Dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert? 5 Pelatih Timnas Indonesia yang Paling Mengguncang!

spot_img

Menang dan kalah, juara atau tidak, berprestasi atau gagal itu hanyalah sebutan. Yang terpenting adalah kita dengan sepenuh hati bersedia untuk berjuang.

Dalam sejarah sepak bola Indonesia, sudah sangat banyak pelatih yang berjuang untuk bangsa ini. Membawa Skuad Garuda terbang tinggi, membuat Merah Putih harum mewangi di berbagai kompetisi.

Jika kita bahas sejak era PSSI berdiri, kemungkinan sampai Ramadan berakhir dan tahun berganti nggak akan selesai dibicarakan. Maka, mari kita bahas para pelatih Timnas di era 2000 sampai dengan hari ini.

5. Benny Dollo alias Bendol

Kita mulai dari urutan kelima. Di posisi ini ada sosok almarhum Benny Dollo.  Pelatih kelahiran Manado ini tercatat dua kali menangani Timnas Indonesia.

Lembar pertama ditorehkan pada medio 2000-2001, ketika itu Bendol masuk menggantikan Nanang Iskandar yang bawa Skuad Garuda ke partai final Piala Tiger 2000.

Namun sayangnya, kisah perdana Bendol nggak berjalan mulus seperti jalan tol. Di ajang Sea Games 2001, juru taktik yang dikenal galak ini hanya bisa bawa Timnas Indonesia finish sebagai semifinalis.

Bambang Pamungkas dan kawan-kawan yang jadi runner-up Grup B harus bertemu dengan Thailand di babak semifinal. Anak asuh Bendol sebenarnya sempat unggul, hanya saja kehabisan tenaga dan fokus yang memudar di penghujung laga membuat Pasukan Gajah Perang bisa come back.

Saat perebutan medali perunggu, Timnas Indonesia kembali harus mengakui keunggulan lawan. Kali ini giliran Myanmar yang menaklukan Garuda Nusantara dengan skor 0-1.

Usai kegagalan di SEA Games 2001, Bendol masih melatih dan akhirnya dipecat usai kembali gagal di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2002.

Namun riwayat kegagalan ini nggak membuat PSSI kapok. Kisah  CLBK pun terjadi, eks pelatih Persija Jakarta ini kembali menangani Timnas Indonesia pada 2008 sampai 2010.

Kesempatan kedua ini dimanfaatkan Bendol untuk membayar lunas kegagalan. Pasalnya, untuk kali pertama setelah kering trofi sekian tahun, Timnas Indonesia akhirnya juara.

Namun, untuk level Timnas kala itu jangan berpikir juara Piala AFF atau SEA Games. Melainkan Bendol bisa membawa  Timnas Indonesia mengangkat trofi Piala Kemerdekaan tahun 2008.  Turnamen yang sudah di stop ini mungkin asing di telinga Gen Z.

Ada cerita unik yang menggelitik di balik status juara turnamen ini. Pertama, PSSI menurunkan dua timnas. Garuda senior dan junior di level U-21.

Setelah melibas habis Kamboja 7-0, Myanmar 4-0, dan Garuda Muda 1-0, Timnas Indonesia senior berhadapan dengan timnas Libya U-23. Namun gelar juara ini nggak membuat publik puas, lantaran diraih dengan cara yang agak lain.

Timnas Indonesia menang lewat jalur WO karena skuad Ksatria Mediterania ini ogah melanjutkan permainan di babak kedua. Padahal mereka sudah menjebol gawang Markus Horison satu kali di 45 menit pertama.

Usut punya usut, Libya nggak mau masuk ke lapangan lantaran pelatih mereka, Gamak Abdeen disebut mengalami pemukulan di lorong ganti yang dilakukan oleh ofisial Timnas Indonesia.

Namun terlepas dari peristiwa kontroversi ini, sejarah tetap mencatat kalau sosok Bendol pernah membawa Timnas Indonesia mengangkat trofi.

Bahkan, sejauh ini gelar Piala Kemerdekaan 2008 merupakan trofi terakhir yang bisa dimenangkan oleh timnas senior. Di alam baka sana, mungkin Bendol tengah tersenyum geli dengan ironi ini.

4. Ivan Kolev

Selanjutnya, ada nama Ivan Kolev yang juga melatih Timnas Indonesia dalam beberapa kesempatan.  Kali pertama juru taktik ini menukangi skuad Garuda adalah pada 2002 hingga 2004.

Turnamen pertama yang dipegang pelatih asal Bulgaria ini adalah Piala Tiger 2002. Untuk ukuran kala itu, Ivan Kolev diberkahi materi pemain yang super mewah. Pasukan Merah Putih diisi nama-nama seperti Hendro Kartiko, Elie Aiboy, dan kuartet penyerang fenomenal yakni Gendut Doni, Bambang Pamungkas, Zaenal Arif, dan Budi Sudarsono.

Timnas Indonesia pun diunggulkan untuk jadi juara di turnamen yang kelak dikenal sebagai Piala AFF ini. Terbukti, anak asuh Ivan Kolev tampil beringas dengan mencetak 19 gol dan cuma kebobolan 5 kali di sepanjang turnamen. Termasuk yang paling sensasional adalah mempermalukan Timnas Filipina dengan skor 13-1. 

Namun, penampilan perkasa Skuad Garuda justri anti klimaks di babak final. Tim besutan Ivan Kolev kembang kempis berhadapan dengan Thailand. Di babak pertama, Indonesia ketinggalan dua gol. Namun, di ruang ganti Ivan Kolev sukses mengangkat motivasi para punggawa Garuda.

45 menit kedua jadi taman bermain Timnas Indonesia dengan dua gol balasan yang dilesatkan Yaris Riyadi dan Gendut Doni. Alhasil, laga sengit ini berlanjut ke babak adu penalti. Sayangnya, saat penentuan lewat titik 12 pas ini, Ivan Kolev dibuat terkulai lemas. Skuad Garuda yang konon demam panggung kalah secara tragis dengan skor 2-4.

Kekecewaan mendalam pun dilontarkan sang pelatih. Ivan Kolev nggak percaya dengan apa yang dia lihat sendiri. Apalagi di laga itu Skuad Garuda disebut membuang segudang peluang emas.

“Saya tak percaya dengan hasil ini. Banyak peluang namun gagal,” ujar juru taktik yang kini berusia 67 tahun itu saat diwawancarai Tabloid Bola.

Meskipun gagal juara, Ivan Kolev masih dipercaya melanjutkan tugas.  Namun pasca itu tantangannya lebih berat karena wajib meloloskan Timnas Indonesia ke Piala Asia 2004. Meski sempat diragukan, tugas ini pun dijawab dengan pembuktian manis. Skuad Garuda lolos ke putaran final usai finish sebagai runner-up Grup C, di bawah Arab Saudi saat babak kualifikasi.

Saat turnamen sebenarnya berlangsung di Tiongkong, Ivan Kolev sukses membuat publik Tanah Air tercengang senang. Pasalnya, di laga perdana Timnas Indonesia menorehkan sejarah dengan berhasil menang 2-1 kontra Qatar.

Lebih istimewanya lagi, dua gol di laga ini dicetak lewat skema permainan yang indah. Gol pertama tercipta lewat kaki Budi Sudarsono. Gol kedua lewat sepakan jarak jauh kelas dunia Ponaryo Astaman.

Hanya saja, euforia ini nggak bertahan lama lantaran di dua laga sisa, Skuad Garuda kalah dari tuan rumah Tiongkok, dan Bahrain. Barulah di kegagalan ini, Ivan Kolev didepak dari kursi kepelatihan.

Namun ternyata, kisah Ivan Kolev dengan Timnas Indonesia belum sepenuhnya berakhir. Pada 2007, PSSI kembali mempercayai Ivan Kolev sebagai pelatih. Pria yang pernah menukangi Persija, Persipura, hingga Sriwijaya FC ini kembali mengomandoi Skuad Garuda di Piala Asia.

Bedanya, saat itu Timnas Indonesia auto lolos ke putaran final lantaran berstatus tuan rumah. Namun sial tak dapat dielak, saat itu Skuad Garuda berada satu grup dengan negara langganan Piala Dunia: Arab Saudi dan Korea Selatan. Ditambah satu raksasa Asia, Bahrain. Namun anak asuh Ivan Kolev sama sekali tak gentar.

Kali ini dukungan ribuan suporter nggak lagi membuat Skuad Garuda grogi. Justru Bambang Pamungkas dan kolega mendapat suntikan energi dari antusiasme pencinta sepak bola tanah air.

Alhasil, Timnas Indonesia tampil melebihi ekspektasi dengan mengalahkan Bahrain 2-1 di laga pembuka. Lagi-lagi Budi Sudarsono dan Bambang Pamungkas jadi bintang paling terang di ajang elit Benua Kuning ini. Dua gol sensasional dari dua legenda hidup Timnas Indonesia ini seketika membuat GBK bergemuruh. Publik pun terus mengingat momen kemenangan ini sebagai salah satu malam yang paling indah di bawah langit ibu kota.

Kemenangan ini membuat GBK semakin sesak, ribuan suporter meneror Arab Saudi di laga kedua. Timnas Indonesia pun termotivasi untuk kembali mendulang poin.

Sesaat sebelum memasuki tambahan waktu di babak kedua, harapan menambah satu poin masih terjaga. Namun sayang, konsentrasi lini belakang Skuad Garuda buyar lewat skema tendangan bebas. Pasukan Elang Hijau berhasil mencuri satu gol tambahan di penghujung laga. Sundulan Saad Al-Harthi membuat Yandri Pitoy tak berdaya dan satu gol balasan Elie Aiboy di babak pertama jadi mubazir.

Kekalahan ini nggak membuat anak asuh Ivan Kolev menundukan kepala. Pasukan Merah Putih tetap berjalan gagah dan berjuang hingga titik darah penghabisan. Apalagi harapan melaju ke fase knockout masih ada usai di laga lain Bahrain secara mengejutkan menang 2-1 atas Korea Selatan. Timnas Indonesia pun cuma butuh hasil imbang untuk lolos ke 16 besar. Namun harapan kembali pupus karena Skuad Garuda kalah tipis dengan skor 0-1 di laga melawan Korea Selatan.

3. Alfred Riedl 

Di posisi ketiga, ada nama yang nggak mungkin bisa hilang dari benak pencinta sepak bola tanah air. Dia adalah Alfred Riedl. Pelatih dengan wajah dingin yang bolak-balik mengarsiteki Timnas Indonesia.

Debut melatih pria kelahiran Wina, Austria ini langsung membuat fans kepincut. Bagaimana enggak? Di laga perdana Piala AFF 2010 Timnas Indonesia langsung menggasak sang rival, Malaysia dengan skor 5-1.

Di laga kedua kontra Laos, Skuad Garuda kembali berpesta dengan 6 gol tanpa balas. Di babak penutup grup, Timnas Thailand yang biasanya jadi lawan paling menakutkan pun dibuat keok 2-1. Tangan dingin Riedl pun membuat generasi emas Timnas merana dalam dua leg. Sayangnya, di partai puncak tim yang tampil sangat meyakinkan ini mengalami hal tragis.

Di Bukit Jalil, Timnas Malaysia berhasil balas dendam dengan skor 3-0. Di leg kedua, Skuad Garuda bagaikan kehabisan bensin dengan hanya menang 2-1. Piala AFF pun masih jadi impian yang belum jadi kenyataan. Air mata pun tumpah di segenap penjuru GBK. Namun paling tidak, era awal kepelatihan Alfred Riedl ini juga  jadi masa-masa awal eksisnya pemain naturalisasi dan keturunan. 

Ketika itu nama Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim jadi sosok yang paling diidolakan. Adapun usai Piala AFF 2010 kandas, jabatan pelatih Riedl pun ikut kandas. PSSI kembali memakai jasa eks pelatih Timnas Vietnam ini di tahun 2013 dan 2016. Semuanya untuk urusan Piala AFF, dan Riedl selalu ditarget membawa Timnas Indonesia juara.

Di Piala AFF 2014, Riedl gagal total karena cuma bisa bawa Sergio Van Dijk cs finish di posisi ketiga Grup A. Namun di edisi 2016,  Riedl kembali membuat publik takjub. Sang pelatih masih nggak kapok berurusan dengan PSSI. Walau di tahun-tahun jelang Piala AFF 2016, sepak bola Indonesia sedang sangat kacau. 

Dualisme terjadi, kompetisi resmi dibekukan oleh FIFA, dan dengan persiapan super minim dan terbatas, Riedl masih menyanggupi jadi pelatih Timnas Indonesia. Hasilnya di luar dugaan, sang  juru taktik sukses membawa Garuda melaju ke babak final. Meskipun pada akhirnya di partai puncak, Timnas Thailand kembali jadi monster penghancur mimpi.

Riedl pun mengakhiri 4 tahun terpisah melatih Timnas Indonesia tanpa berjodoh dengan Piala AFF. Kendati tak bisa mempersembahkan gelar, nama Alfred Riedl terukir abadi dalam hati pencinta sepak bola tanah air lantaran bisa membangkitkan kembali euforia yang terkubur.

Saat sang pelatih meninggal dunia pun, awan duka menyelimuti Ibu Pertiwi. Ribuan fans bersedih dan menerbangkan doa-doa hingga trending di Twitter atas kepergian Alfred Riedl pada 2020 silam.

2. Indra Sjafri 

Di posisi nomor dua ada sosok pelatih lokal yang sudah kenyang melatih Timnas Indonesia terutama di kelompok umur. Siapa lagi kalau bukan Indra Sjafri.

Kisah panjang pelatih asal Sumatera Barat ini diwarnai perjuangan yang begitu memilukan. Di tengah kosongnya pembinaan usia dini alias nggak ada liga profesional berjenjang, Indra Sjafri harus blusukan ke seluruh Indonesia.

Sang pelatih datang dari satu tarkam ke tarkam yang lain, naik angkot dan ojek demi menemukan talenta terbaik. Bahkan Indra merogoh kocek sendiri untuk tugas negara ini. Dirinya pernah nggak digaji selama 17 bulan, namun semangatnya untuk membawa Timnas Indonesia juara sama sekali tak padam. Metode jemput bola dengan blusukan ini terbukti sukses.

Indra sukses meramu bakat-bakat yang ditemukan dari berbagai daerah nusantara. Kesuksesan pertama yang sekaligus jadi pintu pembuka adalah Piala AFF U-19 2013.

Saat itu, Evan Dimas Darmono cs meraih gelar juara dengan mengalahkan Vietnam lewat babak adu penalti. Meskipun hanya di kelompok umur, prestasi ini dirayakan besar-besaran bak juara Piala Dunia.

Apalagi dengan skuad alumni Piala AFF ini, Indra sukses membuat sejarah dengan mengalahkan Timnas Korea Selatan U-19. Kemenangan atas Hwang Hee-chan cs ini membuat Garuda muda berlaga di Piala Asia U-19 2014.

Kepiawaian Indra Sjafri menemukan dan memoles bakat-bakat muda berlanjut di era Egy Maulana Vikri cs. Saat itu, pelatih berusia 62 tahun ini membawa Garuda muda melaju ke babak perempat final Piala Asia U-19 pada 2018 lalu.

Untuk trofi lainnya, sejauh ini Indra Sjafri tercatat sudah mempersembahkan gelar Piala AFF U-22 tahun 2019, lalu medali emas SEA Games 2023, dan juara Piala AFF U-19 tahun 2024.

Di setiap gelar juara, ada banyak kisah dan drama yang menyelimuti. Namun akan sangat panjang jika diceritakan. Singkat kata, Indra Sjafri telah membuktikan diri sebagai salah satu pelatih paling berprestasi. Terutama saat menangani Timnas kelompok umur. Bahkan Indra merupakan satu-satunya pelatih yang kisahnya dibuatkan buku dan difilmkan. Walau ia belum pernah membesut tim senior.

1. Shin Tae-yong

Di urutan teratas, tak perlu berpanjang kata untuk menjelaskan mengapa sosok Shin Tae-yong jadi yang terbaik. Pelatih asal Korea Selatan ini menciptakan fenomena tersendiri bagi sepak bola Indonesia.

Meskipun nggak bisa memberi satu pun gelar, tapi Coach Shin sangat disayang oleh netizen. Semenjak dilatih oleh Shin Tae-yong, rasanya menonton Timnas Indonesia jadi lebih bersemangat.

Juru taktik kelahiran Yeongdeok ini dinilai sukses memotong generasi untuk meremajakan Skuad Garuda. Pertaruhan dan kejelian Shin Tae-yong pun melahirkan bintang-bintang seperti Marselino Ferdinand dan Pratama Arhan.

Coach Shin juga mengubah peta percaturan sepak bola Indonesia. Skuad Garuda nggak lagi hanya bicara di level AFF ataupun Asia, melainkan sudah bersaing ketat untuk ke pentas dunia.

Namun sayang, sebelum impian indah ini terwujud, kebersamaan dengan Coach STY harus berakhir. Banyak fans yang disebut masih belum move on dengan kenyataan ini.

Pasalnya,  mereka ingin melihat Timnas Indonesia bermain di Piala Dunia 2026 dengan STY sebagai pelatih. Alhasil, cinta membabi buta dari netizen terhadap STY ini pun membuat Patrick Kluivert selaku pengganti jadi tertantang.

Legenda Ajax Amsterdam dan Barcelona ini pun bertekad merebut hati fans Garuda. Sejak awal Patrick Kluivert yang dikontrak dua tahun ini berjanji akan bawa Timnas Indonesia lolos Piala Dunia 2026.

“Misi kami tentu saja untuk memastikan lolos ke Piala Dunia tahun depan. Saya pikir kami memiliki kemampuan dan kekuatan serta hasrat untuk mengejarnya,” ucap Kluivert saat ngobrol dengan Fabrizio Romano.

Jika berhasil memenuhi janjinya, tentu Patrick Kluivert akan sangat dielu-elukan sebagai pahlawan. Rakyat pun akan memuja Kluivert habis-habisan karena membawa Timnas Indonesia, bukan Hindia Belanda, untuk pertama kalinya main di Piala Dunia. Rasanya, jika hal indah ini kesampaian, nggak berlebihan untuk menyebut Patrick Kluivert pelatih terbaik sepanjang sejarah Republik ini.

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru