The Haye Way, podcast yang digawangi oleh Thom Haye kembali mengundang pemain Timnas Indonesia sebagai narasumber. Kali ini, pemain yang dipilih adalah Kevin Diks. Di episode tersebut, Kevin bercerita banyak hal tentang perjalanan karirnya. Salah satunya saat merantau ke Italia bersama Fiorentina.
Dalam video yang berdurasi hampir satu jam itu, Kevin cukup emosional saat menceritakan tentang Fiorentina. Sebab, Italia jadi chapter terberat dalam karirnya. Sedikit banyak momen itulah yang membentuk Kevin sebagai pesepakbola yang lebih baik, bijaksana, dan dewasa seperti sekarang.
Tapi seberat apa sih perjuangan Kevin? Setelah ditelusuri, ternyata Fiorentina memperlakukan Kevin dengan tidak hormat. Penasaran bagaimana cerita selengkapnya? Mari kita kupas bersama.
Daftar Isi
Bersinar di Vitesse
Semua perjalanan pahit Kevin Diks di Serie A berawal saat dirinya muncul sebagai talenta berbakat di Liga Belanda, bersama Vitesse. Ya, Kevin merupakan produk asli klub bernuansa hitam-kuning tersebut. Di Vitesse, bakatnya terasah hingga akhirnya debut di tim utama pada musim 2014/15. Kala itu, klub yang sempat didanai oleh Roman Abramovich itu masih dilatih Peter Bosz.
Pada usia 17, Peter memberikan kesempatan kepada Kevin untuk debut di laga melawan PEC Zwolle. Meski pada akhirnya Vitesse kalah 2-1, Kevin bermain penuh di laga tersebut. Bermain sebagai bek kanan, Kevin cukup memuaskan. Maka dari itu, setelah laga itu Kevin pun mulai rajin mengisi sektor kanan pertahanan Vitesse. Di musim 2014/15, Kevin bahkan sudah mencatatkan 22 penampilan di Eredivisie.
Di musim 2015/16, bakat Kevin Diks semakin terpancar. Posisi Diks hampir tak tergantikan. Mencatatkan 30 penampilan di Eredivisie, Kevin menjelma jadi bek yang memiliki naluri menyerang tinggi. Akselerasi dan bagaimana dirinya menjadi pelayan bagi pemain-pemain di lini depan sangat menawan. Itu dibuktikan dengan catatan dua gol dan empat assist-nya. Tak cuma itu, Kevin juga mengantarkan Vitesse menembus sepuluh besar Liga Belanda.
Di usianya yang baru 19 tahun, Kevin Diks pun dianggap sebagai talenta yang potensial saat itu. Beberapa klub papan atas Eredivisie pun berusaha menggoda Vitesse untuk melepasnya. Namun, tawaran yang diterima justru dari Fiorentina, klub luar Belanda. Kala itu, Fiorentina menawarkan 2,9 juta euro belum termasuk bonus. Kevin diikat kontrak berdurasi lima tahun kala itu.
Merantau ke Fiorentina
Pada tahun 2016, Kevin Diks pun resmi diperkenalkan sebagai pemain baru La Viola. Kevin didatangkan bersamaan dengan mendiang Davide Astori, Ianis Hagi, Cristian Tello, dan Riccardo Saponara. Kevin bahkan saat itu satu tim dengan Federico Chiesa yang baru saja dipromosikan dari Fiorentina U-20.
Awal-awal Kevin di Fiorentina sangat lambat. Kevin kesulitan untuk menembus skuad utama La Viola. Mentok cuma jadi pemain cadangan, tak lebih. Di enam bulan pertamanya mengarungi Serie A musim 2016/17, Kevin bahkan hanya bermain selama lima menit dalam dua pertandingan. Dua menit saat menghadapi Cagliari dan tiga menit saat menghadapi Napoli.
Sisanya, Kevin hanya dimainkan di tim Fiorentina U-19 yang berlaga di Primavera A. Di tim muda, Kevin pun tak mendapat banyak kesempatan. Tercatat, ia tampil sebanyak enam kali dengan catatan dua gol. Dua gol sebagai pemain belakang? Tentunya bukan suatu hal yang buruk. Maka dari itu, Fiorentina masih percaya padanya.
Namun, karena dirasa sulit beradaptasi di skuad utama, Kevin Diks pun kembali dipinjamkan ke Vitesse pada awal tahun 2017. Harapannya, dengan bermain di tanah kelahiran, Kevin bisa mengembalikan mental dan mood bermainnya. Kevin pun senada dengan harapan La Viola. Dirinya bersemangat untuk membuktikan diri di masa peminjaman ini.
Dibuang Sana Sini
Di saat Kevin Diks berambisi untuk membuktikan diri di Eredivisie, ego dan pola pikir yang sudah berubah justru jadi penghalang untuk dirinya berkembang. “Saya sangat bersemangat karena ingin menunjukkan kemampuan saya. Tetapi, saya tidak dalam pola pikir yang tepat. Saya menjalani setengah musim yang sangat buruk di Vitesse,” ungkap Kevin.
Masa peminjaman di Vitesse tidak berjalan baik. Kevin justru bermain seperti cacing kepanasan. Terkadang, terlalu memaksakan diri sehingga melakukan banyak pelanggaran tak perlu. Dalam sebelas pertandingan yang dimainkan, Kevin gagal mencetak gol maupun assist. Kevin hanya membawa pulang empat kartu kuning dan satu kartu merah, berkat performa yang penuh emosi itu.
Setelah masa peminjaman yang gagal, Kevin pun kembali dipinjamkan ke klub Belanda. Kali ini, Feyenoord jadi tim yang menampung talenta Kevin. Namun, ketika berada dalam penerbangan menuju Belanda, Kevin mendapat kabar bahwa Fiorentina justru mendatangkan bek baru, Nikola Milenković dari Partizan.
Hati dan pikiran Kevin pun kacau. Kevin merasa Fiorentina sudah tidak menginginkannya lagi. Mungkin ini hanya perkara waktu sampai La Viola benar-benar menyingkirkannya dari skuad. Namun, momen ini justru jadi titik balik Kevin di Belanda. Di saat mulai putus asa dengan masa depannya, performanya bersama Feyenoord justru membaik.
Kevin cukup diandalkan oleh sang pelatih, Giovanni van Bronckhorst. Pemain berusia 28 tahun itu mengantongi 31 penampilan dan mencetak 4 assist di semua kompetisi musim 2017/18. Dirinya bahkan jadi pilihan utama saat Feyenoord tampil di Liga Champions dan harus berhadapan dengan Napoli dan Manchester City.
Kembali dan Cedera
Harapan pun mulai tumbuh kembali. Asa yang sempat padam mulai kembali menyala. Kevin Diks berharap performanya di Feyenoord jadi portofolio yang cukup untuk meyakinkan Fiorentina bahwa dirinya adalah pemain berkualitas. Fiorentina akhirnya memulangkan Kevin. Stefano Pioli kala itu ingin memberikan peran vital untuk Kevin di musim 2018/19.
Menurut penuturan Kevin, pramusim untuk persiapan musim 2018/19 berjalan sangat baik. Kevin yang semakin matang kemudian diberi harapan untuk mendapat tempat di Fiorentina. Tapi, di awal musim, harapan itu ternyata sekadar omon-omon. Nikola Milenkovic yang sebetulnya berposisi sebagai bek tengah justru dipasang sebagai bek kanan.
Selama 13 pekan pertama di Serie A musim 2018/19, Kevin tak pernah mengenakan jersey bernomor 34 miliknya. Padahal, nomor itu dipilih sebagai bentuk penghormatan kepada salah satu temannya, Abdelhak Nouri. Saat itu, Kevin hanya ikut latihan secara rutin. Tapi cuma sampai tahap pemanasan doang. Nggak pernah main sama sekali.
Keadaan semakin parah karena Kevin kemudian mengalami cedera lutut yang parah pada awal Desember 2018. Sebagai klub di mana Kevin bernaung, Fiorentina pun langsung bertindak. Tapi terkesan seadanya. Cedera Kevin tidak ditangani dengan baik. Bahkan, sang pemain tidak mendapat hasil diagnosa yang jelas dari dokter.
Semakin Buruk di Empoli
Belum juga pulih 100%, La Viola justru lepas tanggung jawab dan meminjamkan Kevin Diks ke Empoli pada awal tahun 2019. Di sinilah situasi yang sudah buruk, justru makin runyam. Kevin masih harus menjalani proses penyembuhan. Tapi, tim dokter Empoli juga bergerak lambat.
Kevin yang belum mau karirnya berakhir, memutuskan untuk terbang ke Belgia guna mencari dokter dan fisioterapis sendiri. Sendirinya tuh bener-bener apa-apanya sendiri. Tanpa uluran tangan Fiorentina. Jadi, selama empat bulan penyembuhan di Belgia, Kevin hanya ditemani agennya. Kevin pun membayar biaya akomodasi dan pengobatan menggunakan dana pribadi.
Bahkan, Kevin juga mengaku kalau dirinya sempat tidak menerima gaji saat absen karena cedera. “Saya mengalami masa di mana saya tidak menerima gaji di Italia. Itu kadang-kadang terjadi. Lalu saya benar-benar muak,” tutur Kevin di podcast-nya Thom Haye. Pada akhirnya, momen itulah yang menjadi titik terendah karir Kevin Diks.
Kevin sadar bahwa Italia bukan tempat yang cocok untuknya. Maka dari itu, saat kontraknya bersama Fiorentina habis, dirinya langsung menjauh dari Italia dan pergi ke Denmark, negara yang berjarak lebih dari 2000 kilometer dari Italia, untuk bergabung FC Copenhagen tahun 2021. Di Parken Stadium lah, Kevin akhirnya menemukan apa itu cinta dan kasih dalam sepakbola.
Sumber: Football Italia, Viola Nations, Football Oranje, Poskota