Liverpool? Wkwk, hadehh hadehh, baru denger nama itu klub aja saya udah nggak tahan pengen ngakak, keinget sama tingkah fans-nya dulu di awal musim yang pede minta pihak Premier League langsung memberikan trofi EPL kepada Liverpool. Sabar pul, tunggu lagi aja 30 tahun mendatang buat juara lagi.
Laga menghadapi Fulham adalah pertandingan yang mengantarkan Liverpool pada fakta mereka kalah enam kali berturut-turut di Anfield. Iya gengs kalah enam kali di Anfield. This is Anfield. Sebelumnya juga Si Merah sudah kalah dari Chelsea dengan skor 1-0. Waktu itu saya kira kekalahan melawan Chelsea akan menjadi titik balik Liverpool untuk bangkit dan mengevaluasi permainan mereka bagaimana. Eh lah ternyata sama aja, masih betah nongkrong di papan tengah.
Jalannya laga lumayan juga, kedua tim saling adu balas serangan. Hanya saja permainan impresif dari kedua tim belum bisa membuahkan satu gol sekalipun. Ada yang bolanya masih bisa diblok kiper, ada yang melenceng, melebar, menyempit, melayang, halah mbuh nggak ada yang bener penyelesaian akhirnya.
Hingga hadiah free-kick Fulham mampu membuat The Reds kembali menangis. Iya, bukan menangis karena pinalti, tapi free-kick. Rupanya pihak Fulham nggak mau kalo dapet pinalti, nanti manager klub lawan ngitungin jumlahnya. Jadilah titik pinalti digeser keluar kotak yang menjadi penyebab awal terjadinya gol Mario Lemina.
Babak kedua Liverpool menang membalas serangan demi mencari gol balasan. Berbagai upaya dilakukan tapi belum juga gol itu datang. Disini Fulham juga tidak tinggal diam nonton bentengnya diserang anak-anak Juergen Klopp, mereka merapatkan barisan di pertahanan sendiri, membentuk formasi seperti bus yang terparkir di depan mall. Dan taktik parkir bus itu berjalan sukses, Liverpool sangat frustasi karena sampai laga selesai gagal menembus pertahanan Fulham untuk mencetak gol.
Disini memang pertahanan Fulham sangat layak diapresiasi, membuat Liverpool hanya mampu menciptakan tiga shoot on target dari enam belas percobaan yang mereka lakukan. Udah macem tim medioker tau nggak kalian itu Liverpool dibuatnya.
Kekalahan melawan Fulham juga menambah buruknya daftar panjang klub Merseyside merah ini. Total sudah enam kali berturut-turut mereka kalah di Anfield tahun 2021 ini, yang pertama waktu lawan Burnley, terus Brighton, Manchester City, Everton, Chelsea dan yang paling baru dengan Fulham. Enam kali kekalahan di Anfield itu adalah rekor baru yang pertama bagi Liverpool. Ah mantap slurr, klub lain cetak sejarah membanggakan, Liverpool bikin sejarah malah membagongkan. Canda bagong.
Yang paling sedih disini selain fans ya manager, karena saat tim kalah yang paling disorot adalah si juru taktik. Kok bisa seorang Klopp yang juara bertahan Premier League dan membawa Liverpool juara UCL yang ke-enam kali bisa seampas itu musim ini? Awal musim masih okelah masuk jajaran favorit klub juara, nah pas akhir tahun kemarin nih mulai dah ancur-ancuran mainnya nggak karuan. Bahkan mereka belum sekalipun mencatatkan kemenangan di kandang sejak boxing day. Ebuset lama amat ternyata ya cuy.
Dilansir dari SkySports, Klopp menceritakan kondisi timnya usai beberapa pekan terakhir menuai hasil yang cukup buruk.
“Tau nggak sih, kebobolan sebelum babak pertama kelar tuh kek jadi pukulan telak gitu. Kita udah coba respon dengan nyerang balik, dan gue rasa anak-anak juga ya nglakuin itu buat menang. Ya walaupun akhirnya kita nggak nyetak gol juga sih, dan itu jelas lah jadi masalah. Tapi gue rasa kalian bisa liat sendiri lah ya, anak-anak masih punya ambisi buat menang, mereka ya pengen menang cuma emang di laga tadi ternyata belum bisa sesuai harapan.”
Dengan ambyarnya Liverpool membuat diri mereka sendiri longsor ke klasemen papan bawah dengan perolehan 43 poin dari 28 laga, jauh lebih buruk dari catatan David Moyes kala melatih MU dulu. Padahal ya kalian tau sendiri cemana bobroknya si Moyes jaman masih di MU. Ternyata ini Liverpool malah lebih parah hyung. Malah Moyes di West Ham yang gacor menuju tak terbatas dan melampauinya berkat kolaborasi dengan Jesse Lingard.
Bahkan ya meskipun Liverpool sudah longsor keluar dari enam besar, mereka juga berpeluang makin terjun bebas andai kata tim dibawahnya bisa menyapu bersih pertandingan, makin sulit sepertinya untuk masuk zona Liga Champions. Yaudah lah mungkin Liverpool rindu dengan persaingan bersama Arsenal, nggak bisa bersaing di papan atas, papan tengah pun jadi.
Kekalahan Liverpool salah satunya disebabkan oleh faktor lini depan yang tumpul, dari lebih seratus tembakan yang mereka coba, hanya satu gol yang berhasil mereka sarangkan. Padahal ya memang tidak dipungkiri jika Liverpool hampir selalu tampil diatas lapangan dengan menguasai jalannya pertandingan, tapi penyelesaian akhir mereka benar-benar amat sangat kek klub amatiran, seperti bukan Liverpool yang juara Liga Champions dua musim silam.
Mohamed Salah yang didapuk sebagai ujung tombak utama Liverpool pun tidak bisa berbuat banyak, produktivitas golnya sedang mampet. Terhitung sudah empat laga beruntun dirinya tidak mampu mencetak gol. Bagaimana dengan kedua rekannya yang bergabung dalam Trio Firmansah? Lebih parah hyung, sudah delapan pertandingan berturut-turut Sadio Mane dan Roberto Firmino gagal membukan gol.
Seperti yang kita ketahui, selain karena patennya lini belakang Liverpool yaitu Alisson Becker dan Virgil Van Dijk yang mampu membawa Liverpool juara, Trio Firmansah di masa keemasan juga menjadi ujung tombak paling mengerikan untuk lawan. Tapi seperti yang kita lihat, Van Dijk cedera, Alisson sering underperform, dan Trio kebanggaan mereka juga sedang tidak baik-baik saja. Imbasnya ya ada di kekacauan permainan, karena bisa kita lihat jika kualitas pemain Liverpool dari yang inti dan cadangan sangat timpang jauh.
Kekalahan Liverpool makin pilu lagi karena disaat yang bersamaan, rival abadi mereka berhasil menumbangkan Manchester City, iya City cuy, klub yang membantai Liverpool dulu di Anfield dengan skor kemenangan 4-1. Kemenangan sang rival tersebut sebenarnya diluar prediksi, karena performa City yang sedang gila-gilaan.
Klub tetangga Liverpool, yaitu Everton juga berada di posisi klasemen yang cukup lebih baik dari Liverpool, meskipun mereka baru saja menelan kekalahan saat bertemu dengan Chelsea asuhan pelatih baru Thomas Tuchel. Tidak bisa dibohongi tentu sangat menjengkelkan disaat tim kita sedang mode ngampas, eh rival malah lagi gacor gacornya.
Belum ditambah dengan sang mantan yaitu Steven Gerrard yang berhasil membawa Rangers juara Liga Skotlandia dengan masih menyisakan enam laga yang belum dimainkan. Akan menjadi dilema tersendiri pastinya bagi fans Liverpool, antara ingin mempertahankan Klopp yang sudah memberikan gelar bergengsi sebelumnya, atau membawa pulang Gerrard yang notabene adalah sang legenda, mengingat banyak sekali saat ini klub yang memakai jasa legenda mereka sebagai juru taktik.