Skuad Invincible Arsenal diisi oleh pemain-pemain yang luar biasa hebatnya. Itu alasan Arsene Wenger mampu bawa meriam London tak terkalahkan dalam satu musim liga di musim 2003/04. Dan rekor itu dilanjutkan sampai pertengahan musim setelahnya.
Kita tentu mengenal nama-nama seperti Henry, Bergkamp, dan Vieira. Tapi yang membuat skuad Invincible begitu mengerikan adalah mereka sempurna di segala sisi. Setiap pemain adalah pemain terbaik di posisi mereka.
Daftar Isi
Tembok Kokoh Di Bawah Mistar
Pertama, penjaga gawang. Gawang Arsenal selalu terjaga ketika Jens Lehmann yang berdiri di bawahnya. Kiper asal Jerman itu sering kali tampil sebagai penyelamat Arsenal. Ia dibeli di tahun 2003 dari Borussia Dortmund untuk menggantikan David Seaman. Ya, musim Invincible ini adalah musim pertamanya bersama the gunners.
Sebelum ada Manuel Neuer, sebenarnya Lehmann sudah memperkenalkan gaya sweeper-keeper. Khususnya di Liga Inggris bersama Arsenal. Ia kerap bergerak keluar kotak penalti untuk menghalau serangan lawan.
Dari semua pemain dari skuad Invincible, hanya Lehmann yang dipercaya Arsene Wenger bermain di setiap menit di liga. Lehmann adalah satu-satunya pemain yang bermain di semua 38 laga Arsenal di Liga Inggris. Jadi tidak salah kalau bilang dia salah satu kunci utama meriam London bisa tidak terkalahkan selama satu musim Premier League.
Kerasnya Lini Pertahanan
Kontribusi Lehmann memang sudah diakui banyak orang. Tapi ada satu pemain yang bisa dibilang jadi pahlawan tanpa tanda jasa di Invincible. Dia adalah bek kanan andalan Wenger, Lauren. Bintang asal Kamerun itu dibeli di tahun 2000 dan awalnya bertugas sebagai gelandang sayap kanan.
Happy birthday, Lauren! 🎈
— Arsenal (@Arsenal) January 19, 2022
3️⃣ FA Cups
2️⃣ Premier League titles
1️⃣ Invincible
❤️ @Lauren12Arsenal pic.twitter.com/7aXOLhTiY6
Di musim 2003/04, ia berubah jadi bek kanan paling underrated di Liga Inggris. Mungkin jadi salah satu pemain paling underrated dalam sejarah Premier League. Meskipun begitu, ia adalah pemain agresif yang dibutuhkan Arsene Wenger. Buktinya, selama enam kali ia absen di liga, Arsenal meraih tiga hasil imbang dan tiga kemenangan.
Yang bermain di samping Lauren, sebagai bek tengah juga tidak kalah kerasnya. Orang itu adalah Sol Campbell. Bagi penggemar Tottenham, dia adalah pengkhianat. Ia dapat julukan “Judas” setelah memilih menyebrang ke Arsenal di tahun 2001. Tapi sebagai gantinya, ia berubah jadi pahlawan meriam London.
Lucunya, gelar Invincible Arsenal raih dengan hasil imbang pada pertandingan lawan Tottenham di White Hart Lane. Itu jadi penghinaan pamungkas Campbell kepada para pendukung Spurs yang selalu menghinanya setelah ia pindah ke Arsenal. Campbell bisa merayakan gelar liga bersama dengan tim yang sangat Spurs benci.
Dari segi permainan, Campbell dikenal sebagai pemain yang selalu memenangkan duel dengan lawan. Postur tubuhnya membuat ia selalu menang jika beradu fisik dan duel di udara. Meskipun begitu, Campbell tetap merupakan pemain yang cepat. Atau setidaknya bisa menyaingi lari penyerang lawan. Itu sebabnya Arsenal hanya kebobolan 26 kali di liga.
Rahasia kokohnya bek tengah the gunners itu bukan hanya Sol Campbell, tapi kerja sama yang ia jalin dengan Kolo Toure. Toure baru berusia 22 tahun saat itu tapi sudah jadi andalan Wenger dengan bermain sebanyak 37 kali di liga.
His relationship with Arsene Wenger, his defensive partnership with Sol Campbell, playing alongside his little brother… and does he perform the Kolo/Yaya dance in the shower at home? 🤔
— FourFourTwo (@FourFourTwo) April 7, 2021
We put your questions to Kolo Toure… 👇https://t.co/OgMsLtsTYv
Dengan adanya Campbell yang siaga menyapu bola di belakang, Toure punya tugas untuk mengalirkan bola ke depan. Itu peran yang sangat cocok untuknya karena Toure sudah berpengalaman sebagai gelandang tengah sebelumnya.
Dia percaya diri dan nyaman dalam membawa bola. Dengan begitu, dia bisa mendistribusikan bola dan mengambil keputusan untuk mengoper bola ke depan. Selain itu, Toure juga bisa mengisi posisi bek kanan kalau sewaktu-waktu Lauren absen. Kemampuannya yang serba bisa itu sungguh jadi aset Wenger di Arsenal.
Jajaran lini bertahan yang kuat itu dilengkapi dengan Ashley Cole yang punya insting menyerang mematikan. Cole merupakan lulusan asli akademi Arsenal dan langsung jadi andalan Wenger di skuadnya.
Dia sering ikut dalam upaya menyerang sambil mengantongi sayap kanan lawan. Tapi kemampuan bertahannya juga tidak bisa diremehkan. Cristiano Ronaldo pernah berkata kalau Cole adalah lawan paling tangguh yang pernah dihadapi.
Kelebihan lain yang dimiliki Cole musim itu adalah bahwa ia selalu konsisten. Pemain asal Inggris itu bermain 32 kali dari total 38 pertandingan liga. Meskipun performanya mulai menurun setelah meninggalkan Arsenal, tidak ada alasan untuk menyangkal Cole sebagai bek kiri terbaik Premier League sepanjang masa.
Gelandang Dinamis
Beralih ke posisi gelandang. Di lini tengah sudah pasti pemimpinnya adalah Patrick Vieira. Bukan hanya jendral lapangan tengah, Vieira juga merupakan tulang punggung anak-anak asuh Arsene Wenger. Sebagai kapten tim, pengaruhnya tidak hanya terasa di atas lapangan, tapi juga di ruang ganti.
VIDEO: Patrick Vieira on leading @Arsenal’s Invincibles. The final part of My Story – http://t.co/5xQ7R16pfV pic.twitter.com/xAERbd8pQf
— Arsenal (@Arsenal) June 23, 2015
Pengaruh dan kepemimpinannya di ruang ganti itu lah yang membuat tim Invincible tetap solid meskipun ia sempat absen merumput di sembilan pertandingan liga. Dalam total 29 pertandingan yang ia jalani di liga musim itu, ia mencetak tiga gol. Dua diantaranya adalah gol yang spesial.
Yaitu golnya di laga lawan Tottenham di pekan ke-35. Meskipun pertandingan berakhir dengan hasil imbang 2-2, tapi itu sudah cukup memastikan Arsenal juara liga. Kemudian gol terakhirnya di musim itu adalah ketika lawan Leicester di matchday terakhir, matchday 38. Sesaat sebelum ia mengangkat trofi liga di Highbury.
Rekan Vieira di lini tengah adalah Gilberto Silva. Pemain asal Brasil itu merupakan jangkar di skuad Invincible. Dengan keberadaannya, Vieira bisa bergerak dengan bebas meneror lini bertahan lawan dan jadi mesin penggerak di tim. Pemenang Piala Dunia 2002 itu juga punya mobilitas tinggi di lapangan. Ia adalah contoh yang cocok untuk menggambarkan seorang gelandang pengangkut air.
Gilberto memang pemain Brasil, tapi ia tidak terlalu suka pamer skill seperti para pemain tim samba lainnya. Itu membuatnya sering diremehkan oleh fans dan para pengamat. Tapi bagaimana ia bertahan dan cara bermainnya yang efektif itulah yang justru dibutuhkan dan sangat dihargai Arsene Wenger.
Winger
Keuntungan memiliki duo Patrick Vieira dan Gilberto Silva yang tak kenal lelah di skuad adalah, Robert Pires sebagai sayap bisa menjalankan tugas intinya dengan tenang. Sebelum istilah gegenpressing dan high-pressing populer, Pires tidak perlu risau soal bertahan. Tugasnya adalah bergerak bebas di sisi kiri untuk menciptakan maupun menyelesaikan peluang.
Keunggulan yang Robert Pires miliki adalah terampil dalam menggunakan kedua kakinya. Itu membuat bek sayap lawan kebingungan untuk menebak langkah Pires. Ia selalu sukses membuat lawannya kesusahan.
Di musim Invincible ia bermain di 36 pertandingan, mencetak 14 gol dan sembilan assist. Ia adalah pencetak gol kedua terbanyak di skuad pada musim itu. Gol yang diciptakan juga kebanyakan adalah gol penting. Termasuk gol di pertandingan penentuan gelar juara lawan Tottenham di gameweek ke-35.
Kepopuleran Robert Pires memang seringkali terhalangi kilauan Thierry Henry ataupun Dennis Bergkamp. Tapi ia masih lebih populer daripada rekannya yang bertugas di sayap kanan, Freddie Ljungberg. Ya, kita bisa yakin kalau ini adalah tim yang superior ketika menyadari pemain sekelas Ljungberg, yang pernah jadi pelatih sementara Arsenal, bukan sorotan utama.
Sama seperti Pires, Ljungberg memiliki kebebasan di sisi kanan lini serang. Komponen utama tim Invincible memang menciptakan kebebasan di sisi lapangan. Sedangkan gelandang tengah dan dua bek tengah menciptakan lapisan pertahanan yang kokoh.
Ljungberg sebenarnya berposisi sebagai gelandang tengah. Oleh karena itu, sudah natural baginya untuk masuk ke tengah lapangan. Ini memberikan ruang kepada bek sayap untuk maju dan juga menambah sirkulasi di lapangan tengah.
Striker Haus Gol
Tugas Pires dan Ljungberg adalah menyuplai bola ke penyerang. Tapi yang benar-benar bertugas sebagai penghubung antara gelandang dan barisan penyerangan adalah Dennis Bergkamp. Oleh Wenger, ia ditempatkan di posisi penyerang bayangan tepat di belakang Henry.
Penyerang Belanda itu memang bukan pencetak gol yang subur. Ia hanya mencetak 4 gol di musim itu. Tapi berkat skill yang dimilikinya, ia mampu mengontrol bola dengan tenang dan selalu menemukan orang yang tepat untuk diberikan umpan.
Di musim Invincible ini, Bergkamp sudah berumur 35 tahun. Masa-masa jayanya jelas sudah lewat. Tapi kontribusinya di skuad tidak bisa dipungkiri. Terlebih lagi kemitraannya dengan para sayap. Baik itu Pires atau tentunya Ljungberg.
Jika Bergkamp sudah dapat bola, hampir pasti bola itu akan diarahkan ke Thierry Henry. Dan jika bola sudah didapatkan Henry, maka kemungkinan besar akan terjadi gol. Total, Henry mencetak 30 gol di liga musim itu sekaligus menjadikannya top scorer liga.
Henry melakukan segalanya di atas lapangan. Ia punya kecepatan, kekuatan, ketenangan, skill dribble, dan passing. Sulit untuk tidak mengatakan kalau ia adalah pemain paling berpengaruh dalam skuad Invincible Arsenal.
Salah satu momen yang paling ikonik mungkin terjadi di gameweek ke-32. Saat itu Henry mencetak hattrick ke gawang Liverpool di Highbury. Juga di gameweek ke-34, saat Henry cetak empat gol lawan Leeds.
Sumber referensi: 365, BTL, 90min, Arsenal, TFF, FTBL, Planet, BDF, B/R