Sepak bola adalah olahraga terpopuler. Lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia menonton pertandingan sepak bola. Sebagai entitas yang populer, sepak bola rentan ditunggangi dan dijadikan alat propaganda.
Diktator Spanyol, Francisco Franco sudah melakukannya. Ia menjadikan sepak bola, khususnya Timnas Spanyol sebagai kuda pacu untuk terus memacu citranya. Dan itu ampuh. Sepak bola memang telah lama digunakan sebagai soft power untuk memberikan pengaruh besar.
Dua negara adidaya: Amerika Serikat dan Tiongkok juga ikut rebutan pengaruh lewat sepak bola. Perebutan itu mungkin akan terjadi lagi usai Donald Trump terpilih kembali menjadi presiden Amerika Serikat. Trump punya hubungan baik dengan Presiden FIFA, Gianni Infantino.
Di sisi lain, China masih dibutuhkan Infantino sebagai mesin pencetak uang. Bagaimana dua negara ini saling memperebutkan pengaruhnya di dunia sepak bola? Starting Eleven Story akan membongkar hal itu.
Daftar Isi
Sepak Bola Tidak Populer di China
Sepak bola telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Derap langkah zaman membuat olahraga ini kian populer. Seluruh belahan dunia membicarakan sepak bola. Dari negara-negara maju di Eropa sampai gang-gang sempit dan tempat pembuangan sampah di Mogi das Cruzes, bola-bola disepak.
Hanya kepopuleran itu tidak sampai ke dua negara adidaya: China dan Amerika Serikat. Dalam sejarahnya, China dianggap sebagai negara asal sepak bola. Masyarakat dari Dinasti Han-lah yang menjadi semacam peletak permainan sepak bola yang kita kenal sekarang. Namun begitu, sepak bola justru tidak populer di Negeri Tirai Bambu.
“Mao Zedong kok baca catatan?” pic.twitter.com/69HfTEN7lj
— Neo Historia Indonesia (@neohistoria_id) January 21, 2024
Setelah Republik Rakyat Tiongkok berdiri, Mao Zedong dipilih sebagai pemimpin pertama. Ia menjabat dari 1949 hingga 1959. Zedong adalah tokoh politik berhaluan marxis, yang juga dikenal sebagai tokoh revolusioner.
Ia pentolan Partai Komunis Tiongkok. Nah, selama kepemimpinan Mao Zedong, Tiongkok tertutup dari pengaruh luar. Makanya sepak bola tidak bisa masuk ke sana. Menariknya, sepak bola masih tidak bisa dimainkan saat Tiongkok mulai terbuka di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping.
Sepak bola baru mulai menjadi perhatian justru ketika China dipimpin oleh Xi Jinping. Presiden ketujuh itu bahkan campur tangan dalam sepak bola. Jinping terus menggenjot sepak bola di China. Tentu ini juga akhirnya berdampak dalam skala global.
Pengaruh Xi Jinping
Pada tahun 2011 atau setahun sebelum menjadi pemimpin, Xi Jinping membeberkan visinya untuk mengubah Tiongkok dari negara kecil di bidang sepak bola menjadi negara adikuasa di bidang sepak bola. Ia juga memaparkan rencana-rencananya, termasuk hasrat membawa China juara Piala Dunia 2050.
Rencana itu pelan-pelan ditata dan diwujudkan Xi Jinping. Tahun 2014 menjadi titik permulaan sepak bola China dibangun. Mereka mendorong para konglomerat dalam negeri untuk investasi ke klub-klub Eropa.
Sebuah foto yang menampilan Xi Jinping, perdana menteri Inggris David Cameron, dan penyerang Manchester City Sergio Aguero yang diambil pada 23 Oktober 2015 menggambarkan betapa seriusnya mereka untuk menancapkan pengaruh di sepak bola.
President Xi Jinping loves football, so why not let Trump learn something about football? https://t.co/1CsEc5ITiN pic.twitter.com/5b5TaDUsRJ
— ShanghaiPanda (@thinking_panda) November 13, 2024
Sebulan setelah foto itu tayang, Jinping membeli 13% saham senilai 265 juta poundsterling atau sekitar Rp5,3 triliun kurs sekarang di perusahaan induk Manchester City. Tak lama kemudian klub-klub di Eropa lain mulai kedatangan investor-investor dari Tiongkok.
AC Milan, Aston Villa, Birmingham City, Inter Milan, Southampton, Parma, West Bromwich Albion, hingga Wolverhampton Wanderers adalah tim-tim yang dijamah para taipan dari Negeri China.
Ditarik ke Liga Lokal
Akan tetapi kekuasaan para konglomerat China di klub-klub Eropa tidak bertahan lama. Perubahan kebijakan pemerintah China, yang semula mendorong investasi ke klub-klub luar untuk berinvestasi ke klub-klub dalam negeri pemicunya. Selain itu, para pembesar China juga tidak berhasil mengembangkan klub Eropa. Ambil contoh apa yang dilakukan Li Yonghong di AC Milan.
Read President Yonghong Li’s words at the #ACMilan China Tour 2017 press conference ➡️ https://t.co/fonDxu6pdr#weareinchina pic.twitter.com/QI7kzYJJP9
— AC Milan (@acmilan) July 16, 2017
China pun menarik investornya dari Eropa dan mencoba mengembangkan Liga China. Tim-tim dari Chinese Super League pun dalam sekejap menjadi tim raksasa. Tidak hanya itu, CSL juga berhasil mendatangkan bintang-bintang asing dengan bayaran yang menggiurkan.
Shanghai SIPG, misalnya, yang memboyong bintang Chelsea, Oscar dengan harga 65 juta dolar (Rp1 triliun). Klub ini juga menghabiskan 60 juta dolar (Rp954 miliar) untuk merekrut Givanildo Vieira de Souza alias Hulk. Jiangsu Suning mengeluarkan 54 juta dolar (Rp859 miliar) untuk mengangkut Alex Teixeira dari Shakhtar Donetsk.
Brazil midfielder Oscar, who has joined China’s Shanghai SIPG from Chelsea, receives a warm welcome at Shanghai pic.twitter.com/JIfTmNpqyN
— Xinhua Sports (@XHSports) January 2, 2017
Sikap jor-joran ini membuat CSL menjadi liga dengan pengeluaran terbanyak. Pada musim 2015/16, jika ditotal, 451 juta dolar atau sekira Rp7,1 triliun kurs sekarang dihabiskan klub-klub CSL di bursa transfer. Namun, program Xi Jinping ini tak bertahan lama.
Korupsi yang menggerogoti federasi dan ketidakberhasilan klub-klub menstabilkan keuangan, ditambah pandemi menjadi pemicu. Hanya dalam waktu kurang dari 10 tahun, sepak bola China ambruk, dan terpaksa harus memulainya lagi dari bawah.
Amerika Serikat Anti-Sepak Bola
Meski sepak bola China terkapar, tapi pengaruh China di sepak bola masih bertahan. Ingat Starting Eleven Story pernah membahas bagaimana China selalu lolos dari sanksi FIFA? Nah itu salah satunya.
Setelah dari China, kita akan beralih ke Amerika Serikat. Paman Sam tak seperti China yang, dalam sejarahnya, penemu sepak bola. Di Amerika Serikat, sepak bola yang kita kenal sekarang ini bukan budaya mereka. Bahkan dalam sebuah masa, Amerika sangat anti terhadap sepak bola.
Si se desata una guerra civil dentro de la ANFP, me sumo a este bando de corte Marxista- Leninista, por la abolición total de la ANFP y la creación se un soviet deportivo y social, hecho por y para el proletariado futbolero.
Contra el fascismo y la hegemonía de la burguesía. pic.twitter.com/raAJXjqRJ2— Un temblor en el bosque (@mavtsinho1) October 15, 2024
Bagi orang Amerika, sepak bola dianggap sebagai olahraganya kaum sosialis-komunis. Sepak bola dianggap jauh sekali dari budaya-budaya Amerika. Namun, pandangan Amerika tentang sepak bola ini lalu berubah ketika Pele datang ke sana pada tahun 1975, membela New York Cosmos.
Di tangan Pele sepak bola menjadi indah dan menghibur. Pengaruh Pele di Amerika pun luar biasa. Bahkan Amerika Serikat akhirnya malah menjadi tuan rumah Piala Dunia 1994. Piala Dunia tersebut sebetulnya bisa menjadi momentum kebangkitan sepak bola di Amerika. Tapi liga mereka gagal memanfaatkan itu.
The 1994 #WorldCup reached its climax #onthisday!
So it’s been 25 years since:
🏟️The Rose Bowl
👶Bebeto’s celebration
💔Baggio’s heartbreak
😅Diana Ross’s penalty
⭐️And a fourth star for 🇧🇷Brazil pic.twitter.com/OtLrCFzMJC— FIFA World Cup (@FIFAWorldCup) July 17, 2019
Investor AS di Eropa
Liga Amerika Serikat agaknya mulai mengambil satu ruang perhatian saat kedatangan David Beckham ke La Galaxy pada tahun 2007. Namun, sampai dengan saat itu, termasuk setelah Amerika Serikat melangkah ke perempat final Piala Dunia 2002, sepak bola masih belum populer.
Ia belum membudaya. Anggapan bahwa sepak bola milik sosialis-komunis masih langgeng. Waktu itu Amerika juga membentuk diri sebagai rajanya budaya. Mereka melebarkan pengaruhnya lewat film-film layar lebar. Namun setelah bertahan cukup lama dengan film sendiri, masyarakat Amerika mulai muak dan beralih ke film maupun tayangan dari negara lain.
November Releasing Movies List🔥
Nov 8th #ChiefOfStation VROTT
Nov 12th #DeadpoolWolverine
Nov 20 #GTMax & #TheMerryGentleMan Net
Nov 22 #SpellBound Net
Nov 23rd #HaroldAndPurpleCrayon Net
Nov 27th #OurLittleSecret Net
Soon #AlienRomulus
In Theater’s #Gladiator2 Nov 15th pic.twitter.com/wpCHriQmz7
— Hollywood News In Tamil💯 (@HollywoodTamil0) October 30, 2024
Dengan luasnya akses, masyarakat Amerika juga menikmati sajian dari segala macam genre, salah satunya olahraga. Di titik inilah para pebisnis Amerika mulai menyadari bahwa olahraga, termasuk di dalamnya adalah sepak bola bisa menjadi lahan bisnis yang menggiurkan.
Singkat cerita, tatkala konglomerat China menarik investasinya di klub-klub Eropa, pengusaha Amerika masuk menggantikannya. Tengoklah bagaimana perusahaan manajemen aset dari Amerika, Oaktree Capital sanggup mengusir Steven Zhang dari Inter. Klub-klub Eropa lain kiwari justru lebih banyak dikuasai oleh pengusaha Amerika Serikat.
⚫️🔵 Inter are now officially owned by American fund Oaktree.
Oaktree Capital has taken control of the club after Suning Group’s €368m loan was not returned, no agreement reached. pic.twitter.com/UXSp9oPXjm
— Fabrizio Romano (@FabrizioRomano) May 22, 2024
Glazers Family di Manchester United, Stan Kroenke di Arsenal, Dan Friedkin di AS Roma, Redbird Capital penguasa AC Milan, FSG di Liverpool, John Textor di Olympique Lyon, hingga si begundal Todd Boehly di Chelsea. Apakah dengan banyaknya pengusaha Amerika yang menguasai klub-klub Eropa menjadikan Amerika memenangkan persaingan ini atas China?
Bisa iya, tapi kemungkinan tidak. Walau investor China tak lagi berkuasa di klub-klub Eropa, tapi pengaruh China di sepak bola masih sangat kuat. Xi Jinping berhubungan baik dengan Gianni Infantino. Donald Trump juga bisa memanfaatkan sepak bola demi citranya, karena pada 2026 nanti Amerika menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Sumber: Chinausfocus, Linkedin, TheAthletic, CNN, AEI, WorldSoccerTalk, Promoovertime, CSMonitor, AthleticInterest