Jika biasanya sebuah tim sepakbola yang sedang mengalami masa-masa sulit, berhasil bangkit dan juara gara-gara manajemen klub dan tim kepelatihan yang baik. Maka hal itu tidak berlaku pada Timnas Jerman. Kesuksesan negara yang menjadi tuan rumah EURO 2024 itu justru disebabkan oleh kehebatan negara lain.
Masih ingat dengan gelar Piala Dunia 2014 yang begitu bersejarah bagi persepakbolaan Jerman? Banyak asumsi yang mendasari kesuksesan tersebut. Ada yang menyimpulkan bahwa itu adalah berkat generasi emas Jerman. Ada juga yang mengatakan kalau itu adalah berkat kesabaran Joachim Loew dalam mengelola tim nasional Jerman.
Tapi, setelah ditelusuri lebih dalam. Ternyata ada campur tangan Spanyol di situ. Loh, emang La Roja ada kontribusi apa? Bukannya mereka sama-sama bersaing sebagai dua negara adidaya di sepakbola Eropa? Untuk menjawab rasa penasaran itu, berikut kisah bagaimana Spanyol menyadarkan Jerman untuk bangkit dan juara.
Daftar Isi
Fase Grup EURO 2008
Setelah gagal total di EURO 2004, Jerman berusaha memperbaiki performa di EURO 2008. Joachim Loew ditunjuk pada tahun 2006 dengan misi untuk meningkatkan kualitas tim di EURO 2008. Perlahan namun pasti, Loew pun mulai membuktikan kapasitasnya sebagai pelatih top. Kemenangan demi kemenangan dihadirkan untuk memantapkan persiapan.
Puncaknya pada babak Kualifikasi EURO 2008. Dari 12 pertandingan di Grup D, Jerman hanya kalah sekali. Kekalahan itu didapat dari Republik Ceko pada Oktober 2007. Jelas itu bukan perkara besar bagi Jerman. Karena mereka telah mengoleksi 27 poin dan finis sebagai runner up Grup D. Dalam prosesnya, Der Panzer juga tak jarang menang telak.
Salah satunya saat menghancurkan negara terlemah di Eropa, San Marino dengan 13 gol tanpa balas. Selain itu, Jerman juga menang 4-1 atas Slovakia dan mengalahkan Siprus dengan skor 4-0. Hasil yang sangat baik di babak kualifikasi telah mencerminkan seberapa siap Jerman menatap EURO 2008.
Melaju ke Final
Sampailah pada putaran final EURO 2008. Timnas Jerman benar-benar membalas kegagalan di EURO 2004. Pada EURO yang diadakan di Austria dan Swiss itu, Der Panzer tampil gahar dengan melibas lawan-lawannya. Tergabung Grup B dengan Polandia, Kroasia, dan salah satu tim tuan rumah, yakni Austria, Jerman sangat merepotkan.
Di pertandingan pembuka, Jerman sudah menang 2-0 atas Polandia. Sosok yang menjadi aktor antagonis di laga ini adalah Lukas Podolski. Pemain Jerman kelahiran Polandia itu memborong dua gol di laga tersebut. Ini jadi awal yang baik bagi Jerman. Di pertandingan kedua, Jerman boleh kalah 2-1 dari Kroasia. Tapi mereka kembali ke jalan yang benar di pertandingan terakhir.
Menghadapi tim tuan rumah, Jerman membawa misi wajib menang. Jika kalah atau imbang, maka mimpi Jerman harus dikubur dalam-dalam. Bermain di hadapan puluhan ribu penduduk Austria bukanlah laga yang mudah bagi Der Panzer. Laga berjalan alot sampai beberapa protes pun dilakukan. Sialnya, Joachim Loew akhirnya diusir wasit pada menit ke 41. Austria pun berhasil menahan imbang Jerman di babak pertama.
Gol pembuka baru hadir di babak kedua. Setelah empat menit berjalan, tendangan bebas yang menakjubkan dari sang kapten, Michael Ballack membawa Jerman unggul atas tim tuan rumah. Setelah gol tersebut, tak ada gol balasan dari Austria. Jerman akhirnya menang dengan skor tipis dan berhasil mengumpulkan enam poin. Dengan begitu, mereka melaju ke babak berikutnya sebagai runner up Grup B.
Di perempat final, Jerman langsung ditantang oleh finalis edisi sebelumnya, Portugal. Cristiano Ronaldo cs kembali jadi unggulan di EURO 2008. Meski tak dipimpin oleh Joachim Loew karena masih menjalani larangan satu pertandingan, Bastian Schweinsteiger dan kolega tak gentar menghadapi status Portugal.
Kembali dari masa skorsing, Bastian telah menginspirasi tim untuk tampil maksimal. Sang gelandang membuka keunggulan Jerman di menit 22. Tak berhenti di situ, dengan rambut pirangnya yang menyala, Bastian kembali berperan dalam gol kedua Timnas Jerman. Miroslav Klose mengonversi umpan lambung dari Bastian menjadi gol di menit 26.
Dengan postur tubuhnya yang tinggi, Klose mendahului Ricardo, penjaga gawang Portugal yang tak terlalu tinggi itu. Portugal sempat membalas melalui Nuno Gomes menit 40. Tapi Michael Ballack datang sebagai mimpi buruk pertahanan Selecao das Quinas. Lagi-lagi, memanfaatkan tendangan bebas dari Bastian Schweinsteiger, Ballack memenangkan duel udara dengan penjaga gawang Portugal.
Helder Postiga sempat memperkecil kedudukan menit 87. Sayang, gol itu tak mampu mengerek semangat para anak asuh Luiz Felipe Scolari. Jerman pun berhasil melaju ke babak selanjutnya setelah mengalahkan Portugal dengan skor 3-2.
Kalah Dari Spanyol
Melaju ke semifinal, Jerman akan menghadapi Timnas Turki. Meski di atas kertas Jerman unggul segalanya, pasukan Fatih Terim tidak bisa dianggap remeh. Turki telah mengalahkan Kroasia di babak perempat final. Dari situ Joachim Loew sadar seberapa hebat kekuatan tim kuda hitam tersebut. Karena Jerman saja tak mampu mengalahkan Kroasia di babak penyisihan grup.
Dan benar saja, Turki memberikan perlawanan yang alot. Turki bahkan unggul lebih dulu melalui sepakan kaki kiri Ugur Boral menit 22. Setidaknya butuh empat menit bagi Jerman untuk menyamakan keunggulan lewat gol Bastian Schweinsteiger. Setelah itu, kedua tim saling jual-beli serangan.
Jerman sempat membalikan keadaan saat tandukan Miroslav Klose merobek jala penjaga gawang Turki yang ikonik, Rustu Recber menit 79. Apakah dengan gol Klose perlawanan Turki terhenti? Tentu tidak. Empat menit menjelang akhir waktu normal, Semih Senturk menyamakan kedudukan.
Di saat harapan Turki mulai tumbuh karena akan melanjutkan laga ke babak tambahan, Philipp Lahm, bek paling sopan di dunia itu mencetak gol di menit-menit akhir. Gol tersebut sekaligus mengakhiri pertarungan sengit ini. Jerman jadi tim yang berhak melaju ke final setelah menang 3-2.
Nah, di saat gelar juara hanya berjarak 90 menit dari genggaman Timnas Jerman. Petaka justru datang menghampiri Miroslav Klose cs. Petaka itu tidak datang dalam bentuk cedera atau penyakit tertentu yang menghambat para pemain. Melainkan menjelma sebagai sebuah tim bernama Timnas Spanyol.
Awalnya mereka percaya diri karena La Roja juga gagal total di EURO 2004. Mereka tak mampu lolos dari penyisihan grup setelah hanya finis di urutan ketiga Grup A di bawah Yunani dan Portugal.
Tapi, Spanyol yang dihadapi Jerman bukan Spanyol yang sama dengan empat tahun lalu. Mereka telah berbenah dan banyak memanggil pemain-pemain muda namun berbakat. Meski bermain dengan skuad terbaik, Jerman tak mampu membendung sepakbola cepat yang dimainkan La Roja.
Klose, Ballack, hingga Bastian yang selama ini jadi andalan pun tak berkutik. Berasa jadi kucing menghadapi umpan-umpan cepat yang dikenal sebagai tiki-taka itu. Gol Fernando Torres di babak pertama pun tak berbalas. Skor 1-0 berakhir hingga peluit panjang dibunyikan. Dan Jerman pun kalah. Kalah di final sakitnya bukan main. Sampai mengganggu mental pemain, terutama Michael Ballack.
Ini jadi gelar runner up kesekian dalam karirnya. Saking kesalnya, Ballack enggan memegang banner untuk mengapresiasi fans yang hadir di laga final. Oliver Bierhoff yang kala itu menjabat sebagai manajer tim langsung meneriaki Ballack. Dengan nada tinggi, Bierhoff pun marah-marah. Pada akhirnya, insiden ini jadi konflik berkepanjangan
Kembali Dikalahkan Spanyol di Piala Dunia 2010
Anyway, itu sekadar bumbu yang terjadi pasca kekalahan atas Spanyol. Waktu itu, beritanya cukup besar. Bahkan ada dimana-mana. Namun, di balik itu Joachim Loew justru tak menghiraukannya. Karena ia sedang overthinking. Dirinya penasaran dan mengevaluasi apa yang salah dari skuadnya sehingga bisa dikalahkan oleh Spanyol.
Salah satu yang menyadarkan Joachim Loew adalah usia para pemainnya. Di EURO 2008, Spanyol dengan berani menggunakan pemain-pemain muda. Luis Aragones yang dikenal keras dan tegas dalam mengambil keputusan memangkas generasi pemain-pemain tua dan bermasalah macam Fernando Hierro, Fernando Morientes, bahkan Raul.
Loew meniru apa yang dilakukan Aragones. Pelatih berkebangsaan Jerman itu menyingkirkan generasi tua seperti Jens Lehmann, Michael Ballack, Tim Borowski, hingga Kevin Kuranyi. Sang pelatih pun memberikan kesempatan pada Mesut Ozil, Toni Kroos, Manuel Neuer, hingga Thomas Muller untuk mengambil peran di Piala Dunia 2010.
Awalnya proyek itu dinilai berhasil. Berada di Grup D bersama tim-tim macam Ghana, Australia, dan Serbia, Jerman tak kesulitan. Jerman bahkan berhasil lolos dengan status juara grup. Tak cuma itu, ketika lolos ke babak 16 besar untuk menghadapi Inggris, generasi muda pilihan Joachim Loew kembali mengejutkan.
Menghadapi generasi emas Inggris yang masih dihuni Steven Gerrard, Frank Lampard, hingga Wayne Rooney, Mesut Ozil dan kolega berhasil menang telak. Tak tanggung-tanggung, skor 4-1 terpampang di akhir laga. Kala itu, Thomas Muller jadi bintang lapangan berkat dua golnya ke gawang David James.
Keperkasaan generasi baru Jerman terus berlanjut di babak perempat final. Menghadapi Argentina selaku wakil Benua Amerika, Jerman tak terbendung. Albiceleste yang kala itu masih diperkuat Gonzalo Higuain, Carlos Tevez, Javier Mascherano, dan Lionel Messi tampil lebih buruk daripada Inggris.
Mereka sama sekali tak bisa menjebol gawang Manuel Neuer. Skuad asuhan Diego Maradona pun hancur lebur usai dihantam empat gol tanpa balas oleh Der Panzer. Praktis, laga ini pun jadi sorotan. Banyak media yang meyakini bahwa Piala Dunia 2010 akan jadi kebangkitan Jerman setelah gagal di EURO 2008.
Sialnya, Spanyol lagi-lagi tak mau membiarkan hal itu terjadi. La Roja kembali menggagalkan mimpi Jerman untuk meraih trofi dengan skor yang identik dengan dua tahun lalu. Namun, kali ini bukan Torres yang menjebol gawang Der Panzer, melainkan Carles Puyol yang tampil heroik dengan mencetak gol di menit 73. Spanyol masih jadi batu sandungan bagi anak buah Joachim Loew.
Kedatangan Pep Guardiola
Federasi sepakbola Jerman pun kembali dibuat bingung. Skuad sudah regenerasi. Timnas Jerman sudah berisikan pemain-pemain muda agar bisa bersaing dengan Spanyol. Lantas apa? Joachim Loew diminta untuk menonton lagi pertandingan melawan Spanyol di Piala Dunia 2010. Dirinya diminta untuk menganalisa sekali lagi. Apa yang salah dari Jerman.
Memakan waktu sekian hari untuk menemukan permasalahannya. Namun, di sebuah malam yang dingin di Kota Munich, Joachim Loew tersadar bahwa pola permainan Jerman masih sama dengan EURO 2008. Sementara Spanyol, yang mengandalkan Tiki-takanya masih saja merepotkan timnya.
Lantas apa solusinya? Dari mana ia bisa menemukan taktik yang bisa meredam Tiki-taka. Sementara Tiki-taka saja baru ditemukan oleh Luis Aragones. Sampai pada akhirnya, pria berkebangsaan Spanyol yang sangat ngelotok soal identitas Tiki-taka tiba di Jerman pada tahun 2013. Dia adalah Pep Guardiola.
Pelatih berkepala plontos itu datang ke Jerman bukan untuk mengadakan seminar apalagi melatih tim nasional Jerman. Dirinya datang untuk melatih salah satu tim terbesar di Jerman, Bayern Munchen. Guardiola membuat Munchen bermain ala Spanyol. Cair, indah, mengandalkan umpan-umpan pendek serta meningkatkan penguasaan bola.
Bermain Ala Spanyol
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Daripada susah payah menciptakan taktik baru untuk menetralisir permainan Spanyol, mengapa tidak ditiru saja? Begitu kira-kira isi kepala dari Joachim Loew. Menjelang Piala Dunia 2014, sang pelatih memperbanyak daftar pemain Bayern Munchen di skuad Jerman.
Nama-nama seperti Bastian Schweinsteiger, Toni Kroos, Philipp Lahm, Manuel Neuer dan Mario Gotze yang sudah terkontaminasi sentuhan Spanyol dari Pep Guardiola dipanggil untuk mengisi line up.
Dengan skuad yang dipenuhi pemain Bayern Munchen, yang mana sedang dalam kepercayaan diri yang luar biasa, Die Mannschaft kembali tampil meyakinkan di Piala Dunia 2014. Jerman menjuarai Grup G dan melaju ke 16 besar untuk menaklukan Aljazair. Itu berbanding terbalik dengan Spanyol yang terlunta-lunta di babak penyisihan grup. Spanyol bahkan gagal melaju ke fase gugur lantaran hanya menorehkan satu kemenangan saja.
Di perempat final, Prancis hadir dengan niat untuk menghadang tim Jerman jadi-jadian itu. Tapi nahas, Les Bleus justru jadi korban Jerman berikutnya. Lalu di semifinal, Jerman menantang Brazil. Tapi, si tuan rumah justru dikalahkan dengan mudah. Skor 7-1 membuat Oscar dkk tertunduk malu di akhir laga.
Dengan kepercayaan diri yang memuncak, giliran Argentina yang jadi tumbal. Lionel Messi dipaksa pulang dengan tangan kosong oleh gol berkelas dari pemain pengganti, Mario Gotze. Setelah sekian lama berada di balik bayang-bayang Spanyol, Jerman akhirnya menjadi juara dunia. Meskipun dengan cara mengadopsi gaya bermain rivalnya itu.
Sumber: Eurosport, France 24, The Guardian, The National News, Sport Detik