Jika Bahrain mengandalkan wasit untuk menang, Arsenal lain lagi. Mereka punya senjata mematikan yang bernama sepak pojok. Tendangan sudut memang bisa didapatkan oleh tim manapun. Namun, tak ada yang sehebat Arsenal. Klub yang bermarkas di Emirates Stadium itu bahkan mengklaim dirinya sebagai “Corner King”.
Sama halnya dengan julukannya, yakni Meriam London, Arsenal mengubah skema tendangan sudut menjadi sebuah meriam yang bisa menghancurkan kokohnya tembok pertahanan lawan. Tapi, bagaimana bisa sebuah tim seefektif itu dalam memanfaatkan sepak pojok? Padahal, situasi sepak pojok adalah situasi yang rumit dan sempit.
Nah, di sinilah kecerdasan Arsenal dalam mengatasi hal tersebut. Untuk mencari tahu bagaimana Arsenal melakukannya, mari kita bedah bersama. Namun, sebelum itu kalian bisa klik tombol subscribe dan nyalakan notifikasi loncengnya terlebih dahulu agar tak ketinggalan konten-konten terbaru dari Starting Eleven Story.
Daftar Isi
Bukan Kebetulan
Sebagai bukti bagaimana bagusnya kualitas sepak pojok milik Arsenal, kalian bisa menonton highlight pertandingan melawan Manchester United kemarin. Di laga tersebut, The Gunners berhasil menang dua gol tanpa balas. Dan kedua gol yang bersarang di gawang Andre Onana berasal dari skema sepak pojok. Terkesan miskin taktik memang. Bisanya cuma lewat satu skema.
Namun, jika kalian menelaah lebih dalam. Maka hal yang lebih besar akan terlihat. Karena pada dasarnya, gol tersebut bukan gol yang kebetulan. Arsenal benar-benar merancangnya sedemikian rupa. Mencetak gol dari situasi tendangan sudut bukan kali ini saja bagi Arsenal.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, Arsenal sudah mencetak 22 gol dari skema sepak pojok. Itu jadi yang tertinggi jika dibandingkan dengan seluruh tim Liga Inggris. Manchester City bahkan cuma bisa mencetak 15 gol.
Sejak tahun 2021, Arsenal bahkan sudah mencetak 48 gol hanya dari skema tendangan sudut. Itu angka yang mengesankan. Namun, ternyata bukan cuma jago di sepak pojok saja. Arsenal juga piawai dalam memanfaatkan segala macam set pieces. Termasuk tendangan bebas jarak menengah, dekat, bahkan lemparan ke dalam.
Menurut situs Transfermarkt, dalam satu tahun terakhir, Arsenal total sudah mencetak 27 gol dari semua jenis bola mati. Lagi-lagi, itu jadi yang terbaik di Inggris. Di urutan kedua, ada Everton dengan 25 gol. Tak heran bila The Toffees berada di nomor dua. Karena skema ini memang wajarnya dipakai oleh tim-tim medioker yang tak banyak menguasai bola.
Andil Nicolas Jover
Di balik data yang mengesankan, Arsenal ternyata benar-benar serius dalam mempertajam kemampuan tim dalam mengeksekusi bola mati. Meriam London bahkan punya pelatih khusus untuk terus mencetak gol dari sepak pojok.
Pelatih yang kita maksud adalah Nicolas Jover. Sebagai informasi tambahan, pria kelahiran Berlin, Jerman ini merupakan seorang dengan pekerjaan langka. Di Arsenal, dirinya menjabat sebagai pelatih teknis. Namun, layaknya sebuah dokter, Jover adalah pelatih teknik spesialis bola mati. Di luar itu bukan urusan Jover.
Lantas, dari mana Mikel Arteta mengenal orang ini? Lucunya, Arteta kenal Jover sewaktu masih jadi asisten pelatih Pep Guardiola di Manchester City. Saat itu, Arteta kagum dengan kinerja Jover di Brentford yang berlaga di Championship. Selama tiga tahun mempekerjakan Jover, klub berjuluk The Bees itu sudah mencetak 46 gol dari skema bola mati.
Melihat hal tersebut, Arteta pun merekomendasikan nama Nicolas Jover kepada Pep Guardiola pada tahun 2019. Namun, karena Arteta ditunjuk untuk menangani Arsenal pada tahun 2021, Jover pun kembali diboyong Arteta ke Emirates Stadium. Dari situ Arsenal perlahan mulai mengasah kemampuan sepak pojoknya.
Bagaimana Cara Jover
Jika ada orang yang dipersiapkan khusus untuk menangani sepak pojok, lalu bagaimana cara Nicolas Jover melatih pemain Arsenal? Tidak ada yang spesial dalam pola latihan Jover. Dirinya hanya meminta agar sesi latihan bola mati ditambahkan ke jadwal latihan tim. Maka dari itu, sejak Arteta datang, sesi latihan bola mati jadi menu wajib di setiap latihan tim.
Seperti yang kita ketahui, pedoman latihan Mikel Arteta saat ini adalah B.A.S.I.C.S. Akronim itu mewakili materi latihan Arteta. B untuk Box, A untuk Attack, S untuk Shape, I untuk Intensity, dan S untuk Set Piece. Khusus Set Piece, akan dipimpin langsung oleh Nicolas Jover, bukan Arteta.
Dalam latihan tersebut, Jover menyiapkan beberapa skema dan bentuk yang harus diterapkan di pertandingan. Sederhananya, pola itu dibagi menjadi dua. Skema tiang dekat dan skema tiang jauh. Nah, dua gol yang bersarang ke gawang MU menggunakan skema tiang jauh.
“Practice makes perfect”, mungkin itulah pedoman Jover saat mengasah kemampuan tim dalam mengeksekusi tendangan sudut. Latihan yang dilakukan berulang-ulang, akan menjadi sebuah kebiasaan. Jika sudah terbiasa maka targetnya akan dinaikkan. Yakni, bagaimana cara tim melakukannya sesuai dengan instruksi, tanpa satu kesalahan pun.
Arteta menuntut tim agar bisa mencetak gol dari segala situasi menyerang. Itu akan meningkatkan persentase kemenangan. Jika tak bisa membongkar pertahanan tim lawan melalui skema open play, maka skema bola mati harus dimaksimalkan.
Penerapan di Lapangan
Nah, sekarang kita akan membahas tentang bagaimana cara menerapkannya di lapangan. Perlu diingat, situasi dan intensitas di sesi latihan dan pertandingan asli jauh berbeda. Jadi, meski sudah sempurna di sesi latihan, bukan tidak mungkin skema tendangan pojok yang disiapkan Arsenal berhasil dimentahkan oleh tim lawan.
Dari permasalahan ini, Mikel Arteta dan Nicolas Jover hanya bisa meningkatkan kemungkinannya. Maka dari itu, ketika Arsenal mendapatkan sepak pojok, Arteta hanya akan duduk manis di bangku cadangan. Jover lah yang akan mengambil kendali di pinggir lapangan.
Kuncinya, jika sepak pojok dari kanan, maka yang mengambil harus pemain berkaki kiri. Tugas ini diamanahkan kepada Bukayo Saka. Sedangkan jika sepak pojok dari kiri, maka yang akan mengambil tendangan adalah pemain berkaki kanan. Biasanya, tugas ini diemban oleh Declan Rice. Mengapa harus begitu? Karena Jover ingin menciptakan efek bola inswing. Atau menukik ke dalam.
Nantinya, pemain-pemain Arsenal yang lain diminta untuk memenuhi area gawang, atau kotak 6 yard. Memenuhinya pun nggak ngasal. Ada dua jenis gestur. Yang pertama menyebar, tapi tetap rapat. Yang kedua, ngumpul tapi di tiang jauh.
Dengan begitu, pemain lawan bisa terpancing untuk ikutan memenuhi kotak kecil. Jover hanya mengizinkan Gabriel Magalhaes sebagai pemain yang mempunyai kebebasan bergerak. Mengapa harus Gabriel? Itu akan dibahas nanti.
Jika jebakan ini berhasil, maka jangkauan dan pandangan kiper lawan akan terganggu. Kiper jadi tidak memiliki ruang yang cukup untuk memotong bola. Jika bentuk yang diinginkan sudah tercipta, bola biasanya akan diarahkan ke pemain-pemain berpostur tinggi. Selain Gabriel; William Saliba, Thomas Partey, dan Kai Havertz bisa jadi opsi.
Gabriel Magalhães
Namun, yang paling sering jadi sasaran adalah Gabriel Magalhaes. Gabriel dipilih bukan karena ngasih serangan fajar, melainkan buah dari analisis yang mendalam. Menurut tim kepelatihan Arsenal, Gabriel yang berposisi sebagai pemain belakang memiliki pembacaan arah bola yang sangat baik. Itu sangat membantu untuk menentukan arah larinya.
Yang membuat Gabriel lebih spesial dari William Saliba adalah kemampuan duel. Gabriel dinilai lebih buas dalam memperebutkan bola di udara. Dia akan menghalalkan segala cara untuk memenangkan bola. Pergerakan Gabriel nanti akan di-support oleh rekan-rekannya. Mereka akan melakukan man to man marking sehingga Gabriel bisa berdiri bebas di kotak penalti.
Contohnya saat melawan West Ham kemarin, Jurrien Timber akan mendorong Lucas Paqueta yang sedang berusaha menghalau bola agar Gabriel punya ruang untuk menanduk bola. Semua cara ini dipadukan dengan pola yang berbeda-beda.
Kadang mengincar tiang dekat, kadang tiang jauh. Kadang Gabriel cuma jadi pemancing doang dan masih banyak lagi. Itu sukses membuat tim lawan sulit menebak skema apa yang akan dilakukan Arsenal ketika mengeksekusi sepak pojok. Terdengar menyebalkan ya, klub sekaliber Arsenal cuma ngandelin sepak pojok buat menang. Tapi ya mau gimana, nyatanya berhasil kok.
https://youtu.be/Wi7SzCMubpU
Sumber: The Analyst, ESPN, Transfermarkt, Mirror, The Sun