Apa Yang Membuat Jepang Jadi Timnas Terbaik Di Asia?

spot_img

Jepang memang kerap kali unggul dalam hal apapun, bila dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Mereka tampak bisa membuat semua tersihir dengan apa yang telah dilakukan. Mulai dari teknologi, hingga kini yang masih terus berkembang adalah olahraga, khususnya sepakbola.

Sepakbola Jepang dikenal menakutkan di kancah Asia. Bahkan, di kompetisi dunia pun, mereka boleh dibilang sebagai negara yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Sudah ada banyak edisi Piala Dunia yang melibatkan mereka di dalamnya. Lebih dari itu, para pemain asli Jepang juga sudah banyak yang berkompetisi di liga top Eropa.

Sepakbola di negara Jepang saat ini memang banyak menarik massa. Akan tetapi, mereka telah melakukan usaha yang tidak mudah untuk bisa mengembangkan segalanya. Menurut cerita yang beredar, sepakbola sudah masuk ke Jepang sejak tahun 1873. Ketika itu, olahraga ini dibawa oleh orang-orang Inggris yang turut mendatangi wilayah Jepang.

Kemudian pada tahun 1921, federasi Jepang resmi dibentuk dengan nama Japan Football Association (JFA). Federasi tersebut didirikan di Tokyo dan baru bergabung dengan FIFA pada tahun 1929. Dalam sejarahnya, Jepang telah mengikuti berbagai turnamen, dengan yang paling bergengsi tentu Olimpiade edisi 1936 dan 1956. Pada tahun 1964, Jepang berhasil memenangi Olimpiade setelah sukses mengalahkan Argentina dengan skor 3-2.

Dari situ, Jepang mulai percaya diri dengan kekuatan yang dimiliki. Setahun setelah memenangi ajang Olimpiade, mereka membentuk Japan Soccer League sebagai kompetisi sepakbola di negara sendiri, meski pada saat itu sifatnya masih amatir.

Namun ternyata hal tersebut tidak menjamin keberlangsungan sepakbola Jepang untuk terus maju. Pasalnya, sepakbola disana masih kalah pamor dengan bisbol yang memang menjadi olahraga favorit masyarakat Jepang. Hal itu bisa dibuktikan dengan fakta bahwa rata-rata penonton pertandingan sepakbola adalah kurang dari 1800.

Setidaknya sampai era 1980 an, Jepang masih memiliki level yang sangat jauh dari negara-negara lainnya. Kurangnya minat warga Jepang dengan olahraga sepakbola menjadi alasan utama mengapa mereka gagal berkembang. Selain itu, tim-tim sepakbola di Jepang saat itu hanya melibatkan sebuah perusahaan sebagai pemilik klub dan memainkan para pekerjanya sebagai aktor lapangan. Jika bicara soal pendanaan, sebetulnya setiap klub tidak memiliki masalah. Akan tetapi lagi-lagi minimnya perhatian terhadap sepakbola membuat mereka kesulitan mencari pemain.

Dari permasalahan yang didapat, Jepang mulai melakukan pembenahan. Mereka mengkonsep segalanya dari awal dan membuat proyek bernama “Rencana 100 Tahun”.

Melalui proyek yang dibentuk pada tahun 1992 tersebut, Jepang menargetkan menjadi juara dunia setidaknya pada tahun 2092.

Dalam mengembangkan proyek tersebut, mulanya seluruh klub di Jepang mengubah sistem kompetisi, dari klub yang sebelumnya dimiliki oleh perusahaan, kini basis klub tersebut diubah menjadi kota, persis seperti klub-klub di Eropa. Setelah itu, mereka membentuk sebuah komite khusus untuk mendongkrak animo masyarakat akan sepakbola.

Cara terakhir untuk mengembangkan kompetisi sepakbola di sana adalah dengan dibentuknya J League pada tahun 1991. Setelah sempat bersifat kompetisi semi-profesional, dua tahun berselang, atau tepat pada tahun 1993, J-League dipentaskan menjadi sebuah kompetisi profesional, dimana para perusahaan menjadi sponsor utama dari setiap klub yang telah berbasis di kota.

Dibentuknya kompetisi J-League boleh dibilang sebagai awal dari kebangkitan sepakbola Jepang. Untuk meningkatkan minat masyarakat, mereka bahkan tidak segan untuk mendatangkan para pesohor lapangan hijau, seperti Zico, Gary Lineker, dan Dragan Stojkovic untuk ikut berkompetisi di Asia Timur. Bahkan, eks pelatih Arsenal, Arsene Wenger, juga sempat didatangkan untuk kian meningkatkan kualitas kompetisi disana.

Secara alami, dengan datangnya para bintang sepakbola tersebut, kompetisi J-league mulai berkembang. Kualitas meningkat dan standar liga melambung tinggi.

Selain beragam kualitas meningkat, animo masyarakat terhadap sepakbola juga terus bertambah. Dari sebelumnya rata-rata penonton yang hadir hanya 1800, kini, dalam setidaknya tiga pertandingan kompetisi J-League digelar, setiap pertandingan berhasil menarik sebanyak 20 ribu penonton.

Sampai saat ini sendiri, Jepang memiliki tiga tingkatan kompetisi, mulai dari J1 League (20 tim), J2 League (22 tim) dan J3 League (15 tim).

Namun ternyata, untuk mengembangkan kompetisi agar semakin dikenal dan maju, mendatangkan pemain asing berkualitas saja tidak cukup. Mereka yang peduli pada bibit muda dan juga kelangsungan tim nasionalnya lantas membuat program untuk mengembangkan bakat-bakat muda, dengan membuat sebuah akademi sepakbola di setiap sekolah. Hal ini bertujuan untuk menanamkan nilai kompetitif sejak dini.

Kompetisi untuk para bocah sekolah sendiri bernama All Japan High School Soccer Tournament, atau yang lebih dikenal dengan nama Winter Kokuritsu. Turnamen ini berada dibawah naungan asosiasi sepakbola Jepang.

Untuk penyelenggaraannya sendiri, turnamen tersebut digelar selama periode liburan musim dingin sekolah selama 2 minggu, dari akhir Desember sampai pertengahan Januari. Sejatinya, kompetisi ini sudah bergulir sejak tahun 1917, atau lebih tua dari lahirnya federasi sepakbola Jepang itu sendiri. Namun baru pada era 80 hingga 90an lah, turnamen tersebut kian mendapat perhatian dan dijadikan sebagai salah satu program federasi untuk menarik bakat muda Jepang.

Turnamen tersebut saat ini menjadi yang paling diminati oleh anak-anak Jepang, bahkan warga Jepang secara keseluruhan. Betapa tidak, sepanjang turnamen tersebut digelar, dikabarkan sebanyak total 10 juta pasang mata menjadi saksi dari keseruan kompetisi itu.

Bila melihat atensi penonton yang begitu luar biasa, hal tersebut bisa terbilang wajar. Pasalnya, kompetisi itu dikemas dengan cara profesional, dimana para pemainnya akan mendapat berbagai fasilitas seperti hotel, makanan, dan porsi latihan yang memadai.

Selain melalui turnamen sepakbola anak-anak yang kian diseriusi, untuk menarik minat warga Jepang akan hebatnya sepakbola, mereka juga tidak lupa untuk memberikan tontonan yang dipercaya bisa membangkitkan semangat anak-anak untuk bermain bola. Seperti misalnya Captain Tsubasa.

Serial kartun yang memang mengangkat konsep turnamen sepakbola antar sekolah di Jepang itu tak ubahnya memberi pengaruh tersendiri bagi setiap anak yang menyaksikannya.

Yang tak kalah penting, setiap tim sepakbola profesional disana juga dibekali dengan tenaga ahli yang bergerak dalam berbagai hal, termasuk scouting dan juga tim yang khusus untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas pelatih-pelatih yang ada, supaya nantinya, bocah-bocah disana tidak salah asuhan.

Salah satu sosok penting dari keberhasilan Jepang dalam mendidik bakat-bakat muda adalah Tom Byer. Tom Byer merupakan mantan pesepakbola profesional asal Amerika Serikat. Dia sudah menetap di Jepang sejak 1980 dan berhasil menjadi pemimpin program pengembangan pemain muda di negeri Sakura.

Byer sendiri sedari awal sudah menanamkan bahwa nilai sepakbola ada dua, yakni teknik dan kebahagiaan. Dengan mempelajari teknik sepakbola menggunakan cara yang menyenangkan, maka anak-anak di Jepang akan mudah menyerap ilmu dan berkembang dengan sendirinya.

Dengan dua nilai tersebut, Byer berhasil membuat anak-anak di Jepang lebih memiliki semangat untuk bermain bola. Dalam menjalankan programnya, Byer juga merasa tidak terlalu kesulitan, karena dia sangat diuntungkan dengan sikap warga Jepang itu sendiri. Menurutnya, banyak orang Jepang yang memiliki kebiasaan seperti orang Jerman, yaitu mereka sangat terorganisir, punya disiplin tinggi, dan peka terhadap detail. Maka, Byer tidak akan terkejut bila di masa kini maupun di masa depan, banyak para pemain Jepang yang ikut berkompetisi di kasta tertinggi Eropa.

Setelah merombak segala hal yang dirasa kurang tepat, Jepang pun sukses menuai hasilnya. Mereka kini menjadi negara dengan peringkat tertinggi di kawasan Asia, mengungguli Iran yang berada setingkat di bawahnya.

Selain itu, mereka juga selalu lolos ke putaran final Piala Dunia sejak tahun 1998. Bahkan, pada tahun 2002, Jepang yang menjadi salah satu tuan rumah ajang akbar itupun semakin menunjukkan keseriusan kepada warganya sendiri, bahwa sepakbola adalah olahraga yang akan terus mereka gali. Lebih dari itu, mimpi untuk menjadi sang juara dunia seperti dalam serial Captain Tsubasa pun tidaklah menjadi angan-angan belaka.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=E670SrBFX38[/embedyt]

 

Sumber referensi: peluitpanjang, kumparan, footballwhisper, fifa

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru