Manchester City sedang berusaha menjadi merk terbesar dalam dunia sepak bola. Tak puas dengan menumbuhkembangkan Manchester City di Inggris dan Eropa, sang pemilik punya misi untuk menaklukkan dunia dengan membeli klub-klub satelit di berbagai benua.
Saat ini, Manchester City memiliki “klub cabang” dalam wujud New York City FC (di Amerika Serikat), Melbourne City FC (Australia), Yokohama Marinos (Jepang), Club Atletico Torque (Uruguay), dan Girona FC (Spanyol). Baru-baru ini, The Guardian melansir sebuah klub baru juga akan diakusisi di China. Klub tersebut adalah Sichuan Jiuniu di kasta ketiga Liga China.
Langkah tersebut tentu menimbulkan rasa penasaran. Apa maksud Manchester City mengakuisisi klub-klub satelit di seluruh dunia?
Perlu diketahui, Manchester City dimiliki oleh konsorsium bernama City Football Group (CFG) yang dimiliki oleh taipan Abu Dhabi, Sheikh Mansour bin Zayed Al-Nahyan. Mereka membeli Manchester City dari tangan eks perdana menteri Thailand, Thaksin Sinawatra, pada 2008 dengan nominal yang dipercaya mencapai 150 juta pounds (Rp2,7 triliun).
Selama sepuluh tahun berikutnya, dalam kurun waktu yang membuat The Citizens juara Premier League tiga kali, Sheikh Mansour diyakini telah menggelontorkan 1,45 miliar pounds (Rp2,6 ribu triliun). Ya, dunia sepak bola merupakan industri kapitalis yang makin hari makin menyedot banyak uang.
Namun, menggelontorkan uang dalam jumlah banyak saja tak cukup. Setidaknya itu yang diyakini CFG. CEO Manchester City, Ferran Soriano, meyakini meskipun industri sepak bola terus tumbuh dan uang yang diperlukan makin menggembung, diperlukan pendekatan baru untuk mengelola klub sepak bola.
Soriano punya prinsip, “Ini adalah tipikal tantangan “membeli-atau-membuat”. Jika kamu tidak bisa membeli di pasar, kamu harus membuat atau menciptakannya (sendiri).” Soriano-lah otak di balik luasnya jaringan Manchester City di seluruh dunia.
Ia mula-mula membentuk klub baru di Major League Soccer dengan nama New York City FC, yang punya kostum biru langit, sama dengan Manchester City. Milyuner Hank dan Hal Steinbrenner, pemilik klub bisbol New York Yankees, digandeng untuk mendanai klub tersebut. Berdiri sejak 2015, City telah mengirim Patrick Vieira, yang telah bekerja selama tiga tahun di akademi City untuk jadi pelatih utama New York City. Bintang seperti Frank Lampard, Andrea Pirlo, dan David Villa lalu didatangkan untuk mendongkrak popularitas tim.
Mereka lalu membeli Melbourne Heart, klub Australia yang baru berdiri pada 2009. CEO Melbourne, Scott Mun, menyebut kedatangan konsorsium Sheikh Mansour dengan, “Ini seperti memulai start-up kecil, lalu Apple (tiba-tiba) membelimu). Di Uruguay, CFG juga telah membeli Atletico Torque, klub yang baru beranjak profesional pada 2012. Mereka berambisi menciptakan Luis Suarez dan Edinson Cavani baru dari kolam yang belum disentuh sama sekali itu.
Di negara asal Pep Guardiola, CFG juga telah mengakusisi Girona FC, yang kebetulan berbasis di Catalan. City telah mengirimkan sejumlah pemain seperti Pablo Maffeo dan Patrick Roberts untuk mendapat menit bermain di klub berkostum merah putih vertikal tersebut.
Namun, akusisi klub-klub di seluruh dunia tersebut bukan sekadar bertujuan untuk pinjam-meminjam pemain. Dalam bahasa Soriano, “Di sistem ini, kami mengontrol sepenuhnya apa yang mereka (klub-klub) lakukan. (metode) kepelatihan dan gaya bermain mereka sama persis (dengan gaya Guardiola di tim utama).
Dalam kasus tertentu, ketika suatu tim mencoba trik tendangan sudut baru di Amerika Selatan saat melawan Torque, video tendangan sudut tersebut bisa dikirim untuk dianalisis dan digunakan Guardiola di Inggris.
Jadi, hubungan persaudaraan Manchester City dengan klub-klub lainnya bersifat simbiosis mutualisme. Jika klub satelit menerima keuntungan finansial, maka Manchester City selaku klub utama akan mendapat keuntungan di aspek teknis, seperti meningkatnya kualitas pemain, atau bervariasinya database analisis taktik lawan.
Sebagai klub kaya, City bisa dengan mudah melakukan itu semua…
