Apa Benar Jodohnya Chelsea Itu Pelatih Italia?

spot_img

“Jodoh memang tak akan ke mana”. Mungkin begitulah ungkapan yang tepat bagi Chelsea dan pelatih asal Italia. Klub dengan slogan “Keep The Blues Flag Flying High” ini sepertinya sudah ditakdirkan tuhan untuk jodoh dengan allenatore dari Negeri Pizza.

Selama ini hubungan mereka erat kaitannya dengan romantisme kesuksesan yang indah. Namun yang jadi menarik dan unik, buah kesuksesan setiap pelatih asal Italia, selalu memiliki cerita, maupun identitasnya masing-masing.

Fenomena Gianluca Vialli

Persinggungan pertama kali Chelsea dengan pelatih asal Italia dimulai dari sebuah kejadian yang tak terduga. Di tahun 1998, Chelsea tiba-tiba mendepak pelatih Ruud Gullit tanpa alasan yang jelas.

Posisi meneer asal Belanda itu digantikan oleh pemain The Blues saat itu, Gianluca Vialli. Predikat player-manager pun melekat pada diri pria kelahiran Cremona tersebut. Tak hanya itu, predikat pelatih asal Italia pertama di Liga Inggris pun akhirnya ia sandang.

Pada kesempatan perdana sebagai player-manager, Vialli secara mengejutkan langsung sukses mempersembahkan Piala Liga Inggris, Piala Winners dan Piala Super Eropa.

Ya, Vialli adalah salah satu fenomena di sepakbola Inggris. Aroma Italia di Chelsea ketika itu mulai banyak disorot oleh media. Tak hanya Vialli, namun juga pemain seperti Gianfranco Zola maupun Roberto Di Matteo.

Bangunan Claudio Ranieri

Masa pengabdian Vialli pun harus diakhiri di musim 2000/01, setelah adanya friksi dengan para pemain. Namun begitu, manajemen Chelsea merasa ketagihan terhadap tuah suksesnya pelatih asal negeri Pizza. Oleh karena itu, pelatih yang sedang naik daun di Valencia, Claudio Ranieri diangkut ke Stamford Bridge. Pria Roma itu ditugaskan menjadi pewaris kesuksesan Vialli.

Tapi sayang, dalam perjalanannya, Ranieri dilanda kesulitan. Pelatih berjuluk The Tinkerman itu kesusahan mencari pemain bintang yang harganya mahal, karena amunisi dari klub yang tipis. Saat Ranieri datang, Chelsea sedang dalam keadaan bokek di bawah pemilik Ken Bates.

Beruntungnya, periode bokek Chelsea itu berakhir di tahun 2003. Taipan minyak asal Rusia Roman Abramovich datang, dan seketika mengguyur The Blues dengan uang minyak yang nggak ada serinya untuk beli-beli pemain mahal.

Ranieri senang bukan kepalang. Pemain seperti Crespo, Duff, Glen Johnson, Wayne Bridge, Makelele, hingga Joe Cole, adalah sederet pemain hasil operasi transfer Ranieri di awal kepemimpinan Abramovich.

Namun apa yang terjadi setelah belanja besar-besaran itu? Nol trofi. Ranieri meminta maaf pada publik Stamford Bridge. Ia legowo untuk mundur. Meski tak raih gelar selama di Chelsea, namun apa yang ditinggalkan oleh Ranieri sangat berpengaruh.

Ranieri bisa dibilang pelatih yang membangun pondasi skuad Chelsea, yang akhirnya bisa diunduh oleh Jose Mourinho. Pemain yang ia beli seperti Lampard, Gallas, Duff hingga Makelele terbukti jadi pemain kunci di era The Special One.

Tangan Dingin Ancelotti

Kisah romantisme Chelsea dengan pelatih Italia ternyata masih berlanjut. Setelah era pelatih seperti Luiz Felipe Scolari, Avram Grant, hingga Guus Hiddink, muncul era Carlo Ancelotti.

Dengan nama besar dan berbagai kesuksesannya di Serie A, Ancelotti diboyong oleh Abramovich pada tahun 2008. Don Carlo ditugasi untuk membawa pulang gelar juara Liga Inggris yang hilang sejak musim 2005/06.

Ancelotti pun langsung membuktikan nama besarnya. Dengan materi pemain bintang seperti Ballack, Lampard, Essien, hingga Drogba, serta ditambah dengan mental dan man manajement yang baik, Chelsea akhirnya dibawa kembali meraih gelar Liga Inggris. Nama Ancelotti pun akhirnya mengukir sejarah, sebagai pelatih Italia pertama yang sukses menggondol gelar juara Liga Inggris.

Kejutan Di Matteo

Tak berhenti sampai Ancelotti. Chelsea berharap kisah sukses dengan allenatore Italia berlanjut, ketika Roberto Di Matteo ditunjuk sebagai pelatih interim menggantikan Andre Villas Boas tahun 2012. Pelatih mirip Pak Ogah ini tercatat menjadi pelatih Italia ke-4 di buku sejarah Chelsea.

Tak ada yang menyangka, mantan asisten West Bromwich Albion ini bisa jadi pelatih Chelsea. Namun di saat ekspektasi publik Stamford Bridge rendah padanya, pria kelahiran Schaffhausen itu justru unjuk gigi.

Masih ingat ketika Chelsea dengan taktik parkir bus ketika mengalahkan Barcelona era Pep di semifinal UCL? Ya, hal itu pasti akan selalu diingat oleh fans Chelsea, selain gol gaib dari Fernando Torres.

Di UCL musim 2011/12, Di Matteo benar-benar menjadi fenomena. Secara mengejutkan ia mampu membawa The Blues ke final dan menjadi juara. Nggak kaleng-kaleng, Matteo berhasil juara di kandang lawan, yakni Allianz Arena.

Siapa yang nyangka coba? Setelah bongkar pasang pelatih di era Abramovich, ternyata pria Italia juga yang mengukir sejarah. Roberto Di Matteo akan terus dikenang sebagai pelatih Chelsea pertama yang mampu membawa pulang gelar UCL.

Revolusi Conte

Meski sudah punya gelar UCL, Chelsea rupanya masih rindu akan gelar Liga Inggris yang terakhir kali diraih di era Ancelotti musim 2009/10. Di tahun 2016, Abramovich membawa pelatih Italia lagi untuk mewujudkan itu. Pelatih itu adalah Antonio Conte.

Tugas berat pun menanti mantan pelatih Juventus tersebut. Ia pun bekerja ekstra keras untuk merealisasikannya. Conte membuat sebuah revolusi di musim pertamanya. Revolusi yang dihadirkan adalah revolusi formasi dengan menggunakan tiga bek.

Conte berani mengubah pakem dan pola bermain Chelsea. Publik Chelsea pun merasa kaget, karena sangat asing dengan pola tersebut. Namun dengan keyakinannya, Conte mampu meyakinkan para pemainnya untuk menggunakan pola tersebut.

Ada yang masih ingat, ketika Victor Moses ditarik menjadi wing back,atau Azpilicueta menjadi bek tengah? Ya, itulah beberapa trademark Conte ketika pertama kali menerapkan pola tiga beknya di Chelsea.

Revolusi itu pun berjalan mulus. Chelsea perkasa dengan gaya identitas baru ala Conte. Tugas Conte berhasil. Ia mampu membawa The Blues juara Liga Inggris lagi. Conte pun tercatat menjadi pelatih Italia kedua yang mampu menjuarai Liga Inggris.

Revolusi Sarri

Tak kapok dengan revolusi yang dilakukan oleh Conte, di tahun 2018, Abramovich kembali menunjuk pelatih asal Italia, Maurizio Sarri. Kesuksesan bapak-bapak perokok ini selama di Napoli, menjadi dasar utama Abramovich mempercayainya.

Sarri tak ubahnya Conte yang kemudian melakukan revolusi di Chelsea. Revolusi yang dibawanya adakah identitas “Sariball”. Ia berani merombak total format tiga bek warisan Conte. Sarri bahkan membawa langsung mesin Sariball-nya dari Napoli, yakni Jorginho. Dengan Jorginho, Sarri memperagakan filosofi bermain Sariball di musim pertamanya.

Revolusi yang dibawa Sarri itu pun terbukti menuai hasil. Di musim pertamanya, Chelsea mampu dibawanya membawa pulang gelar UEL untuk kedua kalinya.

Maresca Penerus Tradisi?

Pasca era Sarri, di tahun 2024 muncul lagi Enzo Maresca. Maresca tercatat menjadi pelatih Italia ke-6 di Chelsea. Di musim pertamanya, ia diuji dengan skuad Chelsea yang terbilang baru dan muda.

Namun dengan gaya mainnya yang atraktif, Maresca perlahan mampu membawa The Blues kembali bersaing di papan atas Liga Inggris. Selain itu, di ajang Eropa yakni Conference League, Maresca juga punya ada harapan besar meraih gelar. Apalagi lawannya tim yang bahkan namanya sulit disebutkan. Well, mampukah Maresca mengulang prestasi para pendahulunya asal Italia?

https://youtu.be/Fw-CyP3WkkU

Sumber Referensi : planetfootball, bleacherreport, eurosport, premierleague, themastermind, eurosport, si.com

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru