Taring Wolves yang Tak Sangar Lagi

spot_img

Seperti ada yang dirindukan dari klub berjersey warna kuning telur Wolverhampton Wanderers. Kerinduan akan auman serigala yang dulu mematikan, ketika mereka pertama kali menginjakan kakinya di Liga Inggris musim 2018/19.

Cerita awal kebangkitan Wolves tentu bak sulap. Bagaimana tidak? Sebuah tim yang kurang pamornya di Inggris, bisa promosi sekaligus bertahan dan langsung masuk ke pentas eropa. Tentu banyak hal yang membuat Wolves pamornya meningkat sejak promosi. Namun, seiring berjalannya musim, nasib mereka perlahan mulai dirundung banyak masalah.

Fosun, Mendes, dan Nuno

Harus diakui biang kerok kebangkitan nama klub Wolves adalah Fosun Group, perusahaan asal Tiongkok yang membeli Wolves pada 2016. Hubungan Fosun dengan agen super Portugal, Jorge Mendes menjadi cara efektif Wolves membangun skuad.

Kerangka tim sudah dibuat sejak mereka promosi. Sang pelatih Nuno Espirito Santo dan Ruben Neves adalah generasi pemain Portugal pertama yang dibawa Mendes ke Wolves sejak di Championship.

Wolves sejak promosi bisa dikatakan sebagai tim “yoyo” yang hanya numpang lewat di Liga Inggris. Wolves dari musim ke musim benar-benar membangun skuadnya dengan memanfaatkan koneksi Mendes. Oleh karena itu, mereka banyak dihuni pemain Portugal.

Hasilnya mengerikan, finish di posisi 7 Liga Inggris di musim debutnya, anak asuh Nuno juga langsung masuk Europa League. Selain itu di turnamen FA Cup, mereka juga mampu tembus hingga semifinal.

Mesin Gol Cedera

Akan tetapi, setelah itu penurunan performa Wolves terjadi perlahan setelah pemain kuncinya berjatuhan. Terutama mesin gol mereka Raul Jimenez dan Diogo Jota. Jimenez adalah striker yang dipinjam dari Benfica oleh Nuno pada musim pertama Wolves di Liga Inggris.

Striker Meksiko tersebut langsung jadi pentolan dan harapan para fans untuk mendulang banyak gol. Ia bahkan jadi top skor tim dengan 17 gol. Berkat performa gacornya itu, ia langsung ditebus permanen di musim keduanya.

Di musim keduanya, ia semakin dicintai fans. Torehan golnya menanjak menjadi 27 gol. Sedangkan Jota, meskipun sebagai pelayan Jimenez, juga turut andil besar secara torehan gol. Golnya mencapai 26 gol selama dua musim. Dari hal tersebut, bisa dikatakan bahwa Jota dan Jimenez adalah tumpuan utama Wolves sebagai output serangan maupun gol.

Akan tetapi, malapetaka yang tak diharapkan datang di musim 2020/21. Musim itu adalah titik balik kehancuran di tubuh Wolves. Serigala tak kuasa menahan Diogo Jota pergi ke Liverpool. Sedangkan Jimenez sendiri ditimpa musibah cedera parah di November 2020 ketika melawan Arsenal. Ketika itu ia menderita patah tulang tengkorak kepalanya saat bertabrakan dalam duel udara. Jimenez pun terpaksa absen hingga akhir musim.

Keadaan itu memaksa Wolves kian seret keran golnya. Akibatnya, Wolves tak tertolong dari keterpurukan. Mereka hanya finish di posisi 13 klasemen. Penurunan jumlah gol sangatlah kentara, hanya 36 gol dari yang sebelumnya 51 gol.

Sudah begitu, akhir musim Wolves berpamitan dengan Nuno Espirito Santo, pelatih yang membawa kebangkitan Wolves selama ini. Komplit sudah penderitaan Wolves. Mau tidak mau mereka harus membuka lembaran baru lagi.

Bruno Lage Dan Transisi

Transisi dengan kehadiran mantan pelatih Benfica, Bruno Lage sebagai suksesor Nuno, awalnya diharapkan mulus oleh publik Wolves. Bagaimana tidak, selain sesama Portugal, taktik Lage juga tak jauh beda dengan apa yang diterapkan Nuno.

Masih sama mengusung pola tiga bek, dengan 3-5-2 atau 3-4-3, Lage masih mengadopsi gaya lama Nuno. Namun masa transisi itu tidaklah mudah bagi Lage. Disamping kehilangan sentuhan Jimenez yang baru sembuh dari cedera, pemain lain yang mendukungnya juga cenderung turun performanya.

Ditambah musibah yang kembali dialami lini serang mereka kembali. Wolves kehilangan sosok harapan pendulang gol yang baru yakni Pedro Neto. Neto diketahui adalah rising star yang menjadi top skor Wolves di musim sebelumnya. Neto mengalami cedera parah pada tempurung lututnya dan memaksa dirinya absen sampai akhir musim. Apes benar Wolves ini, dulu kehilangan Jimenez kini Neto.

Lage sendiri tak tahu apa yang harus diperbuatnya di musim debutnya, selain hanya target bertahan di Liga Inggris. Terbukti di masa transisi ini, Wolves hanya finish di posisi 10 Liga Inggris dan torehan golnya pun masih bermasalah, hanya 38 gol.

Permasalahan Lini Pertahanan

Lage kemudian menjadi korban dari kejamnya transisi. Adaptasinya selama semusim dinilai tak membuahkan hasil yang berarti. Kepercayaan Fosun kepadanya hanya sampai Oktober 2022. Ia dipecat karena hanya mampu menang sekali dari 8 laga awal Liga Inggris musim ini. Sampai pertengahan musim, Wolves hanya dipegang oleh karateker, Steve Davis. Semakin tak karuan juga performanya.

Sebenarnya kondisi keterpurukan ini sudah diprediksi sejak awal musim ketika lini vitalnya, yakni lini pertahanan mulai digerogoti. Semua pilar penting kesuksesan solidnya pertahanan Wolves selama bermusim-musim seperti Willy Boly, Conor Coady, Roman Saiss, maupun Leander Dendoncker, semuanya pergi secara bersamaan.

Dan lucunya, Wolves tak menambal itu dengan pemain yang selevel. Hanya pemain macam Nathan Collins, bekas bek cadangan Burnley yang terdegradasi musim lalu. Sudah begitu, Wolves juga tak seimbang ketika sering mengubah pakem lamanya 3 bek menjadi 4 bek sejak era Nuno dan Bruno Lage berakhir. Alhasil, kini pertahanan mereka rapuh hingga paruh musim dengan kemasukan 27 gol.

Pencarian Mesin Gol Baru

Masuknya Lopetegui, bagi Fosun adalah soal penyelamatan klubnya dari ancaman degradasi. Sebab, degradasi otomatis tak akan bawa cuan banyak bagi Fosun. Disamping itu, Fosun juga berupaya untuk berinvestasi lebih di bursa transfer guna mendukung Lopetegui.

Salah satu yang terpenting yakni mencari alternatif striker pengganti peran Jimenez yang sering mengalami cedera kambuhan. Segala upaya tentu sudah dilakukan Fosun. Tapi apes, nyatanya dari seabrek penyerang yang didatangkan, tak satu pun yang gacor.

Sasa Kalajdzic dibeli langsung cedera, Diego Costa mungkin juga sudah lewat masa jayanya, Goncalo Guedes juga belum nyetel dengan skema Wolves. Meski kini masih ada pemain baru macam Mateus Cunha dan Pablo Sarabia.

Terlihat jelas, bahwa paceklik gol adalah penyebab utama terpuruknya Wolves dari musim ke musim. Selain tentu yang terbaru kini masalah lini pertahanan. Bahkan di musim ini, Wolves sementara hanya mengoleksi 12 gol saja hingga paruh musim di Liga Inggris. Celakanya, itu adalah jumlah gol paling sedikit di antara klub lainnya di Liga Inggris.

PR besar ada dalam diri Lopetegui. Pria Spanyol itu dibebankan dalam jangka pendek mengeluarkan kembali potensi Wolves agar konsisten merangkak naik menghindari ancaman degradasi. Target Fosun jelas, rencana musim depan dengan segala harapan kerinduan akan kembali tajamnya taring serigala Wolves.

Sumber Referensi : theathletic, birminghammail, mirror, birminghammail, theguardian, theathletic

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru