Ousmane Dembele kembali menghentak dunia dengan performa menakjubkan di Paris Saint-Germain. Namun perlu diingat, Dembele sebelumnya telah melewati masa-masa perih di Barcelona. Talenta besar Dembele saat berseragam Borussia Dortmund terasa mubazir di Camp Nou. Bukannya jadi rumah, Blaugrana justru jadi semacam mesin penghancur bagi karier Dembele.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di Camp Nou, sampai-sampai Dembele diolok-olok sebagai pembeliaan gagal hingga dijuluki Si Manusia Kaca ini? Dan bagaimana Dembele bisa kembali menemukan sisi terbaiknya ketika hijrah ke Paris?
Kami telah membuat ulasan spesialnya untuk football lovers semua.
Diboyong Mahal, Disebut The Next Neymar
Musim panas 2017, Barcelona tengah mencari pengganti Neymar yang pergi ke Paris Saint-Germain. Banyak pemain yang dirumorkan tapi pada akhirnya klub Catalunya merasa sudah menemukan sebongkah emas dalam diri Ousmane Dembele. Alhasil, Dembele yang saat itu masih hijau ditebus dengan harga yang mencengangkan. Tak tanggung-tanggung, Borussia Dortmund menerima nominal 105 juta euro plus bonus.
Sebuah angka yang secara tak langsung menciptakan harapan besar, dan tentu sebesar beban yang menyertainya. Namun jika melihat betapa jagonya pemain berkebangsaan Prancis saat berseragam Kuning Hitam, rasanya Barcelona akan jadi rumah yang indah bagi Dembele.
Tapi di lain sisi, publik Camp Nou sudah menuntut keajaiban sejak hari pertama. Pada mulanya harapan itu tak salah, lantaran di laga debut kontra Espanyol, Dembele langsung mencatatkan assist memukau ke Luis Suarez. Di laga itu Dembele ditempatkan sebagai winger kiri.
Ia bermain dengan penuh percaya diri. Pergerakannya lincah, sentuhan bola di kakinya mematikan. Dembele tidak bermain seperti pemuda 20 tahun. Ia bermain seperti seseorang yang tak sadar bahwa ia sedang ditonton oleh dunia.
Alhasil media-media pun berani menyebut Dembele sebagai the new atau next Neymar. Dembele sendiri tak pernah meminta sebutan itu. Namun dua presiden Barcelona, pernah memuji Dembele lebih baik daripada Winger asal Brasil tersebut. Bahkan bukan saja Neymar, seorang Juan Laporta tak ragu mengatakan kalau Dembele lebih jago ketimbang Kylian Mbappe.
Langganan Cedera Disebut Manusia Kaca
Namun kenyataannya, keseluruhan karier Dembele di Camp Nou tak semanis omongan para petinggi Blaugrana. Di laga ketiga melawan Getafe, Dembele mengalami cedera otot paha belakang yang membuatnya absen di tengah kompetisi. Sebuah awal yang buruk, tapi publik Camp Nou masih sabar. Dembele masih muda dan masih bisa kembali. Namun sayang, setiap kali Dembele kembali beraksi, cedera yang lain menghampiri. Hamstring, engkel, lutut, semua jenis cedera rasanya sudah dicicipi.
Namun, bukan luka fisik saja yang menyakitkan, melainkan bagaimana fans Barcelona dan publik pada umumnya mulai memandangnya sebagai pembelian gagal. Selain itu olok-olokan juga mulai menggema, Dembele disebut sebagai Si Manusia Kaca.
Dembele dikenal sebagai pesepakbola yang punya kaki terlalu tipis dan mudah retak. Bagaimana tidak, riwayat cedera Dembele di Barcelona memang bikin geleng-geleng kepala: 14 kali cedera, absen dalam 784 hari, dan melewatkan lebih dari 100 pertandingan.
Dosa Barcelona Pada Dembele
Dengan daftar panjang cedera tersebut, pertanyaan besar pun muncul. Mengapa Dembele sering kali cedera? Ada yang berpendapat, saat tubuh dan mentalitas Dembele mulai rapuh, Barcelona seperti tak tahu harus berbuat apa. Banyak pihak yang menilai Barcelona tak memberi Dembele ruang pulih dengan tenang. Mereka memaksanya kembali cepat. Tak jarang ia dimainkan saat belum 100 persen fit.
Salah satu kritik utama datang dari surat kabar olahraga Prancis, L’Équipe, yang menyoroti bahwa program latihan fisik Barcelona tidak mempersiapkan Dembélé secara optimal untuk tuntutan pertandingan. Mereka mencatat bahwa dalam latihan, hanya sekitar 20% dari lari Dembele berupa sprint, sementara dalam pertandingan, angka tersebut mendekati 90%. Ketidaksesuaian ini dianggap sebagai faktor utama yang menyebabkan rentetan cederanya.
Selain itu, laporan dari Diario AS mengungkapkan bahwa departemen medis Barcelona melakukan kesalahan dalam mendiagnosis cedera hamstring Dembele pada awal 2020. Awalnya, cedera tersebut dianggap sebagai kelelahan otot ringan, namun kemudian diketahui bahwa Dembele mengalami robekan hamstring yang signifikan, yang membuatnya absen untuk sisa musim tersebut. Kesalahan ini menimbulkan ketidakpercayaan antara pemain dan staf medis klub.
Kritik juga datang dari internal klub, di mana beberapa anggota dewan Barcelona mengakui bahwa pendekatan klub terhadap pelatihan dan pemulihan cedera Dembele kurang optimal. Mereka bahkan menghubungi rekan mereka di Borussia Dortmund untuk memahami mengapa Dembele jarang cedera saat bermain di Jerman.
Faktor lain yang membuat Dembele redup saat di Barcelona adalah kondisi klub yang tak stabil. Blaugrana kerap gonta-ganti pelatih. Mulai dari Ernesto Valverde, Quique Setien, Ronald Koeman, Xavi Hernandez. Tak ada satu pun yang bisa benar-benar membangun sistem untuk Dembele. Ia jadi korban eksperimen taktik, dari winger ke false nine, kadang bahkan jadi cadangan tanpa penjelasan.
Pada musim 2021/22, titik nadir itu terasa semakin nyata. Blaugrana yang saat itu tengah mengalami krisis keuangan menyodorkan kontrak baru kepada Dembele, tapi dengan klausul yang membuatnya tampak seperti upaya halus untuk memaksanya pergi. Yakni Dembele harus rela gajinya disunat dan nggak ada jaminan dia bakal dimainkan.
Yang ironis, Dembele sendiri sebenarnya ingin bertahan di Barcelona. Ia menyukai kota itu, merasa nyaman secara personal, dan yakin bahwa ia bisa bangkit, terutama di era Xavi yang menaruh kepercayaan besar padanya. Namun sekali lagi, kenyataan finansial Barca berbicara lain. Klub membutuhkan uang. Dan Dembele, dengan nilai jual yang masih lumayan dan kontrak yang hampir habis, adalah komoditas yang harus dilepas.
Di sisi lain, tawaran dari klub lain pun tak kunjung datang. Banyak yang ragu mengambil resiko membeli pemain yang lebih sering cedera daripada mencetak gol. Akhirnya, setelah drama panjang saga transfer, barulah pada musim panas 2023, kedua belah pihak menemukan jalan tengah. Paris Saint-Germain datang membawa tawaran sekitar 50 juta euro untuk membawa Dembele kembali ke tanah kelahirannya.
Reinkarnasi Dembele di PSG
Publik Prancis pun terbagi dua: antara harapan dan keraguan. Banyak yang mengira ini hanya proyek gagal lain. Tapi diam-diam, Paris bersiap menjadi tempat kelahiran ulang seorang bintang. PSG yang tak hanya menyelamatkan Dembele dari keterpurukan, tetapi juga membuka bab baru dalam kariernya.
Di bawah arahan tim medis dan pelatih fisik klub ibu kota Prancis, Dembele menjalani treatment yang sangat personal. Dembele mengaku, manajemen kebugaran dan pencegahan cedera di PSG sangat membantunya. Selain itu, Les Parisiens juga menyediakan dukungan mental yang konsisten agar Dembele bisa mengatasi tekanan dan trauma cedera masa lalu.
Selain itu, Luis Enrique selaku pelatih juga memainkan peran kunci dalam transformasi Dembele. Bukan cuma soal taktikal, pelatih asal Spanyol ini juga mampu mengubah mentalitas Dembele. Buktinya, Dembele menunjukkan peningkatan dalam hal kedewasaan. Hampir tak ada cerita Dembele didenda karena melakukan tindakan indisipliner seperti ketika dia masih di Barcelona.
PSG dan Luis Enrique tidak menuntut Dembele jadi pahlawan. Mereka hanya memberinya kepercayaan. Bersama Les Parisiens, Dembele pun menemukan lingkungan yang mendukung untuk berkembang tanpa harus ada tekanan berlebihan. Dan untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, Dembele bermain tanpa rasa takut.
Hasilnya pun luar biasa. Di musim pertamanya, Dembele tampil reguler, minim cedera, dan jadi salah satu pemain paling konsisten di lini depan. Ia tidak harus mencetak 30 gol. Ia hanya perlu memainkan peran naturalnya sebagai pencipta ruang, pengacak pertahanan, pemberi assist.
Kadang kala Dembele juga mencetak gol-gol tunggal yang krusial. Seperti yang baru saja kita saksikan di leg pertama semifinal Liga Champions kontra Arsenal. Atau sebelumnya lagi, juga di kompetisi Kuping Gajah kontra Liverpool di babak 16 besar.
Tapi lebih dari itu, ia kembali menikmati sepak bola. Sesuatu yang lama hilang darinya di Camp Nou. Kini, Dembele bukan lagi “pemain rapuh”. Ia adalah pemain yang bertahan dari masa gelap dan kembali dengan sinar yang lebih terang. PSG sebenarnya tidak menyulapnya. Mereka hanya menyelamatkan dengan cara memberi Dembele apa yang Barcelona tak pernah beri: kepercayaan dan kesabaran.
Barcelona pernah menyebutnya investasi masa depan. Tapi mereka memperlakukannya seperti aset rusak. PSG tidak menyebutnya penyelamat. Tapi mereka memperlakukannya seperti seseorang yang pantas diselamatkan.
Di usianya yang ke-27, ia sedang berada di masa terbaik. Dan sekarang, Dembele bukan hanya pemain yang bangkit. Ia adalah simbol: bahwa yang retak tidak selalu hancur. Bahwa yang jatuh bisa kembali berdiri. Dan bahwa dalam sepak bola, seperti dalam hidup, kadang kita hanya butuh tempat yang benar untuk akhirnya bersinar.