Hatem Ben Arfa dan kisah perjalanan karir yang carut-marut bagai dua hal yang tak bisa dipisahkan. Pemain asal Prancis itu pernah di gadang-gadang bakal jadi talenta terhebat yang pernah lahir dari rahim persepakbolaan Prancis. Namun karirnya justru naik turun bak roller coaster.
Sempat nganggur beberapa kali, Ben Arfa mendapat kesempatan kedua untuk membangun karirnya kembali bersama PSG. Sayang, bergabungnya ke klub raksasa Prancis itu justru menimbulkan petaka. Ia berkonflik dengan sang pelatih dan petinggi klub. Pertikaian yang sudah tak tertolong itu bahkan membuatnya kembali terbuang. Merasa tak dihargai, Ben Arfa pun mengusung balas dendam kepada klub kaya raya itu.
Daftar Isi
Bergabung PSG
Semua berawal ketika Ben Arfa menunjukan penampilan yang luar biasa bersama Nice musim 2015/16. Meski statusnya sebagai pemain problematik setelah diputus kontrak oleh Newcastle, visi bermain dan skill olah bola yang dimiliki Ben Arfa belum menurun. Pemilik lima gelar Liga Prancis itu tampil heroik di musim pertama dan satu-satunya bersama Nice.
Bermain sebagai gelandang serang dan sesekali diplot sebagai striker, Ben Arfa tampil tajam di lini depan Nice. Ia mencatatkan 18 gol dan tujuh assist dalam 37 pertandingan di semua kompetisi. Tentu itu jadi statistik yang luar biasa untuk pemain yang berstatus buangan.
Performa impresifnya itu menarik sejumlah klub untuk mengontraknya. Namun, beberapa dari mereka ragu akan track record-nya yang kerap bermasalah dengan pelatihnya sendiri. Hanya PSG yang tertarik mengamankan jasa Ben Arfa pada musim panas 2016.
Setelah kontraknya tak diperpanjang oleh Nice, PSG pun mendatangkan Ben Arfa dengan cuma-cuma. PSG menawarkan kontrak berdurasi dua tahun. Jelas, itu tak akan disia-siakan oleh Ben Arfa.
Kembali Bermasalah
Bergabung dengan PSG, membuat Ben Arfa merasa ini waktu yang tepat untuk menghidupkan kembali karirnya. Ia menganggap klub sebesar PSG tempat yang tepat untuk membersihkan namanya. Alih-alih membangun kembali karirnya, Ben Arfa justru menemui masalah yang lebih besar di Parc des Princes.
Musim pertamanya berjalan baik-baik saja. Namun, performanya jauh menurun apabila dibandingkan saat masih di Nice. Dari 23 pertandingan yang dimainkan, Ben Arfa hanya mencatatkan dua assist di Ligue 1 musim 2016/17.
Sebagian besar penampilannya pun dimulai dari bangku cadangan. Itu tak membuatnya senang. Pelatih PSG saat itu, Unai Emery kurang senang dengan sikapnya yang terkesan malas-malasan ketika diturunkan sebagai pemain cadangan.
Menuju akhir musim, keadaan pun kian memburuk. Ben Arfa dikenal tak memiliki filter di mulutnya dan kesalahan yang sama kembali terulang di PSG. Ia melontarkan lelucon yang tak pantas kepada Emir Qatar, Sheikh Tamim al-Thani. Sontak itu menyulut emosi sang Presiden klub, Nasser Al-Khelaifi. Ia bahkan mengatakan ke Emery untuk mengeluarkan sang pemain dari skuad utama.
Sebagai pelatih, Emery pun menjalankan perintah. Setelah insiden itu, Ben Arfa tak pernah terlihat di skuad utama PSG, diasingkan ke skuad cadangan. Ben Arfa menjalani musim 2017/18 tanpa mengantongi satu pun laga. Penampilan terakhirnya untuk PSG adalah ketika menyumbang brace dalam kemenangan melawan Avranches di perempat final Coupe de France musim 2017/18.
Mantan pemain Hull City itu bahkan menyindir manajemen dengan memposting foto di akun instagramnya dengan menampilkan dirinya dan kue ulang tahun. Ia merayakan satu tahun tanpa bermain sepakbola.
Dibawa ke Meja Hijau
Permasalahan ini tampaknya tak bisa dianggap sepele oleh Ben Arfa. Ben Arfa pun membawa permasalahan ini ke meja hijau. Ia menuntut PSG dengan tuduhan diskriminasi karena telah sengaja membekukan statusnya di tahun kedua dalam kontraknya. Ben Arfa bahkan menuntut ganti rugi sebesar 7 juta euro (Rp113 miliar) ke PSG.
Menariknya, Ben Arfa menang atas gugatan itu. Namun, PSG tak harus membayar jutaan euro seperti yang diinginkan Ben Arfa. Mereka hanya diwajibkan untuk membayar sebesar 100 ribu euro atau Rp1,6 miliar sebagai bentuk ganti rugi kepada Ben Arfa. PSG dinyatakan bersalah atas pelecehan moral dan melanggar kontrak yang sudah disepakati saat sang pemain bergabung dengan PSG 2016 lalu.
Bergabung dengan Rennes
Setelah kontraknya dengan PSG berakhir, ia bergabung dengan Rennes dengan status bebas transfer pada tahun 2018. Bersama Rennes, performa Ben Arfa di Liga Prancis tak begitu istimewa. Tapi setidaknya itu lebih baik daripada tak bermain sama sekali. Dari 26 pertandingan, ia mencatatkan tujuh gol dan dua assist.
Selalu menjadi pilihan utama di lini serang tak cukup bagi Ben Arfa untuk membuat Rennes tampil baik di liga. Ia gagal membawa klubnya itu untuk bersaing di papan atas Ligue 1. Les Rouges et Noirs hanya mampu bersaing di papan tengah dan mengakhiri musim 2018/19 di peringkat 10 klasemen Liga Prancis.
Musim tersebut, Rennes sebetulnya tampil di Europa League setelah musim sebelumnya finis di urutan kelima klasemen Ligue 1. Namun, sayang Rennes terhenti di babak 16 besar karena kalah dari Arsenal dengan skor agregat 4-3. Meski demikian, Ben Arfa mampu memberikan yang terbaik di Coupe de France. Ia membawa Rennes melaju ke partai puncak saat itu.
Gagal di Liga, Sukses di Piala Prancis
Perjalanan Les Rouges et Noirs menuju final Piala Prancis tak mudah. Berstatus kuda hitam, Ben Arfa membawa Rennes melibas lawan-lawan berat. Lawan sulit pertama Rennes hadir di babak 16 besar. Kala itu, Hatem Ben Arfa cs harus meladeni perlawanan Lille asuhan Christophe Galtier.
Bermain 90 menit penuh, Ben Arfa memang tak berkontribusi gol maupun assist. Namun, kreatifitasnya di lini tengah sangat membantu tim untuk membongkar pertahanan Lille. Rennes pun berhasil menaklukan Lille dengan skor 2-1. Kecemerlangan Ben Arfa baru membuahkan hasil ketika menghadapi Lyon di semifinal.
Kembali turun sejak menit awal, Ben Arfa memainkan peran sebagai pemain nomor 10 yang lebih aktif bergerak di sepertiga area pertahanan lawan. Laga berjalan ketat, namun Ben Arfa membuahkan satu assist untuk gol kedua Rennes yang dicetak oleh Benjamin Andre. Rennes pun mengalahkan Lyon dengan skor 3-2 untuk menantang PSG di partai puncak.
Revenge!
Menghadapi PSG di partai pamungkas, Ben Arfa sedikit bernostalgia. Masa-masa kelam ketika berseragam PSG mulai terlintas di kepalanya. Pertandingan final ini lebih dari sekadar laga pembuktian bagi pemain asal Prancis itu. Tapi sekaligus pembalasan dendam yang sudah satu tahun lamanya ia nantikan.
Menjadi pilihan utama Julien Stephen, Ben Arfa tak ingin mengecewakan klub dan fans. Bermain di Stade de France, Ben Arfa mengerahkan segala kekuatan yang tersisa. Bermain imbang 2-2 memaksa laga berlanjut ke babak tambahan. Namun, karena tak ada gol yang terjadi di dua kali 15 menit, pertandingan pun harus diselesaikan melalui babak adu penalti.
Ketika ditunjuk sebagai eksekutor kedua, Ben Arfa sukses menjebloskan bola ke gawang Alphonse Areola. Golnya itu membantu Rennes menjuarai Coupe de France dengan skor akhir 8-7. Kemenangan ini jadi momen paling berharga bagi Ben Arfa. Ia puas, akhirnya bisa membuat PSG bertekuk lutut dihadapan puluhan ribu penonton yang memadati Stade de France.
Sumber: Goal, Marca, Daily Mail, GMS