Bau Busuk Hubungan Prancis dan Qatar: Skandal Besar Piala Dunia 2022

spot_img

Setiap ajang akbar Piala Dunia yang menyita jutaan pasang mata, kadang tak luput dari sebuah cerita kontroversi. Sejarah pun akan mencatat, bahwa pesta sepak bola dunia 2022 di Qatar ini akan dikenang anak cucu kita beberapa puluh tahun ke depan sebagai Piala Dunia yang penuh dengan kontroversi dan skandal.

Terendus bau tak sedap dari FIFA, induk sepakbola dunia soal penyelenggaraan Piala Dunia 2022. Tak terkecuali hubungan senyap yang belum banyak terkuak antara Qatar dengan Prancis. Memangnya ada apa dengan hubungan kedua negara tersebut?

Pernyataan Sepp Blatter Tentang Qatar Yang Tak Seharusnya Jadi Tuan Rumah

Awal permasalahannya terkuak dari mulut mantan presiden FIFA, Sepp Blatter. Ia berkomentar terhadap penyelenggaraan Piala Dunia yang diselenggarakan di Qatar kali ini.

“Bagi saya jelas, penunjukan Qatar adalah sebuah kesalahan. Itu merupakan pilihan yang buruk. Qatar adalah negara yang terlalu kecil. Sepakbola dan Piala Dunia terlalu besar bagi mereka,” kata Blatter kepada surat kabar Swiss, Tages-Anzeiger.

Itulah unek-unek Blatter yang mengejutkan publik. Blatter diketahui sebelumnya memang sepakat dan mendukung paket Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 dan Amerika Serikat sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Hal itu menurut Blatter adalah sesuatu yang ideal, di mana dua negara yang secara gestur politik berseteru akan menyelenggarakan Piala Dunia secara beruntun.

Harapan Blatter tersebut akhirnya tak tercapai. Amerika tiba-tiba kalah di pemungutan suara yang dilakukan di Zurich, Swiss pada 2010. Awalnya, Amerika Serikat yang telah banyak diprediksi menjadi tuan rumah kalah suara dengan Qatar. Amerika mendapat 8 suara dan Qatar mengejutkan mendapat 14 suara.

Pertanyaanya, siapa yang bisa membalik suara tersebut? Blatter kemudian berkomentar akan hal itu. Bahwa ia mencurigai Michel Platini, Presiden UEFA pada saat itu sebagai biang kerok utama kemenangan Qatar. “Terima kasih kepada empat suara tambahan dari Platini dan tim UEFA. Akhirnya Piala Dunia jatuh ke tangan Qatar ketimbang Amerika Serikat,” kata Blatter.

FYI aja, pemungutan suara paket tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 itu dilakukan oleh para anggota komite eksekutif FIFA. Dari total 22 pemilik suara FIFA, selain Blatter ada total enam orang yang berasal dari UEFA.

Pertemuan Presiden Prancis Sarkozy Dengan Emir Qatar Sembilan Hari Sebelum Penunjukan Tuan Rumah Piala Dunia 2022

Nah, bau tak sedap Platini dan Qatar mulai terkuak dengan pengakuan Blatter. Blatter mengatakan bahwa Platini secara khusus diajak makan siang dengan Presiden Prancis ketika itu, Nicolas Sarkozy di Elisse Palace.

Peristiwa penting yang mengubah segalanya itu terjadi ketika Sarkozy sedang makan siang dengan putra mahkota Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani yang sekarang menjadi Emir Qatar.

Berdasarkan laporan Le Monde, makan siang antara Sarkozy dan Tamim tersebut terjadi sembilan hari sebelum pemungutan suara. Dalam perjamuan makan siang tersebut, Platini diundang untuk berdiskusi mengenai pemilihan tuan rumah Piala Dunia. Sarkozy pun bertanya pada Platini tentang langkah apa yang bisa dilakukan teman-teman di UEFA agar Qatar menjadi tuan rumah.

Andil Michel Platini Yang Memberi Suara Lebih Bagi Qatar

Hasilnya terbukti pada pemilihan. Suara Qatar melambung tinggi berkat suara tambahan yang diduga dari UEFA yang membelot dari Amerika. Untuk itu, UEFA dan Platini kemudian diinvestigasi lebih lanjut tentang kebenaran kasus tersebut.

Platini dicurigai menjadi aktor utama pada membaliknya suara voters UEFA kepada Qatar. Platini sempat ditahan oleh Parquet National Financial (PNF), badan yudisial yang menangani kejahatan ekonomi Perancis pada 2019. Ia dimintai keterangan terkait korupsi yang melibatkan Perancis dalam pemilih Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

Hal itu semakin menguatkan bahwa Platini lah yang mempunyai andil besar suara bagi Qatar. Namun setelah dibebaskan oleh PNF, Platini kemudian mengelak bahwa dirinya sebagai dalang utama di balik penunjukan Qatar.

Platini membantah tuduhan bahwa ia memberikan suara kepada Qatar karena permintaan Sarkozy. Ia mengatakan telah mengubah haluan, dari mendukung Amerika jadi mendukung Qatar jauh sebelum peristiwa makan siang tersebut.

Efek Positif Hubungan Bisnis Prancis dengan Qatar Menang Menjadi Tuan Rumah Piala Dunia

Tak sampai pada Platini, ada bukti lain yang semakin menguatkan bahwa deal-deal antara kedua negara lewat Sarkozy dan Qatar di makan siang tersebut, mampu memuluskan jalan Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Enam bulan setelah Qatar menang menjadi tuan rumah, tiba-tiba peristiwa besar terjadi. Qatar Sports Investments (QSI) mengejutkan dunia dengan membeli saham mayoritas klub Ligue 1, PSG. FYI aja, Sarkozy memang merupakan suporter fanatik PSG dan sering terlihat menonton langsung di Parc des Princes jauh sebelum jadi presiden Prancis.

Kemudian yang kedua adalah peristiwa grup media asal Qatar, beIN yang secara langsung membeli hak siar penuh seluruh pertandingan Ligue 1. Pemilik beIN kita tahu, tak lain dan tak bukan adalah Nasser Al-Khelaifi yang juga merupakan pemilik PSG dan QSI.

Tak hanya lewat bisnis olahraga, Prancis sebagai sebuah negara juga mendapatkan banyak keuntungan dari Qatar. Prancis sangat untung ketika bisa menjual 50 pesawat jenis Airbus kepada maskapai Qatar Airways.

Kemudian keuntungan lainnya yang diperoleh Prancis adalah pembelian 24 pesawat jenis jet tempur buatan Perancis, Rafaele dengan total harga sekitar 7 miliar dollar atau sekitar Rp110 triliun.

Selain keuntungan negara, Presiden Sarkozy juga diklaim mendapat keuntungan pribadi dari Qatar. Berdasarkan hasil investigasi salah satu media Prancis, Mediapart, Qatar membantu Sarkozy dalam bisnis pribadinya setelah ia kalah dalam Pemilu Prancis 2012 ketika melawan Francois Hollande.

Namun, Sarkozy yang ketika itu kembali menjadi pengacara setelah kalah pemilu, mengelak seluruh tuduhan yang dialamatkan padanya. “Olahraga bukan milik negara-negara tertentu. Itu adalah milik seluruh dunia. Saya tidak paham alasan mereka mengatakan bahwa acara-acara olahraga harus selalu digelar di negara negara besar,” katanya.

Well, apa pun yang terjadi, beberapa peristiwa yang mengekor setelah terpilihnya Qatar menjadi tuan rumah, semakin menguatkan bahwa hubungan busuk Prancis dan Qatar mulai terkuak.

Ada Bukti Bahwa Prancis Tak Ikut-Ikutan Protes Di Piala Dunia 2022

Pada perhelatan Piala Dunia 2022 kali ini, Prancis juga membuktikan bahwa dirinya tak terlalu banyak protes dengan apa yang dilakukan oleh Qatar dan FIFA. Sebagai salah satu bukti yakni, ketika kapten Hugo Lloris mengatakan menolak memakai ban kapten “One Love” yang banyak dikampanyekan negara-negara Eropa.

Menurutnya, ia lebih nurut dengan apa yang dikatakan FIFA maupun presiden FFF, Noël Le Graët mengenai aturan yang harus dipatuhi di Qatar. Padahal di negaranya sendiri, kampanye kecaman terhadap Qatar menyeruak di berbagai belahan kota di Prancis.

Hubungan senyap yang berbau busuk antara Prancis dan Qatar, akan mulai dicatat dalam buku sejarah piala dunia. Bagaimana Piala Dunia 2022 Qatar ini memang merupakan skandal besar dalam sejarah penyelenggaraan piala dunia.

Sumber Referensi : theguardian, marca, nytimes, eurosport, mirror

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru