Ipswich Town kian mengokohkan diri di peringkat kedua klasemen sementara Divisi Kedua Liga Inggris atau yang lebih sering dikenal sebagai Divisi Championship. Berstatus tim yang baru promosi dari divisi tiga, Ipswich mengejutkan dengan mendobrak papan atas. Torehan poin mereka bahkan jauh lebih baik dari klub-klub unggulan lain macam Southampton atau Norwich City.
Menariknya, di dalam tim tersebut ada pemain Timnas Indonesia, Elkan Baggot. Jika Ipswich berhasil mengamankan satu tiket ke kasta tertinggi Liga Inggris, itu berarti Baggot akan bergabung dengan Justin Hubner yang sudah lebih dulu tergabung dalam klub Premier League, Wolverhampton.
Namun, adanya pemain Indonesia di Premier League justru menimbulkan pertanyaan. Premier League punya aturan kalau klub Inggris harus menjaga mutu bermain dengan merekrut pemain-pemain dari negara yang kekuatan sepakbolanya cukup diperhitungkan. Nah, Indonesia kan 100 besar ranking FIFA aja nggak masuk. Terus, boleh gitu pemain Indonesia main di Premier League?
Daftar Isi
Aturan Premier League
Justin Hubner dan Elkan Baggot memiliki potensi besar untuk bermain di Liga Inggris suatu saat nanti. Yang jadi masalah, keduanya kan berasal dari Indonesia. Jika melihat peta kekuatan sepakbola dunia, Indonesia negara yang tidak begitu diperhitungkan. Itu akan sedikit menyimpang dari regulasi yang ditetapkan oleh federasi sepakbola Inggris.
Pada dasarnya, Premier League telah menetapkan peraturan yang sangat ketat soal eligibilitas para pemain-pemain yang mau berkarir di Inggris, baik itu yang berasal dari Inggris maupun dari luar Inggris atau bahkan luar Eropa. Satu di antaranya adalah perihal ranking FIFA.
FA mewajibkan setiap pemain yang berasal dari negara-negara lain harus memiliki ranking FIFA minimal 70 dalam waktu dua tahun terakhir. Jadi, Indonesia tak masuk dalam kriteria ini. Karena 100 besar FIFA saja, Indonesia tidak masuk.
Tapi, jangan risau. Pemain-pemain berbakat yang berasal dari luar Inggris atau bahkan luar Eropa masih bisa membangun karir di Liga Inggris suatu saat nanti dengan adanya regulasi baru yang meringankan.
Status Homegrown
Status homegrown misalnya. Pemain-pemain yang berhasil meraih status ini tentu bisa langsung bermain di Premier League. Pemain homegrown yang dimaksud adalah pemain yang usianya 21 tahun atau lebih yang telah menghabiskan tiga musim di Inggris sejak usia 16 tahun. Atau bisa dibilang pemain tersebut merupakan lulusan akademi klub di Inggris.
Pemain homegrown identik dengan pemain lokal. Tapi nyatanya status ini tak memandang dari mana asal negara pemain tersebut. Jadi mereka yang bukan warga negara Inggris tetap bisa menjadi pemain homegrown. Cesc Fabregas contohnya. Pemain yang berasal dari Spanyol ini mengantongi status homegrown karena pada usia 16-21, ia menghabiskan tiga musim di Arsenal.
Selain Fabregas juga masih ada pemain-pemain lain yang mengantongi status ini. Contohnya Romelu Lukaku, Paul Pogba, dan Adnan Januzaj yang sudah mengenyam pendidikan sepak bola di klub-klub Liga Inggris sejak usia 16 tahun. Nah, Justin Hubner dan Elkan Baggot sudah mengantongi status ini. Jadi, sudah memenuhi syarat untuk main di kasta tertinggi.
Tapi jika muncul pertanyaan apakah semua pemain berkewarganegaraan Inggris disebut homegrown? Tidak juga. Pemain yang lahir dan memiliki kewarganegaraan Inggris tidak menjamin dia memiliki status homegrown juga. Eric Dier contohnya. Doi emang lahir di Inggris, tapi tidak mendapat label homegrown karena usia mudanya ia habiskan di Sporting Lisbon.
Pribumi Nggak Bisa dong?
Kalau gitu, pemain-pemain pribumi macam Marselino Ferdinan atau Ramadhan Sananta nggak bisa dong main di Liga Inggris? Tenang, Premier League punya regulasi lain untuk memberikan kesempatan pada pemain-pemain dari negara yang tak memiliki kekuatan sepak bola yang bagus.
Apabila diibaratkan sebagai sebuah berlian, Premier League meyakini di luar sana pasti ada satu berlian yang paling bersinar di tengah-tengah berlian lain. Yang mana mereka yakin kalau ada satu dari sekian pemain di negara-negara tertentu yang layak bermain di Inggris. Shandon Baptiste contohnya.
Pemain Brentford ini bisa berkarir di Premier League meski negaranya, yakni Grenada berada di peringkat 174 dunia. Ranking FIFA negaranya Baptiste jauh di bawah ranking FIFA milik Timnas Indonesia. Kalau Shandon Baptiste saja bisa, maka Marselino pun sangat bisa untuk berkarir di Premier League.
“Surat Izin”
Caranya adalah mendapatkan surat izin kelayakan bermain di Liga Inggris. Federasi sepak bola Inggris menyebutnya Government Body Endorsement atau kita singkat saja menjadi GBE. Surat ini nantinya jadi bukti bahwa pemain yang akan berkarir di Liga Inggris adalah pemain berkualitas, bukan sekadar tukang tendang bola.
GBE ini ternyata wajib dipunyai oleh pemain yang bukan berasal dari Uni Eropa. Sebetulnya ada banyak kriteria untuk mendapatkan GBE ini. Tapi yang sudah bisa dipastikan adalah seorang pemain yang bukan dari Uni Eropa dan dari negara yang berperingkat FIFA rendah harus bisa mengumpulkan 15 poin dari kriteria yang ada.
Bagaimana cara mengumpulkannya? Sebagai disclaimer, Premier League memberi privilege kepada pemain yang berasal dari negara berperingkat 50 besar dunia berupa “auto pass”. Namun, pemain tersebut tetap harus memperhatikan jumlah menit bermain untuk tim nasionalnya.
Di luar 50 besar, pemain nggak dapet auto pass. Jadi pemain-pemain Indonesia harus rajin bermain untuk tim nasional. Jika konsisten selama 90-100% tampil di agenda tim nasional, maka pemain tersebut akan mengumpulkan dua poin. Untuk mencapai 15 poin maka harus memenuhi persyaratan lain.
Kriteria Lain
Salah satunya adalah penampilan di liga domestik bersama klub sebelumnya. Untuk kompetisi domestik sendiri dibedakan menjadi enam berdasarkan kualitas liga-nya. Kelas satu diisi oleh kasta tertinggi lima liga top Eropa termasuk Liga Inggris itu sendiri.
Sementara kelas dua diisi oleh Eredivisie, Liga Utama Portugal, Liga Utama Belgia, Liga Utama Turki, dan Divisi Championship. Sedangkan pemain-pemain Indonesia lain macam Asnawi Mangkualam di kasta kedua Liga Korea, Marselino di kasta kedua Belgia dan Ramadhan Sananta di Liga 1 masuk ke dalam kelas enam.
Selain di kompetisi domestik, berkiprah di kompetisi kontinental macam Liga Champions Eropa, Copa Libertadores, dan Europa League juga akan mendapat tambahan poin. Poin maksimal yang bisa diraih jika bermain di UCL dan Copa Libertadores adalah sepuluh.
Sementara di UEL hanya lima dan kompetisi kontinental lain macam Liga Champions Asia hanya dua poin. Itu pun syaratnya si pemain harus bermain hingga partai final di kompetisi-kompetisi tersebut.
Jika pemain Indonesia masih aja main di liga-liga yang berada di kelas enam, yang mana nggak tampil di Liga Champions Eropa atau kompetisi selevelnya, maka poin maksimal yang bisa diraih hanya dua. Itu pun kalau sang pemain tampil dalam 90-100% pertandingan klub. Lantas bagaimana jika pemain Indonesia masih saja gagal mengumpulkan 15 poin?
Regulasi Baru
Masih ada sistematika bernama Exception Panel. Sistematika ini semacam banding dalam pengadilan. Jadi, klub bisa mengusahakan pemain Indonesia untuk tetap bermain di Inggris dengan cara menjelaskan kenapa sang pemain gagal mengumpulkan poin dan kenapa sang pemain layak berlaga di Premier League.
Mulai Juni 2023 kemarin, FA meluncurkan keringanan terkait regulasi ini. Keringanan itu bernama Elite Significant Contribution, yang mana klub Premier League dan Championship diperbolehkan mendaftarkan empat pemain di luar regulasi yang sudah tertera asal memiliki kualitas yang memenuhi standar. Jadi, jika ingin bermain di Liga Inggris dengan jalur ini, pemain Indonesia mesti memiliki kemampuan yang istimewa agar klub peminat mau memperjuangkannya dihadapan FA.
Sumber: The FA, Daily Mail, World Soccer Talk, Bola, Garis Tengah