Son Heung Min : Dari Putus Sekolah Hingga Jadi Kebanggaan Asia

spot_img

Siapa sih yang tak tau Son Heung Min? Selain BTS, Oppa Korea yang satu ini kini menjadi sorotan dunia setelah dirinya berhasil menjadi top skor pertama dari Asia di Premier League. Hebatnya tanpa satu pun gol penalti.

Penghargaan sepatu emas dan penghargaan dari Presiden Korea Selatan pun diraihnya musim ini. Namun, menyedihkan sekali ketika ia tidak masuk nominasi penghargaan PFA Player Of The Year. Entah dengan penilaian apa sehingga top skor liga tak masuk pemain terbaik liga musim ini. Apakah mungkin ia dianggap sebagai pemain badminton?

Namun terlepas dari itu, Son mencapai semua itu dengan cara yang tidak biasa. Ia berjuang benar-benar dari nol. Dari daerah ia merantau dan mengadu nasib. Dengan prinsip dan disiplin kerja keras, ia mampu mencapai yang ia tuju.

Sampai Di Rumah Pertama

Seperti remaja pada umumnya, Son remaja masih bersekolah di usia 16 tahun. Ia bersekolah di sekolah yang punya afiliasi dengan klub sepakbola di Korea Selatan yakni FC Seoul. Namun Son akhirnya memutuskan untuk putus sekolah di tingkat sekolah menengah.

Ia melakukannya demi fokus untuk menempa hobi yang diturunkan ayahnya itu bersama akademi FC Seoul. Ayah Son adalah seorang mantan pesepakbola Korea Selatan bernama Son Wong Jun.

Son memang terkenal dididik keras oleh ayahnya, baik itu dalam prinsip hidup maupun sepakbola. Sehingga mentalnya kuat terbentuk sedari remaja. Suatu ketika, ada tawaran untuk bergabung dengan pendidikan akademi dari Jerman bersama Hamburg. Peluang bergabung dengan akademi Hamburg muncul berkat adanya program pengiriman pemain muda berbakat dari Asosiasi Sepak Bola Korea Selatan yang bergulir sejak 2002.

Di Jerman, Son menemui banyak tantangan, dari yang tak bisa berbicara bahasa asing sampai sulit beradaptasi secara budaya. Namun jika dalam hal sepakbola, ia cukup menjanjikan secara bakat. Oleh sebab itu Hamburg tertarik kepadanya.

Di Hamburg, ia tak langsung bermain bersama tim muda utamanya. Son benar-benar menjalani jenjang karir dari Hamburg II, Hamburg U-17 sampai Hamburg U-19. Ia berproses dengan baik. Menit bermain dan torehan golnya pun meningkat dari jenjang ke jenjang. Sampai akhirnya ia benar-benar bisa menembus tim utama pada tahun 2010.

Son masuk tim utama Hamburg saat usianya baru 18 tahun. Ia ditempa oleh pelatih Armin Veh dan pemain senior macam Ruud Van Nistelrooy. Ia banyak belajar tentang bagaimana sepakbola Eropa dan beberapa budaya lingkungan sekitar. Diakui Van Nistelrooy, Son memang pribadi yang spesial dari Asia, dan tak jarang ada pemain yang mencapai tingkat kedisiplinan sepertinya.

Sayang, debut awal di tim senior Hamburg tak bagus. Son hanya mencetak 3 gol dari 9 kali bermain. Meski begitu, Son mengemas momen menarik saat dirinya mencetak gol ke gawang FC Koln di Bundesliga. Gol tersebut menjadikan Son sebagai pencetak gol termuda Hamburg sepanjang sejarah partisipasi klub di ajang Bundesliga. Walau Hamburg akhirnya kalah 3-2 atas FC Koln.

Dalam gemblengan kerasnya di tim senior Hamburg, Son pun menunjukan progress yang signifikan dari musim ke musim. Dari yang awal menciptakan 3 gol, di musim berikutnya mampu meningkat menjadi 5 gol. Begitupun di 2012/13, seiring menit bermainnya bertambah berkat kepercayaan pelatih, Son mampu mencipta 12 gol di musim itu.

Batu Loncatan

Sejak penampilannya yang impresif bersama Hamburg selama 3 tahun, ia banyak menerima tawaran klub-klub lain. Namun ia memilih untuk tetap tinggal di Jerman. Son akhirnya mengikuti jejak legenda Korea yang sukses bersama Leverkusen di era 80-an yakni Cha Bum Kun. Son akhirnya berlabuh ke Leverkusen di musim 2013/14 dengan bandrol sekitar 10 juta euro (174 miliar).

Di bawah arahan pelatih muda eks Liverpool, Sami Hyypia, ia berkembang jauh lebih matang secara permainan. Bahkan dari segi bisnis pun Leverkusen ketiban rejekinya. Setelah Son datang, Leverkusen ditawari kesepakatan sponsor dengan LG Elektronik, yang notabene perusahaan asal Korea Selatan.

Pola sponsorship seperti itu pun sebenarnya sudah terjadi ketika di Son di Hamburg. Ketika itu perusahaan Kumho Tire asal Korea Selatan menjadi sponsor Hamburg selama 2 tahun.

Namun terlepas untung dari segi bisnis, Leverkusen pun untung dari segi performa tim. Son mampu mendongkrak performa tim dengan 12 golnya sekaligus mengantarkan Leverkusen finish di 4 besar dan melangkah ke Liga Champions. Di musim keduanya pun, ia kembali mengantarkan Leverkusen ke Liga Champions dengan torehan 17 gol.

Hijrah Ke London

Kesedihan pun melanda Leverkusen ketika mereka mendapat telepon dari London Utara. Tottenham Hotspurs bersama Pochettino mengutarakan keseriusannya memboyong Oppa Korea itu menuju Inggris. Leverkusen pun tak kuasa menahan tawaran sensasional untuk Son.

Akhirnya dengan kesepakatan bersama, Son dilepas ke Spurs dengan banderol hampir mencapai 30 juta pounds pada Agustus 2015. Harga tersebut menjadikan Son ketika itu menjadi pemain Asia termahal. Mengalahkan rekor sebelumnya yang dipegang oleh Hidetoshi Nakata saat kepindahannya dari AS Roma ke Parma.

Son melakukan debutnya bersama Spurs saat bertandang ke Sunderland pada bulan September 2015. Namun gol debutnya justru terjadi di White Hart Lane saat ia mencetak 2 gol dalam kemenangan Spurs 3-1 atas Qarabag di Europa League. Debutnya bersama Spurs kalau dihitung secara gol mungkin bisa dikatakan tak berjalan mulus. Son hanya mampu mencipta 8 gol dan 5 assist dari 34 pertandingan yang ia mainkan.

Dari segi persaingan di skuad, meskipun Pochettino lebih sering memberinya kesempatan, tidak serta merta ia jadi starter tiap pekannya. Son juga tetap harus bersaing dengan pemain seperti Nacer Chadli maupun Eric Lamela di sisi sayap penyerangan Spurs.

Dari catatan performanya semenjak debut, torehan gol maupun kontribusi permainannya makin naik. Ia mulai nyaman menemukan posisi favoritnya di Spurs yakni sebagai penyerang sayap kiri.

Duetnya pun makin nyetel dengan Harry Kane sebagai ujung tombak penyerangan Spurs. Bahkan Son dan Kane sekarang sudah mencapai rekor tersendiri sebagai duet tersubur Premier League mengalahkan Drogba dan Lampard ketika di Chelsea.

Pemain terbaik Asia sebanyak 7 kali itu juga pernah sukses mendapatkan penghargaan Puskas Award lewat gol dribbling solonya melawan Burnley di 2020. Akan tetapi, torehan hebatnya itu belum mampu membawa gelar bagi Spurs. Dari liga domestik, paling banter Son mengantarkan Spurs mencapai runner-up di musim 2016/17. Dan di kompetisi Eropa hanya mengantarkan Spurs menjadi runner-up Liga Champions musim 2018/19.

Total, sudah 7 tahun Son bersama The Lilywhite. Kini bagaimanapun Son masih mempunyai hutang gelar bagi Spurs. Namun tak akan pernah tau kapan hutang itu bisa dibayarnya.

Menyadari kondisi anaknya, baru-baru ini ayah Son mengatakan bahwa anaknya belum mencapai level tertingginya sebagai seorang bintang. Pernyataan ayahnya itu pun kini ditafsirkan bahwa Son seharusnya pindah dari Spurs demi mencapai level tertingginya sebagai seorang bintang.

Pertanyaannya sekarang, Son mau pindah ke mana? Beredar rumor siapa yang mengincar dirinya saja pun tidak. Apakah harganya terlalu mahal? Padahal sebagai pemain Asia, dari segi pasar bisnis selalu menjanjikan. Ditambah faktor performa Son yang tak usah ditanya lagi kehebatannya. Jadi, tunggu apa lagi wahai klub-klub besar. Ini kebanggaan Asia, Janganlah disia-siakan. Saranghaeyo Oppa Son.

https://youtu.be/3M9kjBK245o

Sumber Referensi : fourfourtwo, bundesliga, theguardian

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru