Benarkah Serangan Balik Jadi Strategi Populer di Sepak Bola Saat Ini?

spot_img

Jose Mourinho, pelatih yang terkenal bermulut bersih suatu hari pernah berujar begini, “Ada penyair di dunia sepak bola, tetapi penyair, mereka tidak memenangkan banyak gelar.” Jelas penyair yang dimaksud Mourinho adalah orang-orang yang menganggap sepak bola mesti dilakukan dengan cara yang indah.

Namun permainan indah, menurutnya, tidak relevan untuk mendapatkan gelar. Meski tak sedikit contoh yang bisa melakukan itu, Mourinho tak goyah dengan keyakinannya. Sepak bola yang diyakini Mourinho adalah sepak bola yang menghasilkan kemenangan. Bermain bertahan lalu menghantam lawan melalui serangan balik adalah prinsipnya.

Strategi ini pernah jadi buah bibir dan Mourinho, selalu dikritik akan hal itu. Sepak bola bertahan dan cuma mengandalkan serangan balik dianggap karatan. Sepak bola dengan penguasaan bola, dar-der-dor penuh serangan, lebih nyaman ditonton. Tapi yang dituntut sebuah tim adalah kemenangan, bukan main cantik.

Nah, saat ini strategi serangan balik jauh lebih populer daripada penguasaan bola. Benarkah demikian? Mari kita bahas.

Dua Gaya yang Berbeda

Bertahan dan menyerang sering dipertentangkan. Sepak bola menyerang acap kali dianggap ideal dan enak ditonton. Sebaliknya, bertahan disebut sebagai permainan yang sangat membosankan, tidak menarik, cupu, dan biasanya disebut pragmatis. Dalam filsafat, aliran pragmatisme hanya menilai sesuatu dari segi kebermanfaatannya saja.

Di sepak bola, permainan pragmatis sering dikatai hanya mau enaknya saja. Padahal pragmatisme itu sendiri tidak bisa dinisbatkan kepada salah satunya. Baik menyerang maupun bertahan, sebetulnya sama-sama berasal dari pengetahuan, ilmu, dan preferensi pelatih.

Pengetahuan dan ilmu membuat Johan Cruyff mengembangkan total voetbal. Sepak bola menyerang dan menguasai bola, serta dinamisme posisi menjadi ciri khasnya. Lalu, sejumlah umat manusia termasuk Pep Guardiola belajar padanya. Berguru, hingga lewat ilmu dan kemampuan berpikirnya sendiri, Guardiola putuskan menganut aliran Johan Cruyff.

Guardiola mempraktekkan mazhab itu. Sukses. Hingga pada suatu ketika muncul Jose Mourinho. Mourinho juga pernah bekerja di Barcelona. Tapi dia bukan penganut Cruyff. Mourinho bukan murid sang filsuf asal Belanda. Di Barca, ia hanya penerjemah. Penerjemah yang punya jalan sendiri dan sedikit keras kepala.

Guardiola bertemu Jose Mourinho. Kalah. Total voetbal, penguasaan bola, menyerang penuh semangat, kalah di hadapan gigihnya sepak bola bertahan dan serangan balik yang diusung Jose Mourinho.

Timbul Tenggelam

Kesuksesan Mourinho meruntuhkan dinasti sepak bola menyerang dan penguasaan bola membuat semua orang mengikutinya. Strategi jenis ini menjadi populer. Mourinho sendiri membawa Chelsea back to back Liga Inggris dengan cara itu. Di Spanyol, Diego Simeone memberikan gelar La Liga buat Atletico Madrid.

Di Italia, lima musim beruntun Massimiliano Allegri membawa Juventus juara Serie A. Masih banyak lagi contohnya, tapi tentu akan panjang apabila disebutkan semua. Tapi sepak bola ala Mourinho pada gilirannya runtuh juga. Lahirnya pelatih-pelatih baru yang lebih kreatif memaksimalkan strategi penguasaan bola membunuh taktik usang itu.

Xabi Alonso mengantarkan Bayer Leverkusen ke tahta Bundesliga pertama kali tanpa kekalahan. Lebih lama dari itu, ada Hansi Flick dengan sextuple fenomenal di Bayern Munchen. Di Barcelona, dengan gaya bermain menyerang, Luis Enrique menciptakan trio mematikan pembawa treble.

Sepak bola penguasaan bola dan menyerang dianut para pelatih generasi baru. Thiago Motta, misalnya, mengubah citra Juventus dari sepak bola tunggu kerupuk jadi lebih aktif. Terbaru, kita kenal baik Patrick Kluivert. Pengagum Cruyff itu menyulap tim lemah seperti Timnas Curacao menjadi tim yang seolah-olah superior lewat penguasaan bola dan sepak bola menyerang.

Tapi setelah itu penguasaan bola dan sepak bola menyerang lumpuh lagi. Zaman kembali ke sepak bola bertahan dan serangan balik. Seperti kata Alex Ferguson, “Serangan akan memenangkan pertandingan, sedangkan bertahan akan memenangkan gelar.” Sepak bola yang sekarang mengedepankan hasil, maka pilihan kedua lebih sering diambil.

Carlo Ancelotti di Real Madrid berkali-kali menghentikan lawan dengan strategi itu. Erik ten Hag mempecundangi Manchester City-nya Guardiola di final Piala FA tahun lalu, juga dengan serangan balik. Sepak bola saat ini sepertinya sudah beralih lagi pada strategi serangan balik. Dan itu fakta.

Sering Dipakai Klub EPL Sejak 2018/19

Di Liga Inggris, di mana kemenangan bak Tuhan yang selalu disembah, strategi serangan balik sudah sering digunakan sejak musim 2018/19. Mengutip The Athletic, dari musim itu hingga setidaknya musim 2022/23, jumlah gol dari serangan balik meningkat di Liga Inggris.

Musim 2018/19 ada 68 gol dari serangan balik, lalu di musim 2022/23 jumlah gol dari serangan balik menyentuh 87 gol. Nilai expected goals dari serangan balik juga konsisten di lebih dari 55 per 90 menit.

The Athletic tidak memperlihatkan data musim 2023/24 dan 2024/25. Tapi terdapat data lain yang menunjukkan hal yang kurang lebih sama. Musim lalu preferensi mencetak gol lewat serangan balik juga masih populer di Liga Inggris. 

Datanya, menurut situs resmi Premier League, 81 gol tercipta dari situasi serangan balik. Musim ini datanya belum ada. Tapi tim yang masih memuncaki klasemen saat ini, Liverpool, masih memimpin sebagai tim dengan gol dari serangan balik terbanyak, yaitu 10 gol.

Apakah Hanya Ada di EPL?

Ah, hanya ada di Liga Inggris doang kali? Tidak, di liga lain pun sama. Metode serangan balik gandrung dipakai di La Liga. Di sebuah siniar La Liga Beyond Stats, dua tim dari lima tim dengan persentase gol dari serangan balik tertinggi, yaitu Real Madrid dan Atletico Madrid berada di klasemen teratas La Liga musim ini.

Real Madrid yang di jornada ke-20 menaklukkan Las Palmas bahkan memuncaki klasemen. Di Bundesliga, menurut Who Scored, musim ini hingga spieltag ke-18 sudah ada 47 gol tercipta lewat serangan balik.

Eintracht Frankfurt beberapa musim lalu kesulitan berada di tiga besar. Tapi musim ini mereka sudah bertengger di sana. Apa rahasianya? Serangan balik. Pasukan Dino Toppmoller adalah tim dengan gol serangan balik terbanyak di Bundesliga musim ini dengan 8 gol.

Ligue 1 malah lebih banyak lagi. Menurut Who Scored, jumlah gol dari serangan balik di Ligue 1 mencapai 56 gol. PSG, AS Monaco, dan OGC Nice menjadi tiga di antara empat tim teratas dengan jumlah gol melalui counter terbanyak menurut Who Scored.

Lebih Minim Resiko

“Menguasai bola berarti lebih banyak peluang untuk kehilangan bola,” kata Mourinho. Kehilangan bola berimplikasi pada resiko kekalahan. Resiko kekalahan dengan menerapkan strategi penguasaan bola, saat ini, umumnya lebih besar ketimbang bermain serangan balik.

Bermain serangan balik bukan tanpa resiko. Tapi setidaknya resikonya minim. Taktik serangan balik biasanya jitu ketika dipakai melawan tim yang lebih superior. Umumnya, tim yang merasa superior akan memilih menguasai bola. Padahal tim yang seperti itu rentan dirusak permainannya.

Untuk sukses melakukan serangan balik, dibutuhkan rencana matang. Sinergi setiap posisi tidak bisa diganggu gugat. Karena serangan balik titik tumpu permainannya adalah bertahan, maka pertahanan solid kuncinya. Strategi ini membutuhkan fleksibilitas lini bertahan. Juga pemain tengah yang sudi bermain lebih capek dengan ikut bertahan.

Contoh

Dalam serangan balik, umpan-umpan pendek dari kaki-kaki terbatas. Umpan silang dan direct lebih sering digunakan. Fungsinya sederhana: menyerang cepat saat berhasil merusak penguasaan bola lawan. Nuno Espirito Santo melakukan itu di Nottingham Forest musim ini. Hasilnya jitu. Liverpool dua kali gagal mengalahkan mereka.

Di Liga Spanyol kala menghadapi Barcelona, Las Palmas memilih bermain menunggu. Sementara Hansi Flick menginstruksikan anak asuhnya agar terus menguasai bola, dan menggempur pertahanan Las Palmas. Barcelona memang mencetak gol, tapi mereka lupa perkataan Mourinho. Saat Barcelona kehilangan bola, Las Palmas menghukum mereka lewat dua gol.

Meski kini serangan balik sedang tren, gaya bermain, apa pun itu: bertahan, menyerang, serangan balik; tidak bisa dihakimi satu benar, yang lain tidak. Gaya permainan adalah persoalan preferensi, pilihan, dan kenyamanan yang dipengaruhi oleh sekian latar belakang.

https://www.youtube.com/watch?v=mv33NsH6b5A&t=0s

Sumber: PremierLeague, TheAthletic, BreakingTheLines, Footballcoin, TheseFootballTimes

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru