Kau yang mengawali, kau yang mengakhiri. Begitulah ungkapan yang tepat untuk mengiringi kisah Deportivo La Coruna di bawah sang pemilik mereka Augusto Cesar Lendoiro.
Luapan emosi kesedihan sempat menyentuh seantero publik La Coruna kala klub yang sempat dijuluki “Super Depor” di awal 2000-an itu, lambat laun kini jadi tim pesakitan. Kerinduan akan kebangkitan kembalinya Super Depor itu pun kini hanya jadi ilusi.
On the 19th May 2000, Deportivo won the first La Liga title of their 94-year history, also qualifying for the Champions League for the first time ever.@magnusbh & @fennertown tell the story of the rise & fall of Deportivo La Coruña:https://t.co/6TEnkdshoD#WhiteboardFootball pic.twitter.com/4sc057w1eb
— Tifo Football (@TifoFootball_) March 16, 2020
Daftar Isi
Keperkasaan Deportivo La Coruna
Betapa hebohnya dulu di akhir 90-an dan awal 2000-an ketika melihat klub seperti Deportivo La Coruna mengejutkan La Liga dengan mengusik hegemoni klub-klub besar macam Real Madrid dan Barcelona. Kisah yang takkan terlupakan bagi publik klub yang bermarkas di Riazor tersebut. Apalagi klub itu tak punya sejarah indah sebelumnya secara prestasi.
Dongeng Deportivo kala itu memang tak dibangun dalam sekejap layaknya sulap. Era kebangkitan klub kecil Spanyol itu tak lain berkat jasa politisi lokal bernama Augusto Cesar Lendoiro. Lendoiro ditunjuk sebagai presiden klub pada tahun 1988.
El Superdépor de Arsenio. La Liga de 2000. El Centenariazo.
— Fútbol en Movistar Plus+ (@MovistarFutbol) July 25, 2022
Augusto César Lendoiro es historia viva del Deportivo de La Coruña.
Y, sí, los rumores son ciertos.#VuelveLendoiro pic.twitter.com/OeEiT85SIA
Ketika Lendoiro menjabat, Deportivo adalah klub pesakitan dengan hutang yang menggunung. Hal itulah yang jadi PR utama presiden klub. Namun perlahan Lendoiro memberesi itu.
Langkah pembenahan pun mulai menunjukan hasilnya ketika Deportivo promosi ke La Liga pada musim 1990/91. Dari segi transfer pun sang presiden berani menggebrak dengan mendatangkan pemain-pemain bintang macam Bebeto maupun Mauro Silva.
Di fase inilah era julukan Super Depor dimulai bersama pelatih Arsenio Iglesias. Runner up La Liga di musim 1993/94 dan 1994/95, serta trofi Copa Del Rey di musim 1995 jadi buktinya. Itu semua adalah bagian kesuksesan periode pertama dari Super Depor.
Who remembers Deportivo La Coruna from the late 90s and early 00s?
— backpasstwithras (@backpasstras) November 19, 2021
They won their first and only La Liga in 1999-00, Copa del Rey in 2001-02, Supercopa de Espana in 2000 and 2002. Before that, they won the Copa del Rey in 1994-95 and Supercopa de Espana in 1995. pic.twitter.com/x48E7jptYf
Kemudian periode kesuksesan kedua Super Depor dicapai di era 1997. Periode ketika pelatih Javier Irureta datang. Belanja besar-besaran Lendoiro di musim 1999/00 macam Roy Makaay terbukti mampu mendongkrak performa tim.
Akhirnya, mimpi panjang Lendoiro dan seluruh warga A Coruna pun menjadi kenyataan. Setelah hampir seratus tahun berdiri, Deportivo La Coruna akhirnya berhasil menjadi juara La Liga untuk pertama kalinya.
Sejak saat itulah Super Depor menjadi langganan papan atas La Liga. Namun tak banyak disadari, saat momen indah itu terselip sebuah permasalahan finansial yang tak terdeteksi. Hingga semua permasalahan itu menggunung dan pecah di tahun 2005.
Era Kemunduran Mulai Terendus
Bagaimana mau terdeteksi kalau mereka masih dimabukkan oleh beberapa pencapaian, baik itu gelar Copa Del Rey yang kedua pada tahun 2002, maupun pencapaian terbaik di level Eropa saat masuk semifinal Liga Champions 2004/05.
When FC Porto faced Deportivo La Coruña in the Champions League semi-final, both sets of fans thought it was their time in their own fairytale underdog story. 👊 pic.twitter.com/bEQ24cAKq4
— The Journeymen 🇺🇦 (@TJMPodcast) June 26, 2022
Era kepemimpinan pelatih Javier Irureta pun mulai dipertanyakan ketika hanya berada di peringkat kedelapan La Liga pada musim 2004/05. Irureta akhirnya tak kuat lagi menanggung beban sendirian.
“Tengo la fortuna de decir que he sido feliz en todos los clubes, pero la etapa más feliz de todas fue en el Deportivo de La Coruña”.
— The Coaches’ Voice en español (@CoachesVoice_es) January 4, 2021
Javier Iruretahttps://t.co/jvnfF1oXv3
Ia pun akhirnya meninggalkan klub pada tahun 2005. Irureta meninggalkan klub tak sendirian, para pemainnya pun juga ikut seperti Fran dan Mauro Silva yang pensiun, maupun Djalminha dan Roy Makaay yang hengkang ke klub baru.
Waktu itu juga situasi finansial Deportivo makin memburuk. Tak lain penyebab utamanya adalah ulah presidennya sendiri. Lendoiro seakan terlena dalam hegemoni kesuksesan. Sampai-sampai ia tak menyadari bahwa selama beberapa musim kesuksesannya itu, segi finansial klub sangat bermasalah.
Kerugian Hingga Hutang
Lendoiro tak pandai mengelola finansial klub secara berkelanjutan. Kebijakan transfernya selama beberapa musim ternyata telah membawa klub ke dalam kerugian.
Augusto César Lendoiro: “A la afición solo le preocupa de verdad que el Deportivo de La Coruña gane, no que deba o no deba. El negocio en sí es ganar”.
— David Mosquera (@renaldinhos) April 22, 2019
MARCA, febrero de 2001. pic.twitter.com/LWVSj0uIei
Lendoiro tak selamanya memiliki uang setelah Deportivo absen di kompetisi Eropa. Maka ketika ia mulai membutuhkan uang untuk tagihan gaji pemain yang semakin membengkak, ia pun kehabisan akal.
Penyebab utama dari kebangkrutan Super Depor sebenarnya terletak pada fakta mempertahankan mode manajemen yang amburadul. Sikap tata kelola manajemen yang ngawur itu pun berbuntut kerugian.
Seperti dikutip dari Fourfourtwo, hutang Deportivo menggunung hingga senilai 160 juta euro. Hal itulah yang memaksa Lendoiro legowo untuk mundur dari jabatan Presiden klub pada tahun 2013. Nasibnya pun jadi pesakitan setelah mengundurkan diri. Ia dituntut kasus demi kasus seperti halnya kasus korupsi maupun kasus pajak.
Degradasi dan Susah Bangkit Kembali
Di balik kekacauan itu, mereka akhirnya benar-benar mengalami masa kelam pada 2011 dan 2013. Mereka mencicipi kembali yang namanya degradasi dari La Liga. Degradasi itu bak sebuah hadiah selamat jalan bagi sang presiden klub Lendoiro.
Setelah era Lendoiro, terpilihlah presiden baru Tino Fernandez. Ia melunasi hutang 45 juta euro melalui pinjaman dari bank. Dalam lima tahun, ia mengurangi separuh hutang klub. Namun di sisi lain, ia tetap berjuang untuk merebut hati basis penggemar yang semakin skeptis dan frustrasi dengan perekrutan dan pemecatan manajer yang terus-menerus dilakukan.
Asal tahu saja, Deportivo di jaman Presiden Fernandez doyan gonta-ganti pelatih. Mereka bahkan sampai sembilan kali ganti pelatih. Dan lucunya, tak ada satupun yang membuahkan progress maupun hasil yang signifikan. Yang ada malah Deportivo terdegradasi lagi di musim 2017/18. Ketika itu mereka dilatih bekas legenda Madrid dan Milan, Clarence Seedorf.
Clarence Seedorf y el desafío en el Deportivo de La Coruña pic.twitter.com/HayjpcIVVV
— The Coaches’ Voice en español (@CoachesVoice_es) July 14, 2021
Era presiden Fernandez pun terpaksa diakhiri pada 2019. Penggantinya yang baru kini yakni Fernando Vidal. Di zaman Vidal, ia melakukan kebijakan berani. Ia mengizinkan bank bernama Abanca untuk mengambil kendali klub. Vidal rela menukar beban utang klub dengan kepemilikan saham kepada bank tersebut senilai 78 persen. Stadionnya pun saat itu juga berubah nama menjadi “Abanca Riazor”.
Namun kebijakan itu tak cukup menyelamatkan Deportivo dari keterpurukan yang semakin berlanjut. Mereka terdegradasi lagi pada musim 2019/20. Kali ini bahkan ke Divisi Tiga Liga Spanyol. Bahkan hingga musim 2022/23, mereka belum juga bisa promosi ke Divisi Dua Liga Spanyol.
RC Deportivo de la Coruña 🇪🇸 🔵⚪️. @RCDeportivo
— Football Plus (@ftbllplus) March 26, 2022
2️⃣ 🇪🇸 21/22 Primera RFEF ✅ 64,3%
4️⃣ 🇪🇸 20/21 Segunda B ✅ 53,7%
1️⃣9️⃣ 🇪🇸 19/20 SmartBank ✅ 40,5%
6️⃣ 🇪🇸 18/19 SmartBank ✅ 54,0%
1️⃣8️⃣ 🇪🇸 17/18 La Liga ✅ 25,4% pic.twitter.com/PDXfTEM0uB
Ketidakmampuan Deportivo untuk maju dan bangkit dari keterpurukan tentu akar masalah utamanya adalah finansial klub. Meski kini dimiliki oleh sebuah bank, publik Riazor tak bisa berharap dan menuntut lebih pada pihak bank tersebut.
Pasalnya kesepakatan dengan pihak Bank Abanca itu hanyalah buah dari “tukar guling” dengan penunggakan hutang yang dimiliki Deportivo. Deportivo La Coruna kini seperti tersandera. Mereka seakan tak tahu lagi jalan untuk bangkit. Butuh suatu jalan keajaiban untuk bisa merubah nasib klub.
Riazor Blues, pendukung setia mereka kini hanya bisa menunggu dan menunggu. Sambil sesekali flashback menengok video kesuksesan mereka dulu dari rumahnya masing-masing. Karena hanya itu kenangan manis yang akan selalu dikenang publik Riazor dalam buku catatan sejarahnya.
In 1999/2000 season, Deportivo struck gold. Deportivo have won their first league title in history with players such as Roy Makaay, Diego Tristan, Djalminha and Mauro Silva. La Coruña became the second smallest city to win La Liga behind San Sebastián (Real Sociedad). pic.twitter.com/IYqGhNrjw0
— interestingfootballopinions (@IOpinions31) November 14, 2021
Sumber Referensi : fourfourtwo, skysports, theguardian, footballespana