Piala Dunia 1998 adalah Piala Dunia pertama yang diikuti Jepang. Menariknya, di edisi tersebut, Tak ada satu pun dari 22 pemain yang dibawa ke Prancis adalah pemain abroad.
Ini seolah paradoks. Saat pendukung Timnas Indonesia yakin kalau ingin ke Piala Dunia mesti banyak diperkuat pemain abroad, nyatanya Jepang tampil di Piala Dunia untuk pertama kali tanpa satu pun pemain abroad. Padahal waktu itu Jepang mulai mengirim pemainnya ke luar negeri.
Kenapa ya Jepang malah tidak memakai pemain abroad? Yuk kita membahasnya.
Daftar Isi
Timnas Jepang Waktu Itu
Kamu bisa melihat daftar ini untuk melihat skuad Jepang di Piala Dunia 1998. Gimana? Semuanya dari J-League bukan? Dari 22 nama itu, ada beberapa yang familiar di telinga, seperti Hidetoshi Nakata.
Mantan pemain AS Roma itu terlibat dalam lolosnya Jepang ke Piala Dunia untuk pertama kalinya. Namun, status Nakata bukan pemain abroad. Waktu itu Nakata masih bermain di Bellmare Hiratsuka, klub yang saat ini bernama Shonan Bellmare.
Bellmare Hiratsuka 1993 Home by Mizuno 🇯🇵
A design that was worn by an 18 year old Hidetoshi Nakata. pic.twitter.com/nocNwkdBTF
— Classic Football Shirts (@classicshirts) January 4, 2023
Selain Nakata, Shinji Ono juga belum memperkuat Feyenoord. Ono masih berseragam Urawa Reds Diamonds. Ketiadaan pemain abroad di skuad Jepang yang berlaga di Piala Dunia 1998 bukan berarti Jepang belum mengekspor pemainnya.
Ada, kok. Kazuyoshi Miura, misalnya. Waktu itu King Kazu sudah malang melintang di banyak klub luar negeri, seperti Santos dan Genoa, walau saat Piala Dunia ‘98 membela klub Jepang, Verdy Kawasaki.
O lendário Kazuyoshi Miura! https://t.co/3l4cmrll82 pic.twitter.com/tweL8GBIej
— Genoa Deprê 🇧🇷 (@GenoaDepre) February 1, 2023
Namun, Kazu yang punya pengalaman di sepak bola Brasil dan Italia tak dipanggil. Mengutip situs resmi Japan Football Association (JFA), hal itu dilakukan demi memberi ruang bagi generasi baru. Coba bayangkan, mereka baru lolos Piala Dunia, tapi sudah memikirkan soal regenerasi. Wow!
Awal Mula
Timnas Jepang sendiri sebetulnya mulai mengikuti Piala Dunia sejak 1954. Namun, dari edisi Swiss 1954 hingga Piala Dunia Italia 1990, Jepang tak lolos ke putaran final.
Apa yang dipikirkan para petinggi federasi saat itu? Memunculkan kebijakan yang “timnas sentris”? Tentu tidak. Yang dilakukan adalah merenung, menelaah, dan mempelajari apa yang salah dari sistem sepak bola yang selama ini dianut.
Para petinggi Federasi Sepak Bola Jepang sampai pergi ke luar negeri. Bukan buat mencari pemain keturunan, melainkan mempelajari sistem kompetisi yang bagus. Tentu kamu tahu bahwa Jepang pernah belajar ke Indonesia, kan? Nah, itu dia. Tahun 1991 atau setahun setelah Piala Dunia, Jepang yang baru memiliki kompetisi semi-profesional mempelajari sistem Galatama.
Beberapa logo klub Indonesia di era Liga Sepakbola Utama (Galatama) dan klub Jepang di era Japan Soccer League (JSL).
Galatama dan JSL sama2 dihuni klub perusahaan, logonya pun menggunakan unsur logo perusahaan bukan logo pemda.
Coba sebutin skrg klub2nya berubah nama jd apa? pic.twitter.com/iZQUeVgo5s
— INDOJLEAGUE (@indo_jleague) December 17, 2023
Kompetisi profesional Indonesia yang lahir pada 1979 itu menjadi rujukan Jepang untuk membuat J-League. Sayang, ketika Jepang mencontek Galatama, kompetisi itu justru bubar karena skandal suap. Alih-alih dicari akarnya, federasi memilih membubarkan Galatama. Demikian kata Timo Scheunemann, dikutip Historia.
Jika profesional belajar ke Indonesia, di level amatir, Jepang belajar ke Italia. Lahir kompetisi seperti Piala Kaisar, All Japan Works Football Championship (AJWFC), dan All Japan Inter-City Football Championship (AJICFC) yang diikuti klub-klub amatir.
Format kompetisinya diadaptasi dari sistem Serie A Italia sebelum tahun 1929, yakni single-tournament atau eliminasi tunggal. Pada 1965, Japan Soccer League lahir di level amatir. Kompetisi ini menggantikan dua kompetisi yang disebut belakangan. Kompetisi amatir Jepang pun bertahan lama.
1981 itu menang vs Jepang cuman di ujicoba & itu jersey utk masa persiapan antara lain vs Timnas Hongkong, Klub Soccer Japan League (Mitsubishi SC), Ajax (foto-2) & Klub Brazil Americano antara Januari-April 1981
Di laga resmi Kualifikasi WC 1982 pake Adidas (foto-3, vs Fiji) https://t.co/Cl5SUveXAm pic.twitter.com/VLJB7Ge00G
— Mahlima Utari | ᮙᮂᮜᮤᮙ ᮅᮒᮛᮤ (@Mah5Utari) March 18, 2024
Liga Tertata
Pada akhirnya makin banyak kompetisi sepak bola, amatir maupun profesional. Titik lompatnya dimulai ketika J-League menetas pada tahun 1993. Sejak saat itu, klub-klub sepak bola bermunculan. Hampir di setiap prefektur memiliki klub sepak bola. Klub-klub juga lahir tidak hanya dari perusahaan tapi juga dari komunitas.
J-League lahir sebagai liga berstandar tinggi. Liga profesional ini juga menawarkan insentif bagi klub-klub amatir non-perusahaan untuk menjadi bagian dari mereka. Jadi, tak masalah jika klub itu miskin dan bukan klub profesional. Selama mau berkompetisi di liga profesional, ya, didukung supaya layak.
Logo J.League yang berharga JPY10 juta pada 1993.
Itulah harga yang ditawar oleh pihak JLeague kepada agensi untuk merekabentuk logo liga bola sepak profesional mereka awal 1990an dulu.
Sony Creative Products (SCP) adalah pihak yang dipilih untuk buat semua merchandising… pic.twitter.com/ojA3U2kUIU
— Ahmad Ridzuan AG (@AhmadRidzuanAG) October 22, 2023
Dua di antara klub amatir yang pernah mendapat manfaatnya adalah Oita Trinita dan Albirex Niigata. Dengan kompetisi yang banyak, liga yang tertata, dan klub yang tidak cuma dituntut ini-itu tapi juga diberi insentif bagi yang tak mampu, bakat-bakat di dalam negeri terserap.
Takeshi Okada, pelatih Jepang di Piala Dunia 1998 pun tak sulit untuk mencari pemain lokal untuk mewujudkan mimpi lolos ke Piala Dunia untuk pertama kali dalam sejarah.
Pemain Naturalisasi
Jepang sebetulnya punya kesempatan ke Piala Dunia setahun setelah J-League lahir. Tapi kalah selisih gol dari Korea Selatan menggagalkan mimpi itu. Kesempatan hadir lagi di Piala Dunia 1998. Di kala sepak bola dalam negeri jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Namun, perjalanan Jepang terhalang kontroversi. Lewat sebuah wawancara yang disajikan di awal tadi, Shoji Jo mengatakan, ada perdebatan mengenai proyek naturalisasi yang coba dilakukan Jepang waktu. Kehadiran pemain naturalisasi dianggap membunuh talenta lokal.
Sebagai konteks, Jepang memang tak diperkuat pemain abroad di Piala Dunia 1998, tapi memakai pemain naturalisasi. Mereka mulai melakukannya di edisi ‘94. Waktu itu, Jepang menaturalisasi Ruy Ramos. Sang pemain sudah membela Verdy Kawasaki sejak 1977.
Sudah dibantu pemain kelahiran Rio de Janeiro itu, Jepang tetap gagal. Kegagalan itu memperbesar polemik naturalisasi. Akan tetapi, Jepang masih memakai pemain naturalisasi demi Piala Dunia 1998. Wagner Lopes adalah pemain naturalisasi Jepang berikutnya.
Lopes memilih Jepang karena keinginannya sendiri. Pemain yang sudah bermain di Liga Jepang sejak 1987 itu pun dinaturalisasi dan akhirnya sudi membela Timnas Jepang.
From representing @jfa_en at #FIFAWorldCup 1998 to coaching in the Indonesian top flight.
Brazil-born Wagner Lopes talks all things Samurai Blue. 🇯🇵🗣️
— FIFA World Cup (@FIFAWorldCup) August 24, 2024
Lolosnya Jepang ke Piala Dunia 1998
Meski debutan, Jepang lolos ke Piala Dunia ‘98 dengan cara yang gagah. Kemistri terjalin antarpemain yang sama-sama bermain di Liga Jepang. Samurai Biru cuma kalah sekali di babak kualifikasi. Kendati begitu, Jepang mesti susah payah lolos melalui play-off.
Di Piala Dunia ‘98, Asia hanya mendapat dua slot otomatis ke putaran final. Karena hanya finis di posisi kedua di babak final kualifikasi zona Asia, Jepang mesti melakoni babak play-off menghadapi Iran. Team Melli pun takluk lewat gol emas Masayuki Okano.
Di Piala Dunia 1998
Di Piala Dunia ‘98, Jepang segrup dengan Kroasia, Argentina, dan Jamaika. Sebagai debutan, Jepang tak bisa berbuat banyak. Pasukan Takeshi Okada tak memetik satu pun kemenangan. Namun, Jepang sanggup menyulitkan Argentina dan Kroasia.
Argentina cuma menang 1-0. Satu-satunya gol dikemas Gabriel Batistuta. Kroasia juga dibuat frustrasi. Meski bisa menang lewat gol tunggal Davor Suker. Jepang lalu tak mau pulang tanpa buah tangan. Mereka pun memaksimalkan laga terakhir, dan akhirnya mencetak gol melawan Jamaika. Meski tetap saja kalah.
Davor Suker celebrates scoring against Japan, France ’98. pic.twitter.com/bmTUVoBgTc
— 90s Football (@90sfootball) December 5, 2022
Adalah Masashi Nakayama pembobol gawang Jamaika. Namanya tercatat sebagai pemain Jepang pertama yang mencetak gol di ajang Piala Dunia. Jepang pulang sebagai juru kunci. Namun, bersama Tunisia, Jepang menjadi tim juru kunci yang paling sedikit dibobol.
Meski berakhir memalukan, Piala Dunia ‘98 menandai era dimulainya Timnas Jepang di pentas dunia. Kelak, hingga edisi 2022, Jepang selalu lolos ke Piala Dunia. Piala Dunia ‘98 juga menjadi berkah bagi pemain Jepang. Hidetoshi Nakata bisa memperkuat Perugia setelah tampil di Prancis.
Beberapa tahun setelah Piala Dunia ‘98, Shinji Ono akhirnya memperkuat Feyenoord. Dan, 26 tahun usai Piala Dunia tersebut, Wagner Lopes ditunjuk menukangi PSS Sleman. Jadi, pelajaran apa yang bisa diambil dari kisah ini football lovers?
Sumber: YahooJapan, JFA, Historia, FIFA, WorldFootball, Shueisha, TvTorio, Wikipedia