Tragis! Kisah Pilu Hancurnya Deportivo La Coruna

spot_img

Kau yang mengawali, kau yang mengakhiri. Begitulah ungkapan yang tepat untuk mengiringi kisah Deportivo La Coruna di bawah sang pemilik mereka Augusto Cesar Lendoiro.

Luapan emosi kesedihan sempat menyentuh seantero publik La Coruna kala klub yang sempat dijuluki “Super Depor” di awal 2000-an itu, lambat laun kini jadi tim pesakitan. Kerinduan akan kebangkitan kembalinya Super Depor itu pun kini hanya jadi ilusi.

Keperkasaan Deportivo La Coruna

Betapa hebohnya dulu di akhir 90-an dan awal 2000-an ketika melihat klub seperti Deportivo La Coruna mengejutkan La Liga dengan mengusik hegemoni klub-klub besar macam Real Madrid dan Barcelona. Kisah yang takkan terlupakan bagi publik klub yang bermarkas di Riazor tersebut. Apalagi klub itu tak punya sejarah indah sebelumnya secara prestasi.

Dongeng Deportivo kala itu memang tak dibangun dalam sekejap layaknya sulap. Era kebangkitan klub kecil Spanyol itu tak lain berkat jasa politisi lokal bernama Augusto Cesar Lendoiro. Lendoiro ditunjuk sebagai presiden klub pada tahun 1988.

Ketika Lendoiro menjabat, Deportivo adalah klub pesakitan dengan hutang yang menggunung. Hal itulah yang jadi PR utama presiden klub. Namun perlahan Lendoiro memberesi itu.

Langkah pembenahan pun mulai menunjukan hasilnya ketika Deportivo promosi ke La Liga pada musim 1990/91. Dari segi transfer pun sang presiden berani menggebrak dengan mendatangkan pemain-pemain bintang macam Bebeto maupun Mauro Silva.

Di fase inilah era julukan Super Depor dimulai bersama pelatih Arsenio Iglesias. Runner up La Liga di musim 1993/94 dan 1994/95, serta trofi Copa Del Rey di musim 1995 jadi buktinya. Itu semua adalah bagian kesuksesan periode pertama dari Super Depor.

Kemudian periode kesuksesan kedua Super Depor dicapai di era 1997. Periode ketika pelatih Javier Irureta datang. Belanja besar-besaran Lendoiro di musim 1999/00 macam Roy Makaay terbukti mampu mendongkrak performa tim.

Akhirnya, mimpi panjang Lendoiro dan seluruh warga A Coruna pun menjadi kenyataan. Setelah hampir seratus tahun berdiri, Deportivo La Coruna akhirnya berhasil menjadi juara La Liga untuk pertama kalinya.

Sejak saat itulah Super Depor menjadi langganan papan atas La Liga. Namun tak banyak disadari, saat momen indah itu terselip sebuah permasalahan finansial yang tak terdeteksi. Hingga semua permasalahan itu menggunung dan pecah di tahun 2005.

Era Kemunduran Mulai Terendus

Bagaimana mau terdeteksi kalau mereka masih dimabukkan oleh beberapa pencapaian, baik itu gelar Copa Del Rey yang kedua pada tahun 2002, maupun pencapaian terbaik di level Eropa saat masuk semifinal Liga Champions 2004/05.

Era kepemimpinan pelatih Javier Irureta pun mulai dipertanyakan ketika hanya berada di peringkat kedelapan La Liga pada musim 2004/05. Irureta akhirnya tak kuat lagi menanggung beban sendirian.

Ia pun akhirnya meninggalkan klub pada tahun 2005. Irureta meninggalkan klub tak sendirian, para pemainnya pun juga ikut seperti Fran dan Mauro Silva yang pensiun, maupun Djalminha dan Roy Makaay yang hengkang ke klub baru.

Waktu itu juga situasi finansial Deportivo makin memburuk. Tak lain penyebab utamanya adalah ulah presidennya sendiri. Lendoiro seakan terlena dalam hegemoni kesuksesan. Sampai-sampai ia tak menyadari bahwa selama beberapa musim kesuksesannya itu, segi finansial klub sangat bermasalah.

Kerugian Hingga Hutang

Lendoiro tak pandai mengelola finansial klub secara berkelanjutan. Kebijakan transfernya selama beberapa musim ternyata telah membawa klub ke dalam kerugian.

Lendoiro tak selamanya memiliki uang setelah Deportivo absen di kompetisi Eropa. Maka ketika ia mulai membutuhkan uang untuk tagihan gaji pemain yang semakin membengkak, ia pun kehabisan akal.

Penyebab utama dari kebangkrutan Super Depor sebenarnya terletak pada fakta mempertahankan mode manajemen yang amburadul. Sikap tata kelola manajemen yang ngawur itu pun berbuntut kerugian.

Seperti dikutip dari Fourfourtwo, hutang Deportivo menggunung hingga senilai 160 juta euro. Hal itulah yang memaksa Lendoiro legowo untuk mundur dari jabatan Presiden klub pada tahun 2013. Nasibnya pun jadi pesakitan setelah mengundurkan diri. Ia dituntut kasus demi kasus seperti halnya kasus korupsi maupun kasus pajak.

Degradasi dan Susah Bangkit Kembali

Di balik kekacauan itu, mereka akhirnya benar-benar mengalami masa kelam pada 2011 dan 2013. Mereka mencicipi kembali yang namanya degradasi dari La Liga. Degradasi itu bak sebuah hadiah selamat jalan bagi sang presiden klub Lendoiro.

Setelah era Lendoiro, terpilihlah presiden baru Tino Fernandez. Ia melunasi hutang 45 juta euro melalui pinjaman dari bank. Dalam lima tahun, ia mengurangi separuh hutang klub. Namun di sisi lain, ia tetap berjuang untuk merebut hati basis penggemar yang semakin skeptis dan frustrasi dengan perekrutan dan pemecatan manajer yang terus-menerus dilakukan.

Asal tahu saja, Deportivo di jaman Presiden Fernandez doyan gonta-ganti pelatih. Mereka bahkan sampai sembilan kali ganti pelatih. Dan lucunya, tak ada satupun yang membuahkan progress maupun hasil yang signifikan. Yang ada malah Deportivo terdegradasi lagi di musim 2017/18. Ketika itu mereka dilatih bekas legenda Madrid dan Milan, Clarence Seedorf.

Era presiden Fernandez pun terpaksa diakhiri pada 2019. Penggantinya yang baru kini yakni Fernando Vidal. Di zaman Vidal, ia melakukan kebijakan berani. Ia mengizinkan bank bernama Abanca untuk mengambil kendali klub. Vidal rela menukar beban utang klub dengan kepemilikan saham kepada bank tersebut senilai 78 persen. Stadionnya pun saat itu juga berubah nama menjadi “Abanca Riazor”.

Namun kebijakan itu tak cukup menyelamatkan Deportivo dari keterpurukan yang semakin berlanjut. Mereka terdegradasi lagi pada musim 2019/20. Kali ini bahkan ke Divisi Tiga Liga Spanyol. Bahkan hingga musim 2022/23, mereka belum juga bisa promosi ke Divisi Dua Liga Spanyol.

Ketidakmampuan Deportivo untuk maju dan bangkit dari keterpurukan tentu akar masalah utamanya adalah finansial klub. Meski kini dimiliki oleh sebuah bank, publik Riazor tak bisa berharap dan menuntut lebih pada pihak bank tersebut.

Pasalnya kesepakatan dengan pihak Bank Abanca itu hanyalah buah dari “tukar guling” dengan penunggakan hutang yang dimiliki Deportivo. Deportivo La Coruna kini seperti tersandera. Mereka seakan tak tahu lagi jalan untuk bangkit. Butuh suatu jalan keajaiban untuk bisa merubah nasib klub.

Riazor Blues, pendukung setia mereka kini hanya bisa menunggu dan menunggu. Sambil sesekali flashback menengok video kesuksesan mereka dulu dari rumahnya masing-masing. Karena hanya itu kenangan manis yang akan selalu dikenang publik Riazor dalam buku catatan sejarahnya.

Sumber Referensi : fourfourtwo, skysports, theguardian, footballespana

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru