Ancaman Tak Lolos Liga Champions Menghantui Tottenham Hotspur

spot_img

Oalah, Spurs, Spurs….

Baru awal musim dipuji sebagai calon juara Liga Inggris, eh musim berjalan lebih dari setengah malah melorot ke posisi lima. Sepertinya tim yang bernama Tottenham Hotspur ini benar-benar fobia empat besar.

Di dua pekan sebelumnya Spurs melibas Aston Villa empat gol tanpa balas. Namun, di pekan berikutnya Spurs malah kalah atas Fulham 0-3. Kekalahan itu juga untuk pertama kalinya Spurs tak bisa mencetak gol sejak Ange Postecoglou melatih.

Kekalahan itu pula membuat Spurs tak bisa naik di tangga klasemen dan terancam tak lolos Liga Champions lagi. Duh, gimana sih, Tottenham Hotspur ini? Apakah mereka sudah nggak mau lagi bermain di Liga Champions?

Sebelum mulai ke pembahasan jangan lupa subscribe dan nyalakan loncengnya untuk mendapatkan update terbaru dari Starting Eleven Story.

Penurunan Performa

Performa The Lilywhites jelang musim berakhir justru antiklimaks. Awal musim mereka sangat meyakinkan dan powerful. Di bawah komando pelatih baru, Ange Postecoglou, Tottenham Hotspur mengacak-acak Premier League.

Tak ada yang bisa mengalahkan Spurs dalam waktu 90 menit dari awal musim hingga Oktober tahun lalu. Sekalipun itu Arsenal dan Manchester United. Pada pekan ke-10 The Lilywhites bahkan masih bertengger di puncak klasemen. Sayangnya, setelah itu Spurs menjadi motor yang karburatornya kena.

Memasuki Bulan November, kekalahan demi kekalahan menghantam mereka. Puncaknya, terjadi setelah jeda internasional dan setelah turnamen Piala Asia dan Piala Afrika. Di situlah titik di mana Spurs menunjukkan jati dirinya.

Kekurangan Intensitas Permainan

The Lilywhites kehilangan intensitas permainan. Spurs yang selalu ngotot dan memburu gol cepat mulai tak kelihatan di pertengahan musim ini. ‘Angeball’ yang diagungkan itu pudar daya magisnya. Yang tersisa hanya rasa frustrasi dan itu terpancar saat dikalahkan oleh Fulham di Craven Cottage.

Di laga tersebut, pemain Spurs seperti Yves Bissouma dan Pape Matar Sarr yang biasanya cemerlang, bermain jauh di bawah performa terbaiknya. James Maddison juga kesulitan. Son Heung-min yang biasanya klinis dan selalu mendulang gol, di pertandingan itu hanya bisa memperlihatkan kegeramannya.

Tapi anehnya, Postecoglou justru tak bisa menjelaskan bagaimana Spurs kehilangan intensitas permainannya. Entah tak bisa atau tak mau. Yang pasti, sikap yang ditunjukkan pelatih berpaspor Australia itu sama sekali mengecilkan fakta bahwa seharusnya Spurs bisa mencuri poin dari Fulham.

Sebab di laga tersebut Spurs bukan tanpa peluang. Mereka sering mengancam pertahanan The Cottagers. Namun masalahnya, sebagian besar dilakukan setelah mereka tertinggal 3-0. Lha ya Timnas Thailand pun kalau ketinggalan bakalan menaikkan intensitas permainan.

Sang bintang, Son Heung-min sampai sedih mengetahui kenyataan bahwa timnya diobok-obok oleh Fulham. Ia juga mengakui kalau timnya kehilangan intensitas permainan. 

[include interview Son Heung-min, tidak perlu di-VO]

Son Heung-min: “Aku tahu itu hanya perasaan sakit yang menyakitkan. Aku tidak bisa menggambarkan perasaan apapun. Aku sangat terpukul, kecewa, dan frustrasi.”

Kehilangan Pemain Karena Kesalahan Sendiri

Harus diakui, setelah Oktober, Spurs kepayahan. Mereka berkali-kali kehilangan pemain pilarnya. Baik karena cedera maupun mendapat hukuman. Awal November lalu misalnya. Spurs asuhan Postecoglou mendadak tersengat dengan penampilan luar biasa yang ditunjukkan Chelsea.

The Blues yang dilatih Mauricio Pochettino paham bagaimana mempermalukan mantan timnya itu di rumahnya sendiri. Chelsea menggebrak setelah kebobolan gol cepat Dejan Kulusevski. Kendali permainan mendadak diambil alih The Blues, setelah pemain Spurs, Cristian Romero dikartu merah karena melanggar Enzo Fernandez.

Berkali-kali Chelsea menggedor-gedor pertahanan Spurs. Sementara Tottenham makin kelabakan. Sampai-sampai Destiny Udogie menyepak tulang kering Raheem Sterling yang membuatnya diusir wasit. Kehilangan dua beknya, Spurs makin kedodoran dan akhirnya harus menyerah 1-4.

Permasalahannya, kehilangan pemain di hari itu bukan cuma berdampak di hari itu saja, melainkan di pekan berikutnya. Di laga kontra Wolves, Spurs yang bermain tanpa Udogie dan Romero malah keok.

Cedera yang Merepotkan

Cedera para pemain pilar juga membuat Spurs makin kesulitan. Di kekalahan melawan Chelsea, Spurs tidak hanya kehilangan pemain karena hukuman, tapi juga cedera. James Maddison, gelandang pemutar roda permainan tim mengalami cedera pergelangan kaki.

Sekitar 10 pekan, Tottenham Hotspur bermain tanpa pemutar rodanya. Alhasil, dalam 10 pekan itulah, The Lilywhites mulai menelan kekalahan. Mereka kalah atas Wolves, Aston Villa, West Ham, dan Brighton. Namun, bukan hanya karena tidak ada Maddison, Tottenham kalah.

Dalam beberapa kekalahan yang ditelan musim ini, Spurs gagal mengembangkan permainan juga karena kehilangan bek Micky Van de Ven. Bek asal Belanda itu juga cedera saat Spurs kalah atas Chelsea. Namun, Van de Ven lebih parah dengan cedera hamstring.

Tanpa bek yang tingginya hampir dua meter itu, sistem ‘Angeball’ yang mengedepankan serangan lewat sektor bek sayap tak bisa bekerja. Kalau Udogie maupun Pedro Porro bergerak ke depan, Spurs akan kehilangan orang di lini belakang. Biasanya Van de Ven dengan lincah mengisi ruang yang ditinggalkan itu. Karena tidak ada, Spurs kepayahan.

Lihat saja, di setiap laga yang ada Van de Ven, Spurs hanya menelan dua kekalahan saja di Premier League. Sementara, laga yang tidak ada Van de Ven di dalamnya, Spurs takluk dalam lima laga di Premier League, termasuk pertandingan melawan Fulham tempo hari.

Gampang Kebobolan di Injury Time

Problem lainnya Spurs juga mudah kebobolan. Terlepas dari Van de Ven bermain atau tidak, anak asuh Postecoglou mudah sekali dijebol gawangnya oleh lawan. Dalam 19 pertandingan terakhirnya di Premier League, Spurs cuma bisa dua kali clean sheets. Hanya Sheffield United yang jumlah nirbobolnya lebih sedikit dalam periode yang sama.

Sejauh ini sudah 42 kali Guglielmo Vicario memungut bola dari gawangnya. Tidak hanya perkara seberapa banyak bola masuk ke gawang Spurs. Tapi Tottenham Hotspur di musim ini juga acap kali kebobolan di masa injury time. The Analyst mencatat, Spurs sudah delapan kali kebobolan di menit 90+.

Sejak 2004, di Premier League hanya ada 12 tim yang kebobolan delapan gol atau lebih di masa injury time babak kedua. Dan dari 12 tim itu, enam di antaranya terdegradasi pada akhir musim, sedangkan lima sisanya selamat namun finis di luar 10 besar.

Bukan berarti Spurs akan bernasib sama. Hanya saja kebobolan di menit 90+ tidak ideal bagi tim yang ingin finis lebih baik dari musim lalu. Apalagi dengan sering kebobolan di menit 90+, kemenangan di depan mata bisa saja buyar sebagaimana yang terjadi di laga kontra Wolves.

Masalahnya, Spurs selalu ngegas sejak menit awal. Ketimbang tim-tim lain, Spurs sering bermain melawan tim yang tertinggal lebih dulu. Padahal pertandingan bisa berlangsung dengan tambahan waktu yang lebih lama. Karena sejak awal sudah ngegas, para pemain Spurs kendor tenaganya jelang menit-menit akhir. Situasi itu dimanfaatkan oleh lawan.

Mungkinkah Lolos ke UCL?

Hingga pekan ke-29, The Lilywhites masih mengumpulkan 53 poin, terpaut tiga poin atas Aston Villa di peringkat keempat. Untuk lolos ke Liga Champions musim depan sebenarnya finis di peringkat kelima masih bisa. Ini karena format baru Liga Champions musim depan. Kamu yang belum tahu formatnya, bisa menonton video di channel Starting Eleven.

Liga Inggris bisa saja mengirim lima wakilnya ke UCL musim depan. Namun, itu bergantung pada performa tim-tim Inggris di kompetisi Eropa musim ini. Sebab jatah tambahan akan diberikan berdasarkan koefisien liga-liga papan atas Eropa. Nah, daripada menggantungkan nasibnya pada tim lain, Spurs wajib finis di empat besar.

Peluangnya terbuka. Lagi pula Spurs masih menyimpan satu laga, berbeda dengan Aston Villa yang sudah bermain 29 kali. Namun yah, Postecoglou malah tidak tertarik finis di empat besar.

Postecoglou dengan gagah mengatakan lebih suka membangun tim yang kompetitif ketimbang finis empat besar. Mungkin ia ragu pada timnya. Atau kemungkinan kedua, Postecoglou ingin mempertahankan status spursy.

Sumber: FoxSports, TheAnalyst, Reuters, FootballLondon, TheAthletic, TheScore, FotMob

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru