Di antara gol penyeimbang Ramos yang dramatis, gol Gareth Bale yang krusial, dan gol penalti dari Ronaldo, Di Maria adalah pahlawan Real Madrid dalam merengkuh gelar La Decima. Ia bahkan menjadi man of the match di final melawan Atletico Madrid.
Namun, hubungan Di Maria dan Real Madrid jadi asam di ujung karirnya bersama Los Blancos. Di Maria pun merasa terkhianati ketika dijual ke Manchester United. Sampai akhirnya, ia bilang bahwa hubungannya dengan Real Madrid sudah tamat dan bersedia memperkuat Barca.
Daftar Isi
Awal Karir Di Maria
Untuk mengenang momen asam manis Di Maria bersama Real Madrid, maka perlu menilik kembali bagaimana akhirnya pemain kelahiran Rosario, Argentina itu bisa berlabuh ke klub semegah Los Galacticos. Ceritanya kurang lebih sama seperti bintang pada umumnya, Di Maria tidak sukses secara instan.
Di Maria jauh dari kata matang ketika masih membela Argentina di Piala Dunia U-20 pada tahun 2007. Usianya masih 19 tahun dan masih bermain di klub masa kecilnya, Rosario Central. Tapi itu bukan hal yang buruk. Piala Dunia U-20 memang pentas bagi para pemain muda yang belum matang untuk mendapatkan kontrak klub besar pertama mereka.
Tidak terkecuali bagi Di Maria. Para pencari bakat telah melihat kemampuan ciamiknya ketika mencetak gol di babak 16 besar melawan Polandia. Lalu kembali mencetak gol di laga semifinal melawan Chile. Sampai akhirnya mengalahkan Republik Ceko di final dan keluar sebagai juara.
Melihat penampilan apiknya itu, banyak klub besar Eropa yang berburu mendapatkan tanda tangannya. Dari Boca Junior sampai ke Arsenal, berlomba memboyong remaja itu. Tapi yang paling gigih adalah Benfica. Raksasa asal Portugal itu pun memboyong Di Maria dengan harga 8 juta euro saja.
Merantau ke Portugal
Dengan begitu, dimulailah petualangan Di Maria bersama salah satu klub terbesar di Portugal. Atau itu yang ia dan semua orang kira. Nyatanya, ia tidak bisa berkontribusi banyak di klub itu. Padahal ia direncanakan untuk menggantikan Simao yang pindah ke Atletico Madrid.
Itu sempat membuatnya sedih. Terlebih lagi, ketika melihat ayahnya yang sudah melepas pekerjaannya untuk bisa pindah ke Portugal bersama Di Maria. Berada di situasi seperti itu membuat Di Maria sempat berpikir bahwa langkah yang ia ambil adalah sebuah kesalahan.
“Ketika saya di Benfica, saya nyaris tidak bermain untuk dua musim. Ayah saya melepas pekerjaannya demi pindah bersama saya ke Portugal dan harus terpisah dengan ibu saya. Ada masa ketika suatu malam saya mendengar ayah menangis saking rindunya dengan ibu saya.”
Titik baliknya datang ketika dipanggil untuk memperkuat Argentina di Olimpiade Beijing 2008. Di Maria melihat ini sebagai kesempatan untuk kembali bersinar. Dan benar saja, ia mencetak gol di partai final. Bahkan menyingkirkan Brasil yang diperkuat Ronaldinho di babak semifinal.
Momen itu mengembalikan rasa percaya dirinya kembali. Terlebih, ia berkesempatan untuk bermain dengan Messi. Ia mengaku bahwa saat itu adalah saat yang paling menyenangkan. Tak lama setelahnya, atau tepatnya di tahun 2009 Benfica mendatangkan pelatih baru, Jorge Jesus. Berbeda dengan Jose Antonio Camacho atau Quique Sanchez Flores yang merupakan manajer sebelumnya, Jorge Jesus punya kepercayaan lebih kepada Di Maria.
Baru di era Jorge Jesus Di Maria bisa memaksimalkan potensinya. Ia menjelma jadi sayap kanan andalan Benfica. Dengan mencetak 10 gol dan 19 assist dari 45 pertandingan, ia menjadi bagian penting dalam merengkuh gelar Liga Portugal sekaligus Taca de Liga di musim 2009/10. Di tahun 2010 itu juga, pada pertandingan melawan Leixoes, Di Maria mencetak hattrick pertamanya bersama Benfica.
Bergabung Dengan Galacticos
Sayangnya debut Piala Dunia Di Maria di tahun 2010 tidak berjalan bagus. Albiceleste yang diracik tangan tuhan, Diego Maradona dibantai Jerman 4-0 di perempat final. Perjalanan Piala Dunia pertama Di Maria pun terhenti dan tidak meninggalkan kesan yang baik.
Tapi itu tidak memudarkan nama Di Maria yang justru mulai naik. Jose Mourinho adalah salah satu penggemarnya. Pelatih yang baru saja memenangkan treble bersejarah Inter itu berminat untuk mendatangkan Di Maria ke klubnya. Mourinho juga baru saja direkrut Real Madrid dengan tugas untuk mengakhiri dominasi Pep Guardiola di Spanyol.
Florentino Perez described his decision to appoint José Mourinho as Real Madrid manager as the most important one. Up until his arrival, the club had only won 3 Major trophies in 7 seasons. He resurrected the club and instilled a winning mentality.
It all started with him. pic.twitter.com/CKImRgsl8K
— RMZZ (@RMBlancoZz) December 26, 2022
Didatangkanlah Di Maria dengan harga yang tidak sampai 40 juta euro. Mourinho tidak hanya merekrut Di Maria pada saat itu. Melainkan juga Mesut Ozil dan Khedira yang mencuri perhatian di Piala Dunia 2010 bersama Jerman.
Bersama Mourinho, Real Madrid memunculkan aura galacticos yang pernah bersinar di era 2000-an awal. Degan manajer ternama, serta pemain kelas dunia yang glamor, Real Madrid siap untuk kebangkitannya lagi. Masa-masa pertama Di Maria di Real Madrid memang terasa manis.
Di Maria jadi sayap kesayangan Mourinho. Di musim debutnya bersama Real Madrid, ia tampil 53 kali di semua kompetisi. Serta mencetak 9 gol dan 26 assist di semua pertandingan bersama El Real. Meskipun begitu, tidak banyak trofi yang bisa ia dapatkan di musim pertamanya. Ia hanya mendapatkan Copa Del Rey. Real Madrid duduk di peringkat kedua di bawah Barcelona. Juga kalah melawan skuad Pep Guardiola di semifinal Liga Champions.
Kiprah Mourinho di Real Madrid tidak begitu bagus. Meskipun pada akhirnya ia berhasil mendapatkan menggulingkan dominasi Barca di La Liga pada tahun 2012, los blancos kalah di semifinal Champions League melawan Bayern Munchen. Musim ketiga menjadi musim terakhir Mourinho di Madrid. Setelah hancur di semifinal melawan Borussia Dortmund, the special one didepak dari kursi kepelatihan.
Hubungan Mulai Asam
Di sinilah ketika hubungan Di Maria dengan Madrid menjadi semakin asam. Yaitu setelah pelatih legendaris, Carlo Ancelotti di datangkan beserta anggaran selangit untuk merombak Real Madrid. Pelatih asal Italia itu kemudian membeli Gareth Bale dari Tottenham dan juga gelandang berbakat, Isco.
Bale, Marcelo and Isco have all been added to Real Madrid’s legends section on their website 🏆👏 pic.twitter.com/4WbPq5Mmpj
— ESPN FC (@ESPNFC) June 16, 2022
Perombakan ini memaksa beberapa pemain pergi, sebab mereka tahu akan semakin sulit mendapatkan tempat di rezim baru itu. Higuain dan Carvalho termasuk salah dua yang memilih meninggalkan klub. Sedangkan Mesut Ozil, pergi ke London untuk membela Arsenal. Tidak dengan Di Maria, ia memilih setia di Bernabeu.
Keputusan Di Maria sepertinya salah. Ancelotti langsung memasang Gareth Bale menjadi ujung trisulanya. Dua penyerang lainnya adalah Ronaldo dan Benzema. Sejak saat itu terciptalah tio BBC yang mendominasi La Liga. Di Maria sendiri berubah peran, ia bermain lebih ke belakang. Ia pun menjadi seorang gelandang bersama dengan Luka Modric dan Xabi Alonso yang terkadang digantikan Sami Khedira.
Meskipun bermain bukan dengan peran naturalnya di lapangan, tapi ia tetap tampil memuaskan. Contohnya bisa dilihat pada laga final Liga Champions 2014. Perannya di pertandingan final melawan Atletico Madrid itu tidak bisa diabaikan.
Di Maria in 2014 : Won the Man of the match award in the final & ended Real Madrid’s 12 year Champions League drought.
Di Maria in 2021 : Wins the Man of the match award in the final & ended Argentina’s 28 year trophy drought by winning the Copa America. pic.twitter.com/u3xgyUsvLR
— Real Madrid Xtra (@RealMadridXtra) July 11, 2021
Meskipun tidak mencetak gol, tapi Di Maria adalah ancaman konstan bagi lawan. Dibalik gol penyama kedudukan yang dramatis dari Ramos, gol krusial Gareth Bale, dan penalti Ronaldo, Di Maria dinobatkan sebagai man of the match di laga itu. Ia pun mempersembahkan La Decima yang dinanti-nantikan fans Madrid
Pengkhianatan Real Madrid
Terlepas dari perannya di Real Madrid, tidak menutup fakta bahwa masa Di Maria di Bernabeu sudah mendekati akhir. Ia tahu akan hal itu dan jadi makin frustasi. Ditambah, hubungannya dengan para fans dan klub tambah buruk.
Bermula di laga melawan Celta Vigo pada 6 Januari 2014, Di Maria digantikan oleh Gareth Bale di menit ke-70. Karena marah, ia bereaksi dengan memegang selangkangannya ketika keluar lapangan.
Di Maria membantah telah membuat gestur itu dengan sengaja. Ia mengatakan “Tidak pernah terpikirkan oleh saya untuk menyinggung siapapun. Apalagi publik Bernabeu.” Tapi para fans sudah kadung marah duluan pada saat itu.
Di Maria juga merasa dikhianati oleh Los Blancos. Ini bermula di turnamen Piala Dunia 2014. Di Maria yang sudah cedera sejak pertandingan perempat final melawan Belgia, diragukan tampil di partai final. Tapi ini diperparah oleh sepucuk surat yang datang dari Florentino Perez, presiden Real Madrid. Surat berisi desakan untuk pihak Argentina untuk tidak memainkan Di Maria di laga final.
Di Maria yang marah langsung merobek surat itu. Ia tahu bahwa Real Madrid dan Manchester United sedang menegosiasikan kepindahannya. Florentino Perez tidak mau harga Di Maria turun karena cedera jika dimainkan di laga final.
In 2014, Real Madrid didnt allow him to play the worldcup final because of slight injury he had since they were already tracking james rodriguez and wanted to sell Di Maria.
This worldcup final has to be his redemption after how many clutch goals he scored for argentina ❤️ pic.twitter.com/I9M6ndxWsY
— MA26 🇵🇰 (@MA26EDITS) December 15, 2022
Real Madrid juga sudah membeli bintang Kolombia, James Rodriguez saat itu dengan harga 76 juta euro. Banyak yang berpendapat kalau Di Maria diperlakukan tidak adil oleh Madrid dengan mengirimnya ke Manchester United. Juara Piala Dunia tahun 2022 itu pun mengaku kalau sebenarnya ia tidak ingin meninggalkan los blancos.
“Saya tidak pernah ingin meninggalkan Real Madrid, Cristiano selalu mendukung saya untuk tinggal. Tapi Madrid menjual saya karena untuk memulihkan keuangan mereka setelah belanja besar saat itu.”
“Saya dan Real Madrid Sudah Habis”
Ia pun pergi ke Manchester dengan status sebagai transfer termahal Liga Inggris. Satu tahun ia habiskan dengan sangat mengecewakan di Premier League. PSG memberinya kesempatan untuk lepas dari cengkraman Louis van Gaal. Ia pun hengkang setelah hanya 12 bulan bersama setan merah.
Di Paris ia bisa mendapatkan kehormatannya kembali. Di musim pertamanya, ia mencetak 15 gol dan 25 assist dari total 47 laga yang dimainkan bersama PSG. Itu membuat Barca sempat meliriknya di tahun 2017.
Menanggapi rumor itu, Di Maria mengeluarkan pernyataan yang membuat marah para fansnya di Madrid dulu. Ia mengaku tidak keberatan untuk bermain dengan Barcelona. Di Maria bahkan menambahkan jika hubungannya dengan Real Madrid sudah tamat.
Ia sepertinya sungguh-sungguh dengan pernyataannya itu. Di tahun 2019, ketika PSG menghadapi Real Madrid di Liga Champions, ia mencetak dua gol ke gawang Thibaut Courtois. Dua gol tersebut tanpa ragu ia rayakan bersama rekan-rekannya. Itu semakin membuat dirinya dibenci oleh fans Real Madrid.
Di Maria memang bukan pemain favorit banyak orang. Ia juga mendapat julukan pemain yang arogan. Tapi satu yang pasti adalah ia butuh lebih banyak lagi pengakuan dalam dunia sepak bola. Jika bukan karenanya, Real Madrid mungkin tidak bisa mendapatkan gelar La Decima, Ronaldo tidak bisa mencetak gol sebanyak itu, dan Messi mungkin masih belum bisa mendapat gelar Piala Dunia.
Sumber referensi: As, Marca, Tribute, Thesefootbaltimes, FIFA, B/R