Derby London. Derby Manchester. Derby della Madonnina. Derby Madrid. Derby Jatim. Mengapa semua itu disebut derby? Mengapa pertandingan antara Manchester United vs Manchester City; Arsenal vs Tottenham; Rangers vs Celtic; sampai Arema vs Persebaya disebut pertandingan derby?
Lalu, kenapa pula pertandingan antara Manchester United vs Liverpool tidak disebut derby? Padahal kedua tim rivalitasnya sedemikian memanas? Begitulah. Istilah “derby’ memang kerap kali hadir di tengah ruang-ruang obrolan soal sepak bola.
Kita akan merasakan suasana ketegangan ketika hadir langsung di stadion saat pertandingan derby. Bahkan ketika menonton di layar kaca dan digital pun, menyaksikan pertandingan derby seperti menciptakan atmosfer tersendiri karena begitu sentimentil.
Pembahasan soal “derby” akan selalu menarik. Sama seperti pertandingannya. Sebab di sana sudah pasti akan membahas pula bagaimana dua tim itu bisa bersaing sampai disebut “derby”. Bagaimana kisah kedua tim dan tak jarang pula terdapat tragedi yang menjadi bumbu obrolan tentang derby di sepak bola.
Misalnya, Puerta 12. Satu tragedi berdarah yang menjadi kepingan kisah derby antara River Plate dan Boca Junior. Dua klub asal Buenos Aires, Argentina. Nah, yang jadi pertanyaan apa sebenarnya definisi derby? Sejak kapan istilah itu dipakai?
Banyak Versi
Agak susah untuk mencari tahu sejak kapan istilah “derby” mulai muncul. Ini tentu saja bukan karena males mengobrak-abrik perpustakaan atau mencari literatur di Mbah Google. Hanya saja, sejarah istilah “derby” memiliki versi yang tidak sedikit. Dan boleh dikatakan masih menuai perdebatan.
Namun, ada satu versi yang diamini hampir setiap pencinta sepak bola dalam konteks semua media hasil penelusuran menggunakan versi tersebut. Bahwa frasa “derby” ini berasal dari salah satu kota kecil di negeri yang konon katanya pencipta sepak bola modern.
Mengutip Sports Quotes and Facts, istilah “derby” berasal dari sebuah tempat bernama Ashbourne di Kota Derbyshire, Inggris. Kota itu boleh dikatakan sudah mengklaim sebagai inisiator sejak abad ke-12 yang berawal dari sebuah festival. Sudah lama banget, ya?
Festival tersebut merupakan festival tahunan di kota itu. Namun, jangan bayangkan kalau itu adalah festival yang seperti kita kenal sekarang. Festival yang penuh gemerlap lampu dan arak-arakan manusia dengan kostum tertentu. Sebab festival yang dimaksud adalah sebuah pertandingan.
It’s Shrove Tuesday, which means two things. Pancakes, and the start of the Royal Shrovetide match in Ashbourne.
Played annually since 1667, it’s considered the birth of medieval football. It’s also absolute carnage. pic.twitter.com/GZuAe4Yjp3
— COPA90 (@Copa90) March 1, 2022
Menariknya, pertandingan itu adalah hasil peleburan dua olahraga, rugby dan sepak bola. Kelak pertandingan itu masyhur dengan nama Ashbourne Royal Shrovetide. Pertandingan itu mempertemukan dua kelompok penduduk yang letaknya berseberangan yang dipisahkan Sungai Derwent.
Satu kelompok mengatasnamakan dirinya All Saints, sedangkan yang satunya St. Peter’s. Kemudian untuk gawang, satu kelompok menggunakannya di Nuns Mill di bagian utara. Sementara yang satunya lagi memakai gawang di Gallows Balk di selatan.
Permainan ini menggunakan bola kulit yang dicat secara khusus. Jadi, kedua tim ini harus memasukkan bola tersebut ke gawang lawan. Namun, karena gawangnya berada di tempat yang berbeda, setidaknya kalau mau mencetak gol harus menempuh jarak sekitar 4,8 kilometer. Sudah terbayang betapa repot dan menyusahkannya permainan ini?
Meski sudah ditentukan kelompok dan kubunya, tapi pada praktiknya permainan ini bersifat “free to all” atau dengan kata lain siapa pun boleh ikut. Permainan yang lebih mirip tawuran ini bisa dimainkan sebanyak 1000 orang.
Tak hanya itu, permainan ini tidak memiliki aturan yang tetap layaknya rugby atau sepak bola. Jadi siapa pun boleh berlaku sesuka hati, entah itu adil atau tidak, kasar atau tidak, merugikan orang lain atau tidak, pokoknya terserah. Tim yang memasukkan bola ke gawang lawan menang.
Tak jarang lantaran tidak adanya aturan yang mengikat, perkelahian sulit terhindarkan. Para pemain bisa saling pukul, tendang, menjatuhkan, atau apa pun itu. Yang penting bolanya masuk ke gawang.
Karena terpisah oleh sungai, perkelahian itu kadang berlangsung di sungai. Saking brutalnya permainan itu, ada yang tewas itu hal yang lumrah. Kendati penuh dengan kekarasan, permaianan itu tetap terselenggara terutama di hari-hari raya di Inggris, seperti Shrove Tuesday di Ashborne.
Selain tadi, ada teori lain yang mengatakan istilah “derby” ini berasal dari sebuah pacuan kuda di Inggris, bernama “The Derby” yang didirikan pada tahun 1780 oleh Earl of Derby ke-12. Oh iya, fyi aja nih, Earl of Derby adalah sebuah gelar kebangsawanan di Inggris yang diberikan pada orang tertentu yang menduduki jabatan penting, seperti Perdana Menteri.
Namun, versi lain lagi menyebut kalau frasa “derby” ini dimunculkan oleh sebuah penerbitan di Inggris bernama Daily Express pada tahun 1914.
Kala itu, Daily Express menggunakan frasa “local derby” untuk menggambarkan pertandingan Liverpool kontra Everton. Sebab kandang kedua klub Merseyside ini hanya terpisahkan oleh Stanley Park yang kok ndilalah dimiliki Earl of Derby juga.
Lokalitas
Pengggunaan istilah “local derby” untuk menggambarkan pertandingan antara Liverpool vs Everton oleh Daily Express tahun 1914, pada akhirnya tersiar ke seluruh dunia. Maka muncul kesimpulan bahwa setiap kali dua klub yang berasal dari satu tempat, wilayah, daerah, kota, atau berdekatan bertemu akan disebut sebagai pertandingan derby.
Lantaran kedekatan itu pula, persaingan bisa saja tumbuh bertahun-tahun. Dalam prosesnya juga melahirkan sentimen-sentimen tertentu, yang pada akhirnya menimbulkan atmosfer pertandingan derby seperti yang kita rasakan hari ini.
13th of March is one of Liverpool’s most iconic dates:
-The second League Cup win,but first at Wembley (1982)
-The last Derby infront of the Old Kop (1994)
-Gerrard’s Merseyside Derby hattrick (2012)
-The great win away at Bayern (2019) pic.twitter.com/33hBrannbC— JAMES FF (@JAMESFF14527589) March 13, 2022
Lokalitas ini pulalah yang kemudian menjadi dasar penamaan suatu pertandingan derby. Kita biasa menyebut pertandingan antara Liverpool vs Everton sebagai Derby Merseyside karena keduanya sama-sama berasal dari Kota Merseyside. Atau pertandingan antara Real Madrid vs Atletico Madrid disebut Derby Madrid karena keduanya berasal dari ibukota Spanyol, Madrid.
Namun, untuk Derby della Madonnina antara Inter Milan vs AC Milan itu punya sejarah penamaannya sendiri. Dan rasa-rasanya tidak perlu dibahas di sini karena bisa terlampau panjang nanti. Sebagai gantinya kamu bisa menonton video Starting Eleven yang membahas soal Derby della Madonnina.
Lantas, bagaimana dengan El-Clasico? Pertandingan antara Real Madrid vs FC Barcelona tidak bisa disebut derby karena keduanya berbeda kota. Nah, kalau Barcelona vs Espanyol itu baru derby. Namanya Derby Catalan.
Seberapa Penting Pertandingan Derby?
Pertandingan derby dalam sepak bola sendiri kerap dianggap penting oleh setiap klub maupun penggemar. Mengapa? Alasan utamanya adalah kebanggaan lokal. Akan sangat nyaman dan tak terusik apabila klub kebanggaan menang.
Karena bukan tidak mungkin esoknya atau setelah pertandingan derby, dua orang penggemar yang kebetulan berbeda klub akan bertemu. Entah di sekolah atau kantor.
Ilustrasinya begini, kalau misalnya MU kalah di Derby Manchester, sudah pasti penggemarnya bakal kicep. Sebab kalau masih koar-koar nggak jelas, sudah barang tentu bakal diejek balik oleh penggemar Manchester City. Eh, sebentar memangnya fans City beneran ada ya?
Sumber referensi: premierskillsenglish.britishgouncil.org, sqaf.club, phrases.org, sportstrade.io, ligalaga.id