Arsenal? City? Bukan! Tapi Aston Villa yang Selamatkan Muka Inggris di Eropa

spot_img

Sepak Bola Inggris berada di ujung tanduk. Lagian, siapa suruh tidak adil? Everton dan Nottingham Forest dihukum, giliran ngadepin segambreng dugaan pelanggaran finansial Manchester City sama Chelsea memble. Lihat noh, Manchester City yang dibangga-banggakan Inggris di Liga Champions akhirnya terkapar juga, kan?

Apa, Liverpool? Halah, tim ini besar di nama doang. Pengumuman Jurgen Klopp pergi aja digede-gedein. Lihat kan hasilnya, mereka malah justru nggak fokus di kompetisi. Arsenal? Walah apa lagi ini. Bapuk natural. Melawan Bayern Munchen yang sedang bobrok setengah mampus saja nggak becus. Arsenal cuma bisa nambahin dosa Coach Justin.

Siapa lagi? West Ham? Ayolah, memang ada yang pasang tim yang dilatih kakek-kakek seperti David Moyes? Ya, untungnya Inggris masih punya satu wakil di semifinal kompetisi Eropa. Tim yang dimaksud adalah Aston Villa. Kok bisa yang menyelamatkan muka Inggris justru tim yang trofi terakhirnya saja diraih tahun 1996?

Mari kita membahasnya. Namun, sebelum itu jangan lupa subscribe dan nyalakan loncengnya agar tak ketinggalan video terbaru dari Starting Eleven Story.

Arsenal dan Manchester City Keok di UCL

Inggris awalnya sangat yakin karena mengirim dua wakilnya di perempat final Liga Champions Eropa. Dua wakil itu adalah Manchester City dan Arsenal. Keyakinan itu makin bulat sempurna karena lawan yang dihadapi di perempat final punya celah lebar untuk dikalahkan.

Real Madrid memang empunya Liga Champions. Tapi Manchester City dan Josep Guardiola selalu punya siasat jitu untuk memaksa Los Blancos pulang lebih dulu. Musim lalu, Bernardo Silva dan kolega bahkan bisa menghabisi Real Madrid lewat skor mending WO, 4-0 setelah menahan imbang di Santiago Bernabeu.

Di tempat lain, ketika drawing mempertemukan Arsenal dengan Bayern Munchen, semua orang bergidik ngeri. Takut apa yang pernah tega dilakukan Die Roten pada gooners hari itu terulang lagi. Namun, kepercayaan diri Arsenal untuk mengalahkan Bayern Munchen setidaknya menutup rasa insekyur mereka.

Ditambah saat undian itu keluar, Arsenal sedang dalam mode yang bukan Arsenal yang kita kenal 3-5 tahun yang lalu. Di satu sisi, Bayern Munchen sedang kehilangan esensi. Mereka gagal di DFB Pokal, disingkirkan oleh tim sangat semenjana seperti Saarbrucken.

Lalu di Bundesliga, anak asuh Thomas Tuchel berkali-kali harus minum entrostop karena gagal mendekati poin Bayer Leverkusen. Tapi apa yang terjadi di pertandingan? City maupun Arsenal, semuanya terpental. Bayern Munchen yang bapuk itu bisa mengalahkan Arsenal yang di pertandingan justru mengajari Die Roten caranya main buruk.

Real Madrid yang katanya main jelek itu mengalahkan Manchester City. Membuat para fans The Citizens yang masih suka makan roti marie, tantrum dan terus ngoceh kalau Real Madrid menang beruntung doang. Ya kalau sekadar cari keberuntungan ke Gunung Lawu, bukan main di UCL.

Bisa-Bisanya Liverpool Kalah Sama Atalanta

Di lain tempat, di kasta yang lebih rendah, Liverpool malah kena pukul. Digadang-gadang juara Liga Eropa, The Reds justru sengsara. Padahal lawan yang dihadapi hanya sekelas Atalanta. Sebelum laga perempat final melawan Atalanta, Liverpool sebenarnya diuntungkan.

The Reds sebelumnya pernah menggilas Atalanta 5-0. Masa dengan catatan yang mencolok itu malah gagal memotivasi anak asuh Jurgen Klopp? Lucunya lagi, The Reds kalah di Anfield, yang kata kopites, angker itu.

Anfield yang angker malah dijadikan training ground oleh Atalanta. Pertahanan kokoh La Dea yang dikomandoi sang kiper, Juan Musso berhasil bikin Jurgen Klopp puyeng di tepi lapangan. Sudah begitu, Liverpool tidak mengimbangi kokohnya pertahanan Atalanta.

Pertahanan tim tuan rumah malah seperti kayu dimakan rayap. Lini belakang The Reds diobok-obok oleh Gianluca Scamacca. Kamu tahu, Scamacca adalah striker yang nyaris hilang dari peredaran. Dua gol Scamacca justru kian menyulitkan para pemain Liverpool buat tenang.

Akhirnya atmosfer Anfield berubah. Tidak lagi mengintimidasi lawan, tapi malah mengintimidasi Liverpool itu sendiri. The Reds bukan tanpa peluang di laga itu. Setidaknya lima tembakan ke arah gawang dilepaskan oleh Liverpool. Tapi apa? Ya, cuma menembak, tidak berbuah gol.

Soal kenapa silakan tanya ke lini serang Liverpool, terutama Darwin Nunez. Setelah menunggu Liverpool buat memperkecil ketinggalan, sampai lupa bertahan, La Dea akhirnya menambah hukuman mereka lewat gol Mario Pasalic beberapa menit jelang laga bubar.

Skor leg pertama Liverpool kalah 3-0. Tapi Klopp macak seorang filsuf. Ia yakin timnya bisa membalikkan keadaan. Namun, pelatih asal Jerman itu lupa bahwa musuh yang dihadapi adalah Atalanta, bukan Barcelona. Di leg kedua penonton cuma melihat 22 orang main bola tanpa usaha mencetak gol. Atalanta melaju, Liverpool menahan malu.

West Ham Ngalahin Leverkusen? Ngimpi!

Di pertandingan lainnya, West Ham menghadapi Bayer Leverkusen di Liga Eropa. Leverkusen sedang bikin semua orang kesengsem. Tapi di situasi semacam itu, masih banyak yang meragukan Die Werkself dan yakin West Ham lah yang akan melaju.

Sebelum laga tersebut, Starting Eleven Story pernah membuat analisisnya. Nah, di kolom komentar, masih banyak yang begitu percaya bahwa West Ham bisa mengalahkan Leverkusen. Pengalaman meraih gelar Eropa mungkin menjadi alasannya.

Padahal kualitas kedua tim ini bagai jarak antara Padang dan Pulau Biak. Jauhhhh. Sistem permainan Die Werkself sudah tertata, komprehensif, settle. Sementara David Moyes masih pakai taktik lawas yang mengandalkan kick and rush. Hasilnya sudah nggak usah dijelaskan lagi.

Aston Villa Si Penyelamat

Setelah tim-tim yang tadinya bisa diandalkan gugur, Inggris nyaris tidak punya wakil di semifinal kompetisi Eropa. Tapi Aston Villa yang hampir dilupakan kalau mereka bermain di kompetisi Eropa musim ini, menyelamatkan muka Inggris. The Villans memastikan tiket ke semifinal Liga Konferensi Eropa usai mengandaskan perlawanan sengit wakil Prancis, Lille.

Di leg pertama, Aston Villa berhasil membekuk Lille 2-1. Namun, saat bertandang ke Prancis, mantan juara Liga Prancis itu membalas kekalahan dengan skor yang sama. Laga pun mesti berlanjut ke babak adu penalti. Masalah berikutnya, klub berjuluk Les Dogues terkenal mahir dalam adu penalti.

Lille bahkan disebut rajanya penalti di Prancis. Kebetulan laga yang mengharuskan adu penalti itu terjadi di Stade Pierre-Mauroy, markasnya Lille. Di titik itulah beban berat diemban Unai Emery dan anak asuhnya. Emery mengatasinya dengan mental Eropa yang dimilikinya.

Ia menularkan mental itu ke anak asuhnya. Sementara, mental jawara Piala Dunia juga dibawa Emi Martinez. Kiper tengil itu tampil gemilang di babak penalti. Dua tendangan Lille berhasil ditepisnya. Aksinya membawa Aston Villa ke semifinal. Membuat gol penyelamat Matty Cash di ujung babak kedua tak sia-sia.

Inggris Terancam Tidak Mendapat Lima Tempat di UCL

Kekalahan tersebut sulit diterima Paulo Fonseca. Pelatih Lille itu tak menyangka timnya dikalahkan oleh Aston Villa yang bahkan terakhir kali juara Liga Inggris di abad ke-19. Setelah melewati hadangan Les Dogues, salah satu pesaing terkuat, peluang Aston Villa menjuarai Liga Konferensi musim ini kian terbuka.

Sisa musuh tersulit yang bisa menjegal mereka hanyalah Fiorentina. Di semifinal nanti, The Villans akan menghadapi Olympiakos. Jika lolos ke final dan memenangkan gelar ini, maka seluruh tim Inggris harus menyembah Aston Villa. Tapi walaupun Villa menjuarai Liga Konferensi musim ini, peluang Inggris akan diwakili lima tim di UCL musim depan tetaplah tipis.

Hitungan The Athletic, peluangnya cuma 1,1%. Padahal sebelum perempat final peluangnya, menurut Opta, 70,6%. Inggris dan Jerman akan bersaing untuk slot tambahan di UCL musim depan. Karena Jerman meloloskan Bayern Munchen, Dortmund, dan Leverkusen ke semifinal dari seluruh kompetisi, Jerman lebih diunggulkan. 

Sebelum semifinal, rata-rata poin koefisien yang dikumpulkan Inggris 17,375, sedangkan Jerman 17,928. Selisihnya 0,553 poin. Demi menyalip poin itu, pasukan Unai Emery minimal harus mengumpulkan setidaknya 4,424 poin. Tim akan mendapat dua poin untuk masing-masing kemenangan di dua leg semifinal, dan satu poin jika seri.

Jika seluruh tim Jerman di semifinal dalam dua leg keok, sedangkan Villa memenangkan kedua leg di semifinal, itu cukup membantu Inggris mengirim lima wakilnya di UCL musim depan.

Namun, kalau tim Jerman meraih hasil imbang semua dalam salah satu leg di semifinal, maka Aston Villa juara Liga Konferensi sekalipun, Inggris tidak akan mendapat jatah lima tim di UCL musim depan. Karena jika Inggris butuh minimal empat poin, Jerman cuma butuh tiga poin.

Sumber: ESPN, Goal, Yahoo, CNN, ClaretVillans, SkySports, TheGuardian, TheAthletic

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru