelang diselenggarakannya Olimpiade 2024, Komite Olimpiade Palestina mengirimkan surat kepada kepala Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach. Surat itu berisi permintaan agar melarang atlet Israel, termasuk Timnas Sepakbola Israel untuk mengikuti Olimpiade Paris 2024. Federasi sepakbola Palestina bahkan turut meminta FIFA mencoret Timnas Israel dari Olimpiade 2024, tapi permintaannya ditolak.
Palestina meminta IOC untuk memperlakukan Israel sama seperti apa yang mereka lakukan kepada Rusia. Sayangnya, meski para aktivis pro-Palestina telah melakukan demonstrasi besar-besaran di Paris dan markas IOC di Swiss, itu tidak cukup untuk mencegah Israel dari keikutsertaannya di Olimpiade 2024.
IOC dan Prancis seakan diam seribu bahasa menyikapi isu-isu tentang Israel. Mereka justru menggandakan keamanan kepada kontingen Israel yang sedang berjuang di Paris. Hal itu dilakukan karena delegasi Israel punya sejarah kelam saat mengikuti Olimpiade. Tepatnya, pada tahun 1972 di Munich. Kala itu, organisasi Black September menyusup ke asrama atlet Israel, menyandera para atlet dan membunuh 11 di antaranya.
Israel vs Mali
Keberadaan kontingen Israel yang mendapat banyak kecaman pun membuat Timnas Israel tidak bisa berlaga dengan tenang. Contohnya saat Timnas Israel melakoni pertandingan di babak penyisihan grup.
Menghadapi Mali di Parc des Princes, tim nasional Israel di-bully habis-habisan sama fans Mali. Sorakan bernada ejekan terus terdengar di stadion berkapasitas 48 ribu penonton itu. Bahkan, saat lagu kebangsaan Israel dikumandangkan, fans Mali tidak henti-hentinya bersorak hingga lagunya tidak bisa didengar dengan jelas oleh pemain Israel.
Selain itu, fans Mali juga terus meneriakkan “Bebaskan Palestina” dan “Bebaskan para sandera” sambil mengibarkan bendera Palestina. Maklum, Mali adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Jadi wajar jika Mali berada di pihak Palestina. Fans Israel sempat protes soal aksi tersebut, tapi pihak berwajib tidak menghiraukannya.
Di luar itu, ada video viral yang menampilkan salah satu fans Israel yang tiba-tiba ikut campur di saat salah seorang fans diwawancara. Suporter itu diwawancara terkait hasil pertandingan antara Mali vs Israel. Pria tua fans Israel menginterupsi dan menegaskan untuk tidak berbicara politik dalam sepakbola.
Padahal suporter yang diwawancari tidak sedang membicarakan politik, tapi pertandingan. Anehnya, fans Israel yang datang tiba-tiba itu kesal sendiri tanpa alasan dan memaki-maki si pria. Alhasil, fans yang jadi narasumber tersebut menyorakinya dengan kampanye ‘Free Palestine’ sambil meniupkan terompet.
Argentina vs Maroko
Di luar isu politik, kejanggalan lain juga terjadi di laga penyisihan Grup B antara Argentina vs Maroko. Laga berjalan seru dan menampilkan Maroko sebagai pemenang setelah mengalahkan Argentina dengan skor 2-1. Tapi dalam prosesnya, banyak kejadian-kejadian kontroversial dan menegangkan.
Berawal dari pemberian waktu tambahan yang aneh. Di penghujung babak kedua, perangkat pertandingan memberikan tambahan waktu sebanyak 15 menit saat Argentina hanya tertinggal 2-1 dari Maroko. Kemudian, Argentina sempat mencetak gol penyeimbang kedudukan lewat Cristian Medina pada menit ke-16 masa injury time.
Setelah Cristian Medina membuat skor menjadi imbang 2-2 dan para pemain Argentina merayakannya, di sinilah masalah itu muncul. Dilansir The Guardian, pasca gol kedua banyak gelas dan botol yang melayang ke lapangan. Bahkan, sejumlah flare yang sedang menyala tampak mendarat di lapangan.
Tak berhenti di situ, fans Maroko mulai berhamburan ke dalam lapangan. Sementara wasit segera meminta pemain untuk meninggalkan lapangan setelah lebih dulu menangguhkan pertandingan. Wasit hanya mau melanjutkan pertandingan dengan catatan seluruh fans harus keluar dari stadion.
Kejanggalan lain pun terjadi sesaat sebelum laga dilanjutkan. Wasit malah menganulir gol penyeimbang Argentina. Menurut wasit VAR, terlihat seorang pemain Argentina berada di posisi offside sebelum Medina mencetak gol. Tak ada gol tambahan tercipta, Maroko menang 2-1.
Argentina vs Prancis
Meski kalah dari Maroko, Argentina berhak lolos ke perempat final Olimpiade 2024 cabang sepakbola sebagai runner up Grup B. Dengan hasil itu, Argentina akan menghadapi tim tuan rumah, Prancis. Laga ini diprediksi bakal bikin kasus rasisme yang melibatkan salah satu pemain Argentina, Enzo Fernandez kian memanas.
Seperti yang diwartakan Goal, hubungan Prancis dan Argentina sedang tidak baik-baik saja setelah Enzo dituding melakukan dan menyebarkan video tindakan rasisme yang ditujukan kepada pemain-pemain kulit hitam di tim nasional Prancis. Peristiwa ini terjadi saat gelandang Chelsea itu hanyut dalam perayaan gelar juara Copa America 2024 beberapa hari lalu.
Sontak, insiden ini menyebabkan beberapa pemain The Blues yang berasal dari Prancis meng-unfollow akun media sosial Enzo. Meski pada akhirnya Enzo sudah meminta maaf kepada rekan-rekannya di Chelsea, sepertinya Timnas Argentina akan tetap terkena getahnya di laga perempat final nanti. Pasalnya, masih banyak pemain-pemain keturunan Prancis lainnya yang geram kepada tindakan Enzo.
Sepakbola Wanita
Tak cuma di cabang olahraga sepakbola pria, cabang olahraga sepakbola wanita juga menyajikan kejadian-kejadian konyol di Olimpiade edisi kali ini. Yang paling tersorot adalah tindakan yang dilakukan oleh tim nasional wanita Kanada. Mereka dengan beraninya memata-matai kamp latihan tim lawan.
Kasus ini terkuak ke media pekan lalu. Diduga salah satu staf dari tim nasional putri Kanada menerbangkan drone ke area latihan lawan mereka, Selandia Baru. Tujuannya untuk merekam video dan mendapatkan informasi tentang taktik dan skema permainan yang akan dipakai lawannya itu.
The Canadian Olympic Committee langsung membuka investigasi tentang kasus ini. Hasilnya, sang pelatih, Bev Priestman dipulangkan ke Kanada. Lebih parahnya lagi, ada dugaan bahwa teknik licik ini sudah dilakukan selama bertahun-tahun dan tidak hanya dilakukan oleh tim nasional putri saja, tapi juga tim nasional putra.
Kini, skandal mata-mata Kanada sudah masuk meja investigasi FIFA. Jika terbukti bersalah, Kanada terancam batal jadi tuan rumah Piala Dunia 2026.
Timnas Putri Britania Raya
Yang terjadi pada timnas putri Inggris lucu lagi. Jika Inggris lolos ke Olimpiade, mereka tak akan membawa nama negara Inggris ke Olimpiade. Lionesses justru akan bermain sebagai Tim Great Britain. Masalahnya, Timnas Wanita Inggris justru menghadapi Skotlandia dalam matchday terakhir babak grup UEFA Women’s Nations League.
Di laga tersebut, Inggris diharapkan menang agar bisa lolos ke Olimpiade dengan membawa nama Britania Raya ke Olimpiade. Mengapa harus Inggris, karena di antara anggota Britania Raya, yakni Skotlandia, Irlandia Utara, dan Wales, Inggris adalah tim yang memiliki peringkat UEFA paling tinggi. Sialnya, Inggris malah gagal lolos ke Olimpiade karena cuma finis di urutan kedua di babak kualifikasi.
Sumber: The Guardian, The Athletic, Goal, Bola.com, Sport Detik