Sampai bosan rasanya mengatakan bahwa Josep Guardiola adalah pelatih terbaik di dunia. Tapi yah, mau bagaimana lagi. Pelatih yang kini membesut Manchester City itu memang layak disebut pelatih terbaik di dunia, terutama di era saat ini. Hanya saja, bagi sebagian orang, Guardiola tidak cukup layak disebut pelatih terbaik.
Banyak pengkritik mengatakan kalau Guardiola hanyalah pelatih yang beruntung. Ia bisa sukses karena hanya mau melatih tim yang sudah mapan. Coba saja kalau dia melatih tim semenjana, belum tentu bisa sukses. Demikian para pengkritik yang suka berisik.
Tapi, memangnya benar Guardiola hanya bisa melatih tim yang sudah mapan, katakanlah kaya? Apa Pep Guardiola itu tidak mau melatih tim kecil?
Daftar Isi
Menghabiskan Banyak Uang
Anggapan itu muncul juga salah satunya karena Guardiola disebut-sebut pelatih yang boros dalam pengeluaran. Dilaporkan beberapa media, termasuk Diario AS, bahwa Guardiola merupakan satu-satunya manajer yang menyentuh angka pengeluaran 2 miliar euro lebih (Rp33,8 triliun) hanya untuk transfer pemain sepanjang kariernya.
Pengeluaran Guardiola paling banyak adalah saat melatih Manchester City. Dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa Guardiola menghabiskan total lebih dari 1,4 miliar euro (Rp23,6 triliun) selama melatih The Citizens. Angka itu jauh lebih banyak saat ia menukangi Bayern Munchen dan Barcelona.
In the past 4 seasons:
— FootballFunnys (@FootballFunnnys) May 28, 2021
Man City net spend – €443.3
Man Utd net spend – €415.15
Man City trophies – 10
Man Utd trophies – 0
The difference is that one team has Pep Guardiola and the other doesn't. pic.twitter.com/c7vnzJQkXS
Bersama Die Roten, Guardiola menghabiskan 205 juta euro (Rp3,4 triliun) anggaran untuk transfer pemain. Sementara itu, selama masanya di Barcelona, Guardiola menghabiskan total 342 juta euro (Rp5,7 triliun). Alhasil, karena banyak menghabiskan duit untuk transfer pemain, Guardiola disindir hanya bisa menangani tim yang sudah mapan.
Apalagi Barcelona dan Bayern Munchen adalah tim yang sudah sukses sebelum ditukangi oleh Guardiola. Hal itu juga diakui oleh Guardiola sendiri. Dilansir Give Me Sport, Pep Guardiola mengatakan, ia bisa sukses karena melatih tim-tim terbaik.
Melanjutkan Legasi di Barcelona
Harus diakui di Barcelona, Guardiola memang melanjutkan legasi yang sudah diciptakan oleh Johan Cruyff, gurunya sendiri. Ia lebih banyak mewarisi tim yang sudah dibangun oleh pendahulunya, Frank Rijkaard. Jadi, meskipun kalau ditotal Guardiola menghabiskan banyak uang di Barcelona, tapi sebetulnya ia tidak terlalu jor-joran dalam membeli pemain.
Pep Guardiola melatih Barcelona selama empat musim, dari musim 2008/09 hingga musim 2011/12. Selama itu, Guardiola ‘hanya’ membeli 17 pemain, dan kalau dirata-rata, per musim Guardiola membeli sekitar empat pemain saja. Hal itu terjadi karena sedikit banyak kekuatan Barcelona era Guardiola ditopang oleh para pemain dari akademi mereka sendiri.
🥇| Pep Guardiola is the only manager in history to win a sextuple in one season.
— City Chief (@City_Chief) March 4, 2020
He did it in his first year in charge at Barcelona.
🏆🏆🏆🏆🏆🏆 pic.twitter.com/6iPzIdzbFj
Saat mengambil alih kursi kepelatihan tim utama menggantikan Rijkaard, Guardiola membuka pintu lebar-lebar untuk para pemain cadangan dan akademi. Ini bisa dipahami karena sebelum menukangi tim utama, Guardiola merupakan pelatih Barcelona B.
Ada banyak pemain dari Barcelona B yang akhirnya dibawa ke tim utama oleh Guardiola. Sebut saja misalnya Sergio Busquets, Thiago Alcantara, sampai Pedro Rodriguez.
Meskipun disebut tim yang sudah matang, kenyataannya kala Guardiola mengambil alih tim utama, Barcelona melalui dua musim sebelumnya tanpa meraih trofi, kecuali Supercopa de Espana. Itu pun jika Piala Super Spanyol layak disebut trofi mayor. Nah, Pep Guardiola berhasil menyulapnya menjadi tim yang garang lagi.
Bayern Munchen dan City
Lalu, selama tiga musimnya di Bayern Munchen, Guardiola juga tidak banyak membeli pemain. Hanya 16 pemain dalam tiga musim. Itu artinya, Guardiola hanya membeli empat pemain saja. Ia melanjutkan kerangka tim yang sudah dibangun oleh pelatih sebelumnya, Jupp Heynckes.
Guardiola sebetulnya mulai banyak pengeluarannya adalah ketika di Manchester City. Tepat di titik itu pulalah, banyak yang meyakini seumpama Guardiola tidak melatih City, tidak mungkin ia akan sukses. Tapi sebetulnya bukan itu titik poinnya.
Flashback to the day Pep Guardiola joined Manchester City 💙 pic.twitter.com/ftOMKFgNro
— City Chief (@City_Chief) November 22, 2021
Mungkin saja, tanpa Guardiola, justru Manchester City yang tidak akan sukses. Berbeda dengan dua tim yang dilatih sebelumnya, Manchester City sejatinya bukan tim yang sudah benar-benar mapan.
Saat Guardiola datang, The Citizens baru akan membangun identitasnya. Selama ini City tak punya ciri khas. Setiap pelatih yang datang: Sven-Goran Eriksson, Roberto Mancini, hingga Manuel Pellegrini punya gaya yang berbeda-beda dan tidak meletakkan pondasi tim yang solid.
Maka dari itu, Guardiola membangun ulang tim ini. Menciptakan legasi sekaligus meletakkan pondasi permainan. Lagi pula itulah yang diinginkan Khaldoon Al-Mubarak dkk. Pep membangun itu, dan ia memang butuh duit yang tidak sedikit.
Guardiola bisa jadi bukan tidak mau melatih tim yang belum mapan. Tapi pria kelahiran Santpedor, Spanyol ini punya prinsip. Guardiola adalah sosok pelatih yang percaya pada detail. Ia ingin diberikan keleluasaan ketika bekerja. Untuk itulah ia mempertimbangkan setiap tawaran. Kebetulan Manchester City, tim yang dilatihnya sekarang sanggup memenuhi keinginan itu.
Pep Guardiola is not surprised by Liverpool' s world record transfer spending, saying that Manchester City have “increased the level” in the Premier League. Anyone wishing to rival City has to spend to keep up. [MEN] pic.twitter.com/Cg9KbHvtZF
— City Chief (@City_Chief) July 24, 2018
Bukan Hanya Soal Uang
Jurnalis asal Spanyol, Marti Perarnau seperti dikutip Memod, mengungkap bahwa rahasia kesuksesan Josep Guardiola sesungguhnya bukanlah tim yang mapan ataupun kaya. Namun, akar kesuksesan Guardiola adalah soal inovasi, kepemimpinan, dan membangun budaya yang kuat.
Perkara inovasi, Pep Guardiola sudah membuktikannya di Barcelona. Barcelona dan dirinya memang tidak bisa dilepaskan dari Johan Cruyff. Harus diakui filosofi manajer berpaspor Belanda itu melekat pada diri Guardiola. Bahkan sampai ia menukangi tim yang bermarkas di Camp Nou tersebut.
Tapi Guardiola tidak berhenti di sana. Rasa ingin tahunya yang tinggi membuatnya bisa mengembangkan gaya permainan Johan Cruyff. Menjadikan itu sebagai produknya sendiri.
Jangan dikira Guardiola akan selalu bahagia apabila timnya menang. Di lain waktu, ia juga kadang kesal. Seperti saat menukangi Bayern Munchen. Okelah, Munchen bisa mendominasi Bundesliga dan mengalahkan Dortmund dalam perebutan gelar. Tapi ia tidak suka, bukan pada timnya, tapi terhadap game plan yang dibangunnya sendiri.
RESMI: Barcelona mengumumkan telah menunjuk Xavi Hernandez sebagai pelatih baru mereka!
— FaktaBola (@FaktaSepakbola) November 6, 2021
Rinus Michels ➡️ Johan Cruyff ➡️ Pep Guardiola ➡️ Xavi Hernandez pic.twitter.com/WUqf2fTgQB
Nah, kalau di Manchester City, ia diberikan keleluasaan meramu timnya sendiri. Layaknya seorang pengusaha yang diberi modal, Guardiola memanfaatkan itu untuk berkreasi. Makanya, kita sering melihat Manchester City membeli pemain-pemain yang tak terduga. Sebutlah misalnya Jack Grealish, Nathan Ake, Julian Alvarez, Joao Cancelo, dan masih banyak lagi.
Itu semua untuk mendukung ide-ide gilanya. Guardiola memang bukanlah tipikal manajer yang ingin selalu menang dengan segala cara. Kemampuan intelektual dalam meracik model permainan, itu yang ia kedepankan.
Guardiola Mengakui
Oleh karena itu, Guardiola tidak akan cocok atau sebaiknya memang tidak usah melatih tim yang lebih kecil. Secara finansial maupun kemapanan. Meski sering kali tersinggung dengan anggapan bahwa ia hanya bisa melatih tim kaya dan mapan, tapi Guardiola mengaku akan kesulitan melatih tim lebih rendah.
Lagi pula tim medioker mana yang bisa menggaji Guardiola? Ia sendiri satu di antara sekian pelatih dengan gaji selangit. Dilansir AS, setidaknya buat tim yang mau memakai jasa Guardiola perlu menyediakan dana 22 juta euro atau sekitar Rp372 miliar. Jelas tim seperti Crystal Palace atau West Bromwich Albion tidak akan mampu.
🗣Reporter: "You're the best coach in the world?"
— Football Daily (@footballdaily) February 11, 2020
🗣Pep: "I was. What is the best coach? I never felt like the best, give me a team that isn't like Manchester City and I'm not going to win" pic.twitter.com/HdEdF8PVUI
Nonsense kalau menyebut pelatih terbaik harus bisa menangani klub yang buruk. Justru kalau dia adalah pelatih terbaik, ia akan tahu mana tim terbaik yang bisa dilatih. Begitulah Josep Guardiola menjadi pelatih terbaik. Legenda MU, Rio Ferdinand saja pernah mengatakan, Guardiola hanya perlu memenangkan Liga Champions bersama Manchester City untuk bisa disebut pelatih terbaik.
Sumber: OneFootball, Memod, GiveMeSport, AS, BR, TBSNews