Belakangan ini terdapat beberapa klub yang sedang berada dalam pengawasan UEFA terkait kondisi finansial mereka. Dengan dibantu media pembocor data seperti Football Leaks, kian terang upaya-upaya mencurangi kondisi finansial di hadapan UEFA. Manchester City dan Paris Saint-Germain, dua klub yang disuplai taipan timur tengah, sedang diselidiki.
UEFA, konfederasi sepak bola Eropa, mencoba menanggulangi kecurangan ini dengan regulasi Financial Fair Play (FFP). FFP digalakkan UEFA demi kebaikan klub iu sendiri. FFP berfungsi mencegah klub-klub tenggelam dalam krisis finansial yang bisa saja mengancam eksistensi klub tersebut jika terlalu banyak dililit utang. Dalam bahasa UEFA, FFP diciptakan untuk “meningkatkan kesehatan finansial sepak bola Eropa.”
Dalam penjelasan Michel Platini, eks Presiden UEFA, regulasi ini diciptakan atas dorongan para pemilik klub. Para pemilik meminta dirumuskan sebuah regulasi keuangan karena tak mampu mengontrol keuangan mereka sendiri. Setelah disetujui pada September 2009, FFP mulai diberlakukan pada 2011/12.
Peraturan FFP sebenarnya sederhana. Para klub dilarang melakukan belanja di luar kemampuan mereka. Uang keluar tidak boleh lebih besar daripada uang masuk. Tidak boleh besar pasak daripada tiang. Total pendapatan dikurangi total pengeluaran tak boleh berada di angka minus.
Kalaupun klub terpaksa menjebol neraca keuangan, UEFA membatasi para klub hanya boleh merugi sebesar 45 juta euro (Rp719 miliar) dalam tiga musim, atau 15 juta euro per musim. Yang termasuk “uang keluar” dalam peraturan ini adalah biaya transfer serta gaji pemain dan staf. Biaya yang diarahkan untuk masa depan klub seperti proyek infrastruktur, fasilitas latihan, maupun pengembangan usia muda tak masuk hitungan.
Klub-klub besar seperti PSG dan Manchester City yang “tak keberatan merugi besar” karena ditalangi sang pemilik pun terkena getahnya. Mereka pula yang beberapa kali terkena hukuman. UEFA memiliki berbagai tingkatan hukuman tergantung besaran dosa klub.
Dimulai dari yang terkecil, hukuman tersebut ialah: peringatan tertulis, denda, pengurangan poin, tak mendapat bonus kompetisi UEFA, tak boleh mendaftarkan pemain baru di kompetisi UEFA, pembatasan pendaftaran pemain di kompetisi UEFA, diskualifikasi dari kompetisi yang sedang berlangsung, hingga skorsing tak boleh ikut kompetisi UEFA dalam beberapa tahun.
Manchester City pernah mendapat hukuman pembatasan jumlah pemain di Liga Champions di era Manuel Pellegrini. Musim lalu, AC Milan bahkan terkena hukuman tak boleh tampil di kompetisi UEFA walaupun akhirnya dianulir oleh badan arbitrase olahraga dunia (CAS).
Meski begitu, terdapat kekhawatiran UEFA tak akan tegas terhadap klub-klub raksasa. City dan PSG merupakan klub yang disebut punya hubungan dengan figur-figur UEFA. Menarik dinanti apakah UEFA mau menghukum berat dua klub milik taipan tersebut…