Balas Dendam atau Dihina Lagi? Duel Klasik Barcelona vs Inter di Semifinal Liga Champions 2024/25

spot_img

Ada aroma sejarah yang menguar setiap kali Inter Milan dan Barcelona saling berhadapan di atas lapangan. Sebuah duel klasik yang tak lekang oleh waktu. Bukan sekadar pertarungan dua tim elite Eropa, tapi kisah yang menyimpan kepingan-kepingan kenangan. Bagi banyak penggemar sepak bola, nama dua klub ini akan selalu terikat dengan sebuah momen monumental yang terjadi lebih dari satu dekade lalu. 

Tepatnya pada semifinal Liga Champions musim 2009/10. Butuh waktu berpuluh tahun bagi kedua kesebelasan untuk berjumpa di babak yang sama persis. Namun kini jelas dengan nuansa baru yang berbeda. 

Flashback Semifinal UCL 2009/2010

Sepanjang pertemuan Inter Milan vs Barcelona, secara head to head Nerazzurri tak bisa mengelak kalau punya catatan yang kurang oke. Pasukan Biru Hitam lebih sering kalah dan draw ketimbang menang. Diantara kemenangan yang paling terkenang tentu saja saat semifinal UCL musim 2009/10. Inter Milan yang di bawah komando Jose Mourinho secara dramatis menyingkirkan Barcelona asuhan Pep Guardiola. 

Kala itu, Inter tampil pragmatis, defensif, dan mematikan. Mereka menekuk Barcelona 3-1 di Giuseppe Meazza, lalu bertahan mati-matian di Camp Nou sehingga cuma kebobolan satu gol. Lionel Messi yang sedang berada di puncak kejayaannya nyaris tak berkutik. Inter sukses mengubur ambisi Barcelona dan akhirnya keluar sebagai juara Liga Champions untuk ketiga kalinya dalam sejarah usai di puncak menenggelamkan Bayern Munchen.

Inter Milan: Kedigdayaan Baru di Era Simone Inzaghi

Usai menasbihkan diri sebagai jawara Eropa, dari musim ke musim kiprah Inter Milan relatif tidak stabil. Semenjak era treble winner Jose Mourinho, banyak pelatih yang berguguran. Hingga musim semi, mulai menampakan keindahannya saat Simone Inzaghi mengambil alih pada 2021. Tak butuh waktu lama, di musim keduanya sang allenatore sukses membawa Inter Milan kembali merasakan atmosfer final Liga Champions.

Hanya saja sayang, Nerazzurri mau nggak mau mengakui ketangguhan Manchester City. Dendam Pep Guardiola kepada Inter pun terbalaskan. Meski belum bisa mengangkat Trofi Kuping Gajah, Simone Inzaghi telah memenangkan hati Interisti seluruh dunia.

Di musim ini, juru taktik kelahiran Piacenza itu kembali bertekad mempersembahkan Liga Champions. Dari perjalanan Inter sejak Phase League jelaslah sudah kalau mereka bisa sampai ke babak semifinal karena memang layak, bukan sebagai tim underdog. Di bawah arahan Simone Inzaghi, Nerazzurri menjelma menjadi kekuatan solid yang menakutkan. Sistem 3-5-2 andalan Inzaghi berjalan nyaris tanpa cela. Mereka bukan hanya kuat dalam bertahan, tapi juga tajam dalam menyerang.

Di lini depan, Lautaro Martinez tampil garang. Sang kapten bukan hanya pemimpin secara moral, tapi juga mesin gol utama. Musim ini, penyerang asal Argentina itu berhasil tampil menggila, mencetak gol demi gol dengan presisi dan insting predator sejati. Sementara itu, soliditas lini belakang dengan keberadaan pemain seperti Alessandro Bastoni dan Benjamin Pavard, serta ketenangan Yann Sommer di bawah mistar, membuat Inter bukan hanya kuat, tapi juga nyaris tak tergoyahkan. 

Barcelona: Lonceng Era Baru bersama Hansi Flick

Di sisi lain, Barcelona juga hadir dengan wajah baru. Usai era Xavi Hernandez yang tak sesuai ekspektasi, kini Blaugrana dipimpin oleh pelatih asal Jerman, Hansi Flick. Meski boleh dibilang baru seumur jagung menukangi tim, Flick langsung menunjukkan sentuhan emasnya.

Barcelona tampil dengan gaya menyerang yang agresif dan tridente ofensif yang menarik perhatian. Meskipun Robert Lewandowski diragukan tampil akibat cedera, Flick masih punya opsi-opsi tajam di depan. Ada Raphinha yang penuh energi dan determinasi. Ada juga Lamine Yamal yang pergerakannya mampu membuat bek-bek lawan seperti kehilangan arah.

Tapi tak bisa dimungkiri, Barcelona kini bukan tim yang sempurna. Lini belakang mereka kerap kali goyah, terutama saat ditekan dengan intensitas tinggi. Musim ini, gawang Barcelona beberapa kali dijebol oleh tim-tim yang secara kualitas ada di bawah mereka. Ambil contoh saat kalah memalukan dari  Leganes dan Las Palmas.

Di Liga Champions, Barcelona bahkan sudah 17 kali kebobolan. Rapuhnya lini belakang Barcelona inipun diamini oleh Ariedo Breida. Sang mantan Direktur Olahraga Blaugrana cemas lantaran yang ada di barisan pertahanan sekarang bukan sosok segarang Carles Puyol atau Gerard Pique lagi. 

Misi Ulang Sejarah: Matikan Bintang, Petik Kemenangan

Celah pertahanan yang longgar ini pun bisa jadi peluang besar dan wajib dimanfaatkan oleh Nerazzurri. Selain itu, yang masih segar di ingatan adalah fakta kalau dulu Inter berhasil menyingkirkan Barcelona dengan satu taktik yang sederhana tapi brilian: mematikan Lionel Messi. Kini, strategi itu bisa kembali menjadi kunci.

Fabio Capello, mantan pelatih legendaris Italia menyarankan ide tersebut kembali diterapkan. Teorinya sederhana: jika satu tim bisa memutus suplai ke pemain terbaik lawan, maka separuh kemenangan sudah ada di tangan. Beruntung kali ini yang perlu diisolasi bukan sang GOAT, tapi Raphinha dan Yamal.

Tanpa suplai dan ruang gerak, keduanya akan menjadi senjata tumpul di tangan Flick. Fabio Capello pun mengakui kalau Inter di bawah arahan Simone Inzaghi jadi kesebelasan yang pandai dalam menutup ruang sekaligus menjaga kesimbangan. Selain mematikan para juru gedor, pertarungan yang harus dimenangkan juga ada di lini tengah. 

Permainan berkelas dari Pedri dan De Jong menghadapi kualitas dan dinamisme dari Barella, Calhanoglu, dan Mkhitaryan. Dua gelandang Blaugrana tersebut sangat bagus dalam mengubah serangan dari bertahan ke menyerang. Tapi, lagi-lagi Capello  yakin 100 persen kalau gelandang-gelandang Nerazzurri bisa mengatasi hal tersebut. Menurut Capello, saat ini relatif sedikit tim di Eropa yang memiliki lini tengah yang terorganisir dengan baik seperti yang dimiliki Inter. Mereka punya keseimbangan yang bisa merepotkan siapa pun, termasuk Barcelona.

Namun Jangan Lupakan Satu Hal: Ini Masih Barcelona

Terlepas dari komentar yang menyokong, bagi Inter sebaiknya ini bukan waktunya berandai terlalu jauh. Mengulang kejayaan 2010 memang impian, tapi Barcelona yang mereka hadapi adalah tim yang punya DNA kompetitif.

Terlalu cepat menepikan Barcelona dari perhitungan adalah kesalahan klasik yang bisa berujung fatal. Karena walaupun mereka datang dengan luka di lini belakang, dan meski mesin gol utama mereka, Robert Lewandowski diragukan tampil, Barcelona tetaplah Barcelona. Tim ini dibentuk dari DNA juara.

Begitu juga Raphinha bisa meledak kapan saja. Kaki kirinya bisa melepaskan tendangan melengkung yang tak terjangkau. Dan bila dia dalam mode on, pertahanan lawan akan dipaksa bekerja dua kali lebih keras. Dan siapa tahu, Lewandowski tiba-tiba pulih dan turun sebagai supersub? Satu lagi, Hansi Flick bukan tipe pelatih yang datang tanpa kejutan.

Kesimpulan: Laga Ketat Beraroma Nostalgia

Inter Milan vs Barcelona bukan sekadar pertandingan. Ini adalah reuni penuh cerita. Duel klasik yang kini dibalut aroma strategi baru, pemain-pemain muda berbakat, dan ambisi untuk kembali menguasai Eropa.

Apakah Inter akan mengulang kejayaan 2010? Atau Barcelona berhasil menuntaskan dendam lama? Satu hal yang pasti: pertandingan ini akan menjadi pertarungan yang sangat ketat. Bukan hanya soal siapa yang lebih kuat, tapi siapa yang lebih cerdas, lebih disiplin, dan lebih siap menghadapi tekanan besar di panggung Eropa. Dan seperti biasa, sejarah akan kembali ditulis di atas rumput hijau.

https://www.youtube.com/watch?v=9r43PMzZT7w

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru