Beberapa hari lalu Erick Thohir terbang ke Belanda. Ketum PSSI itu bertemu tim kepelatihan Patrick Kluivert. Di sebuah meja tampak sangat intim, Erick berbicara kepada Kluivert dan asistennya, Alex Pastoor dan Denny Landzaat. Di Erick, duduk Gerald Vanenburg, asisten “Belanda” lain yang baru diumumkan.
Ialah yang akan melatih Timnas Indonesia U-23. Tim nasional yang beberapa waktu lewat nyaris melenggang ke Olimpiade. Menangani tim U-23 bukan perkara mudah, tapi juga tidak terlalu sulit. Usia 23 tahun adalah usia yang boleh dibilang hampir matang bagi seorang pemain. Kita patut bersyukur karena Gerald Vanenburg lah yang melatih.
Sosok ini kenyang pengalaman di tim muda. Selama terlibat di tim muda klub-klub seperti PSV Eindhoven dan Ajax Amsterdam, Vanenburg memberikan sentuhan kecilnya pada pemain yang kini, menjadi salah satu yang menjanjikan. Malahan, ada pula yang sudah menjadi legenda. Siapa pemain-pemain itu?
Daftar Isi
Ibrahim Afellay
Nama pertama mungkin sering kamu dengar. Apalagi kalau kamu fans Barcelona. Ia adalah Ibrahim Afellay. Pemain yang telah pensiun ini memulai karier dari akademi PSV Eindhoven pada 1996. Lima tahun kemudian, Afellay masuk tim U-17, dan tiga tahun setelahnya masuk tim U-19.
Di sinilah Afellay bertemu Gerald Vanenburg. Barangkali fotonya sulit ditemukan. Tapi melihat timeline-nya tepat. Vanenburg menjadi manajer PSV U-19 dari tahun 2000 hingga 2004. Afellay sendiri masuk di tim U-19 pada 2003.
Saat itu Afellay yang masih mentah dipoles Gerald Vanenburg. Pemain yang kelak masuk rubrik khusus “Our Heroes” di situs resmi PSV itu berkembang sangat cepat. Hanya setahun di tim U-19, Afellay naik ke tim senior. Kiprah Afellay sebagai salah satu gelandang serang menjanjikan dimulai.
Ibrahim Afellay’s career as a footballer is finished.
225 games for PSV
55 games for Stoke City
35 games for Barcelona
29 games for Olympiacos
15 games for Schalke53 caps for Netherlands
A wonderfully gifted midfielder who was held back by injuries. pic.twitter.com/qGRuX2N4BQ
— Dutch Football 🇳🇱 (@FootballOranje_) January 31, 2021
Belajarnya di tim U-19 ia buktikan dengan sejumlah gelar untuk PSV, dari gelar Eredivisie, Piala KNVB, hingga Piala Super Belanda. Dilatih Vanenburg saat di tim U-19 menjadikan Afellay pemain yang punya teknik mumpuni dan cepat mengambil keputusan.
Sayang, kerja keras Vanenburg tak dilihat Guus Hiddink. Eks pelatih PSV itu menganggap Afellay berbakat dari orok. Kemampuannya itu, kata Hiddink, adalah bakat alami. Vanenburg yang haus pengakuan merasa terhina atas komentar Hiddink.
Ismail Aissati
Selain Ibrahim Afellay, satu lagi pemain bekas PSV U-19-nya Vanenburg yang diakui punya bakat alami oleh Hiddink adalah Ismail Aissati. Perjalanan pemain berdarah Maroko itu mirip dengan Afellay.
Aissati masuk ke tim U-19 PSV pada 2004, setahun lebih lambat dari Afellay. Aissati lalu menyusul Afellay ke tim senior PSV pada 2005. Sang pemain lalu dengan cepat membantu PSV memborong berbagai gelar di kancah domestik, termasuk tiga gelar Eredivisie.
Naast Kalusha viert ook Ismaïl Aissati vandaag zijn verjaardag. Van harte! pic.twitter.com/Hek8cI0iqe
— PSV (@PSV) August 16, 2017
Setelah tiga musim beruntun membawa PSV juara di Liga Belanda dari 2006 sampai 2008, ia membelot ke Ajax pada 2008. Saat itu Aissati memang berkeinginan pindah ke Ajax. Aissati merasa tidak diberikan menit bermain cukup di PSV. Ia pernah dipinjamkan ke Twente pada 2007.
Malang, di Ajax, Aissati kurang moncer. Walau beberapa kali memberi patah hati fans PSV dalam upaya perebutan gelar, tapi secara keseluruhan karier Aissati di Ajax terbilang medioker. Ia dipinjamkan ke berbagai klub, dan pada akhirnya malah dilepas murah ke klub Turki, Antalyaspor pada 2012.
Mohammed Kudus
Mohammed Kudus mula-mula menjemput mimpi dari Right to Dream, klub Ghana, ke Nordsjaelland, klub asal Denmark, lewat sebuah kesepakatan gratis. Di sana Kudus menjadi bintang. Setidaknya 11 gol ia ciptakan di Superliga Denmark musim 2019/20. Torehan itu membawanya ke Ajax pada 2020.
Namun setibanya di Amsterdam, Kudus kesulitan. Kudus sempat terlempar di tim U-21 Ajax pada musim 2021/22. Di tempat itu, Kudus digembleng oleh Johnny Heitinga sebagai pelatih kepala. Heitinga tak sendirian melatih Ajax U-21. Ia dibantu sejumlah staf, dan salah satunya Gerald Vanenburg yang mengisi posisi pelatih teknik.
West Ham are close to an agreement with Ajax for Mohammed Kudus, per @David_Ornstein
He had been recently linked to both Chelsea and Arsenal 👋 pic.twitter.com/A3QJsLdS3S
— B/R Football (@brfootball) August 23, 2023
Di sepak bola pelatih teknik biasanya membantu pemain mengembangkan keterampilan teknis sekaligus punya kecepatan dalam mengambil keputusan. Mengingat Vanenburg berhasil menelurkan Afellay dan Aissati, tidak mengherankan jika ia mengambil posisi itu di Ajax. Walau itu berarti Vanenburg tidak akan disorot kamera.
Balik lagi ke Kudus. Sang pemain mewarisi semangat orang Ghana yang tak mudah menyerah. Kudus terus melatih keterampilan dan kemampuan teknisnya, hingga ia bisa memperkuat tim utama. Ketekunan itu menyulapnya jadi pemain menjanjikan.
Di era Erik ten Hag, juga berkat sedikit sentuhan Vanenburg, Kudus membantu Ajax meraih double winner pada musim 2020/21. Kudus juga membuat West Ham berani membayar 43 juta euro (Rp728 miliar) untuk menebusnya.
🚨 🇬🇭
Erik Ten Hag wants to add at least two significant signings to the Manchester United squad in the summer to maintain their momentum.
He believes Ajax’s Mohammed Kudus has the attributes to excel in the Premier League. pic.twitter.com/du9Ij8gNAY
— Bony 📚 (@bonifacejoseph_) February 28, 2023
Brian Brobbey
Rekan satu angkatan Kudus, Brian Brobbey membentuk kisah hidupnya sendiri. Sama seperti Kudus, Brobbey berdarah Ghana. Hanya saja, Brobbey beruntung karena lahir di Belanda. Kotanya Amsterdam pula. Kontan saja karier Brobbey dimulai dari Ajax.
Brobbey menaiki tangga karier dari paling bawah. Dari tim muda dan akhirnya dipromosikan ke tim utama, tapi bukan tim utama Ajax. Tak ayal kalau ia pernah berada di tim U-21 besutan Heitinga dengan pelatih teknik, Gerald Vanenburg.
Brobbey mungkin satu di antara banyak pemain yang tampil di tim muda sebuah klub, tapi tidak naik langsung ke tim senior. Di timnya Heitinga, Brobbey berkembang sebagai pemain yang punya kemampuan dalam mencetak gol. Sebagai keturunan Afrika, Brobbey berfisik kuat.
🗞️🇳🇱Everton have an interest in Ajax Striker, Brian Brobbey. The Dutch striker was recently spotted in London. West Ham and Tottenham are also interested.
West Ham want him on loan with an obligation to buy
(@MikeVerweij via @telegraaf) pic.twitter.com/yljKUXiK4q
— Everton FC News 💙 (@NilSatisNews) January 25, 2025
Brobbey tidak hanya bagus dalam mencetak gol, tapi juga bisa terlibat dalam membangun serangan. Melalui kontrol bola yang ciamik, Brobbey bisa menciptakan ruang untuk menembak. Bakatnya lalu terlacak RB Leipzig. Dengan cepat Leipzig mengangkut Brobbey dari Ajax U-21 pada 2021.
Tahu berapa biayanya? Gratis. Justru setelah makin matang di RB Leipzig, Ajax lah yang harus mengeluarkan biaya tatkala memulangkan Brobbey pada 2022. Tak kurang dari 16 juta euro (Rp271 miliar) disetorkan Ajax pada Die Roten Bullen.
Tristan Gooijer
Berikutnya Tristan Gooijer. Siapa sangka pemain yang kabarnya berdarah Indonesia ini pernah satu tim dengan Brobbey dan Kudus di Ajax U-21. Gooijer lahir di Blaricium, Belanda. Ia memulai karier di Almere City, namun pada 2016 ia bergabung ke tim muda Ajax.
Karier Gooijer terhitung cepat. Di usia yang baru 20 tahun, Gooijer sudah berseragam tim senior dan bermain di Eredivisie. Tapi bukan bersama Ajax, melainkan PEC Zwolle. Ia bergabung ke Zwolle pada 2024 dari Ajax U-24.
Sama seperti pemain-pemain yang dilatih Gerald Vanenburg di Ajax U-21 lainnya, Gooijer punya keahlian teknis yang bagus. Kecepatannya dalam mengambil keputusan dilengkapi dengan kualitas umpan yang baik. Tidak hanya itu, dari segi fisik, Gooijer juga kuat.
Tristan Gooijer, #ForTheFuture ⚪️🔴⚪️ https://t.co/MalBh7gSad pic.twitter.com/ebKxgvtPy7
— AFC Ajax (@AFCAjax) December 14, 2023
Francisco Conceicao
Nama berikutnya, ini cukup mengejutkan, ia Francisco Conceicao. Lho, kapan Vanenburg bertemu anak Sergio Conceicao ini? Franc tiba di Ajax pada 2022 setelah memainkan 50 laga di FC Porto. Usianya waktu itu kira-kira baru 20 tahun. Jadi, Franc juga tercatat sebagai pemain Ajax U-21 pada musim 2022/23.
Musim itu Vanenburg masih menjadi pelatih teknik di Ajax U-21. Jadi boleh dibilang ada sedikit sentuhan Vanenburg dalam diri Franc. Meskipun tak langsung. Franc punya keahlian mengalahkan lawan saat menguasai bola. Ia bisa bermain melebar, tapi juga bisa melakukan cut inside.
Francisco Conceição apresentado no Ajax ⚪️🔴⚪️ pic.twitter.com/cqhkF8wT2K
— B24 (@B24PT) July 25, 2022
Franc makin paripurna sebagai pemain sayap dengan umpannya yang bagus. Sayang, cerita Franc di Ajax tak cukup indah. Alih-alih diandalkan, Franc malah dipinjamkan ke FC Porto, yang dilatih sang ayah. Musim ini ia dipermanenkan Porto. Tapi berkat kemampuannya, Juventus merengek untuk meminjamnya dan rela mengeluarkan biaya pinjaman 7 juta euro (Rp118,6 miliar).
Itu dia daftar pemain yang mendapat sentuhan Gerald Vanenburg. Selain nama-nama yang sudah disebutkan, masih ada Klaas-Jan Huntelaar. Bekas bintang FC Schalke itu pernah masuk tim muda PSV pada 2001. Ia berseragam PSV U-19, tim yang pada waktu itu dilatih Gerald Vanenburg.
Apakah masih ada lagi? Mungkin. Tapi akan sangat panjang kalau disebutkan semua. Football lovers yang baik, silakan bisa menambahkan sendiri di kolom komentar.