Satu pilar penting dari skuad tiki-taka legendaris Barcelona yang sering terlupakan adalah Carles Puyol. Dia adalah otak yang memimpin skuad legendaris asuhan Pep Guardiola tersebut. Saking luar biasanya Puyol, mantan rekannya, Gerard Pique sampai menyebut bahwa predikat “The Next Puyol” adalah omong kosong. Sebab, tak akan ada lagi pemain seperti Puyol.
Meski pada akhirnya menjadi legenda, awal karir Puyol di Barca ternyata harus diraih dengan berdarah-darah. Ia diragukan bahkan dihina. Tapi kerja keras dan keyakinan yang Puyol miliki, pada akhirnya berhasil membungkam semuanya. Lantas, seperti apa kisahnya? Mari kita bahas.
Daftar Isi
Bocah Medioker
Carles Puyol lahir di sebuah desa kecil di sekitar gugusan pegunungan Maurici, sekitar 3 jam dari Barcelona yang terletak di pesisir. Selayaknya anak kecil di lingkungannya saat itu, Puyol sangat mencintai sepak bola. Namun, dia bukanlah anak yang paling bertalenta. Skill Puyol hanya rata-rata seperti anak seusianya. Bukan seperti Lionel Messi dan Andres Iniesta yang sejak kecil sudah menyilaukan mata.
Puyol kecil bergabung dengan klub lokal, CF Pobla de Segur. Saat kecil posisinya adalah kiper. Namun, karena bahunya cedera, ia akhirnya dipasang sebagai striker. Setelahnya, ia dipindah lagi menjadi pemain tengah hingga pada akhirnya, Puyol terdampar di posisi bek kanan. Karena Puyol ingin selalu bermain bola, ia hanya manut saja keputusan pelatihnya.
Puyol sangat mengidolakan Barcelona, dirinya sangat ingin bergabung ke La Masia. Namun, kesempatan itu tak kunjung didapatkannya. Pemandu bakat La Masia memang sering blusukan untuk mencari pemain, tapi Puyol tak pernah terpilih.
Suatu kali, ia pernah ditawari untuk ikut trial di akademi Real Zaragoza, namun Puyol menolaknya. Sebab, dirinya yakin bisa meraih mimpinya untuk berseragam Blaugrana. Jika pun kesempatan itu tak pernah datang, Puyol siap berhenti main bola.
Pesan Penting Sang Ayah
Suatu ketika pada tahun 1995, pemuda kelahiran 13 April 1978 ini mendapat kesempatan untuk berlatih bersama La Masia. Namun, kesempatan itu hanya berlaku satu hari. Ya, hanya satu hari saja waktu yang Barcelona berikan untuk Puyol. Dalam waktu sesingkat itu, Puyol harus betul-betul memanfaatkannya.
Ini adalah kesempatan langka, umurnya sudah 17 tahun, bisa jadi ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bisa masuk Barca U19. Jika tidak, Puyol siap untuk meninggalkan sepak bola untuk selamanya. Karena Puyol kecil sudah berjanji pada dirinya, dia tak akan membela klub sepak bola kecuali Blaugrana semata.
Ketika kesempatan langka tersebut terdengar ke telinga orang tuanya, sang ayah hanya membekali Puyol sebuah pesan sederhana. Dikutip dari Tribuna, sang ayah hanya berpesan, “Jika mereka tak memilihmu karena ada anak yang lebih berbakat, itu tak apa. Namun, jika mereka tak memilihmu karena ada anak yang berusaha lebih keras, carilah rumah lain untuk pulang.”
Pesan itu menancap kuat di ingatan Puyol. Ajaibnya, kesempatan sehari itu malah diperpanjang untuk sehari lagi, kemudian sehari lagi, dan sehari lagi. Hal ini berjalan hingga satu bulan hingga pada akhirnya, ada nama Carles Puyol di skuad Barca U19. Kini, mimpinya masuk ke La Masia tercapai. Namun, ini hanya permulaan, sebab perjuangannya masih sangat panjang.
Keraguan dan Penghinaan
Meski sudah masuk ke Barcelona, karirnya di Camp Nou masih harus diperjuangkan mati-matian. Ia bahkan sudah secara tidak langsung didepak oleh Louis van Gaal pada 1998. Van Gaal yang datang sebagai penerus Johan Cruyff, menerima tawaran Malaga yang ingin menggaet Puyol muda.
Ini merupakan tanda bahwa pemain berusia 20 tahun tersebut tak ada dalam rencana jangka panjang Van Gaal. Meskipun di Barca B, Puyol merupakan pemain reguler yang mengisi pos bek kanan. Ia menjadi korban dari bias Van Gaal yang lebih suka menarik banyak pemain Belanda ke Camp Nou.
Puyol baru mendapatkan debut di usia 21 tahun pada 2 Oktober 1999. Puyol masuk sebagai pengganti di laga tandang melawan Real Valladolid. Di bawah Van Gaal, Puyol hanya menjadi ban serep dari bek kanan asal Belanda yang diboyongnya dari AC Milan, Michael Reiziger. Wajar sih, pemain keturunan Suriname ini memang andalan Van Gaal saat menjuarai Champions League bersama Ajax.
Namun, Puyol yang memang dari sananya sudah baik hati dan pekerja keras, hanya menganggapnya sebagai motivasi saja. Dirinya percaya bahwa kelak, ia bisa seperti rekan setimnya di La Masia, Xavi Hernandez yang sudah menjadi tulang punggung tim.
Bahkan Van Gaal sendiri pernah menganggapnya sebagai pemuda yang tak punya uang. Sebab, rambutnya tumbuh terlampau panjang seperti orang yang tak mampu membayar tukang cukur saja. Pedas juga omongan bapak-bapak ini.
Carles Puyol and Louis van Gaal. pic.twitter.com/SUZ5uEfL47
— 90s Football (@90sfootball) March 3, 2024
Pembuktian Sang Kapten
Lambat laun, Puyol mulai diberi jam terbang. Puyol yang saat itu masih memakai nomor 24 langsung mendapatkan tugas berat. Pada El Clasico pertama setelah pengkhianatan Figo, Van Gaal memberinya tugas untuk menjaga sang pengkhianat. Puyol tentu saja menerima tantangan Van Gaal. Ia berhasil menjaga Figo dan Real Madrid sehingga mereka tak bisa membalas dua gol dari Blaugrana.
Performanya di laga ini langsung menarik perhatian Cules. Aksi epiknya menahan bola James Obiorah dengan dadanya pada Champions League 2002 semakin membuatnya dipuja fans.
Masa depan Puyol semakin cerah ketika Van Gaal pergi. Frank Rijkaard yang meneruskan tonggak kepemimpinan Van Gaal, ternyata memilihnya sebagai pilar utama di belakang. Bahkan setelah Luis Enrique pensiun, nama Puyol yang terpilih sebagai kapten Barcelona. Alih-alih Xavi Hernandez.
Di bawah kepemimpinannya ini Barcelona kembali menuai trofi. Ia adalah sosok yang mampu menjadi teladan dan mengendalikan teman-temannya. Pemain emosional seperti Ronaldinho bisa luluh di hadapannya. Ia juga selalu mengedepankan respek kepada lawan. Misalnya, pada saat laga melawan Mallorca. Ia tak melawan ketika ditampar oleh pemain lawan. Malahan, Puyol menjaga lawan yang sudah menamparnya dari amarah Ronaldinho.
👏 Puyol was slapped by Mallorca’s Sergio Ballesteros and didn’t react.
He then stopped Ronaldinho from confronting the defender#FCB pic.twitter.com/fyFcDa7MYl
— The Sportsman (@TheSportsman) April 13, 2019
Kehebatan Puyol ini semakin menjadi kala Pep Guardiola datang dan membawa pulang Gerard Pique. Mereka berdua bisa membuat Barcelona-nya Pep menjadi salah satu tim terbaik sepanjang masa. Bagaimana tidak terbaik? Kalau mereka merupakan tim pertama yang meraih sextuple atau mendapatkan 6 trofi sekaligus.
Hebatnya lagi, Puyol tak hanya mengubah lini belakang Barcelona menjadi tembok yang sulit ditembus, tetapi juga membawa tembok ini ke level internasional. Piala Eropa 2008 adalah awal dari kejayaan Spanyol di era modern, dan Carles Puyol adalah salah satu pilar pentingnya.
Ia bisa mengendalikan ego para pemain Barcelona dan Real Madrid yang saat itu memang sedang panas-panasnya. Kesatuan kekuatan dua raksasa sepak bola ini benar-benar menjadi kekuatan yang mengerikan. Mereka hanya sekali terbobol di fase gugur Piala Dunia 2010 dan pulang membawa trofinya. Pun di tahun 2012, Puyol masih mampu membawa kembali Piala Eropa.
Sayang, karir Puyol berakhir karena cedera. Ia pensiun di akhir musim 2013/14. Bahkan Puyol sendiri yang mengumumkan keputusan ini di hadapan para media. Ia memutus kontraknya yang masih tersisa dua tahun karena tak ingin memakan gaji buta dari klub kesayangannya, FC Barcelona.
Sumber: Bleachers Brew, Tribuna, Hive, FCB, dan The Guardian