Sungguh menggelitik ketika membaca sebuah laporan dari The Guardian. Media asal Inggris itu menulis “more worthy of a telenovela then a professional football club”. Yang artinya “lebih layak seperti telenovela daripada klub sepakbola profesional” untuk menggambarkan klub Paris Saint-Germain.
Dan belakangan drama telenovela sudah memasuki episode kesekian, dengan penandatanganan kontrak Kylian Mbappe yang mencederai sepakbola. Karena dianggap lebih dari sekadar kontrak seorang pemain.
Para fans Paris Saint-Germain yang keberadaannya masih dipertanyakan itu pun memprotes keputusan ngaco ini. Belum lagi PSG sering tidak meyakinkan dalam perburuan gelar, terutama trofi Eropa. Padahal itu adalah target seorang Nasser Al-Khelaifi, orang yang diberi mandat Qatar Sport Investment untuk mengelola PSG.
Langkah-langkah yang kelewat ngaco itu pun ditanggapi oleh Collectif Ultras Paris, atau semacam kelompok suporter Paris Saint-Germain. “Tidak dapat dipahami oleh segala tingkatan,” kata mereka.
PSG, oleh para fansnya sendiri justru dituding menawarkan sesuatu yang sama sekali tak layak mendapat dukungan. Terlebih PSG lebih suka menimbun para bintang yang manjanya seperti bini yang sedang ngidam.
Dari sini terlihat jelas kalau PSG seperti kebingungan dengan uangnya sendiri. Mau membangun klub jadi blunder. Eh, fans malah marah-marah, dan mengkritik habis kebijakan Nasser Al-Khelaifi. Mengapa?
Daftar Isi
Penimbunan Pemain
Sejak datangnya Qatar Sport Investment yang digawangi Nasser Al-Khelaifi pada 2011, PSG jadi sporadis membeli para pemain bintang. Saking sporadisnya, mereka seperti tak memiliki rencana jelas mana pemain yang mestinya dibeli, mana pula pemain yang tidak layak dibeli.
Jadi alih-alih disebut sebagai pembelian pemain, apa yang dilakukan PSG adalah penimbunan pemain. PSG benar-benar hobi menimbun pemain. Ada yang bagus sedikit langsung sikat, dilabeli harga yang sangat-sangat mahal. Salah satunya adalah Neymar.
Pemain Brazil itu dibajak dari Barcelona dengan banderol 222 juta euro atau Rp3,4 triliun kurs sekarang. Harga yang sangat fantastis, sampai-sampai waktu itu membuat Neymar jadi salah satu pemain termahal. Bahkan transfer Neymar ini jadi titik awal rusaknya harga pemain.
PSG want to get rid of Neymar. It’s the Qatari ownership that have had enough. #PSG made #Neymar the most expensive player in history when they bought him in year 2017 for €222m.
Which club to do think Neymar should join next? 🇧🇷
[Source: @Romain_Molina] pic.twitter.com/8ts3TEM5os
— FootballNotified (@FBNotified) March 10, 2022
Sekitar empat tahun kemudian, PSG lagi-lagi menimbun pemain. Adalah Lionel Messi yang didatangkan dari Barcelona, meski membelinya secara gratis. Padahal mereka sudah memiliki Neymar, Kylian Mbappe, Angel Di Maria, Paredes, Idrissa Gueye, sampai Mauro Icardi.
Buat apa PSG membeli Messi kalau posisinya bisa diisi oleh pemain lain? Lagi pula gaji La Pulga juga tidaklah murah. Dilaporkan surat kabar Prancis, L’Equipe, Messi mendapat gaji 40 juta euro (Rp680 miliar) per musim oleh PSG.
Mbappe Diberi Kekuasaan Lebih, Buat Apa?
PSG juga belakangan ini merusak kredo “Tidak ada pemain yang lebih besar daripada klub”. Kredo yang dijunjung tinggi oleh klub-klub sepakbola itu tidak berlaku buat PSG yang memperpanjang kontrak Kylian Mbappe.
Mbappe yang hampir merapat ke Real Madrid dicengkram erat-erat oleh uang minyak. Ia tak boleh pergi. Bagaimanapun Mbappe harus dipertahankan, persetan soal cita-cita masa kecilnya. Cita-cita bisa dijual, dan PSG membayar cita-cita itu dengan kekuasaan.
Ya, PSG tidak hanya memberikan perpanjangan kontrak pada Mbappe. Santer dikabarkan bahwa dalam klausul kontraknya, Mbappe diberikan kontrol pada klub. Ia boleh menentukan pemain mana yang bakal masuk dan yang mesti ditendang.
So Mbappe will be :
– Allowed to change coaches
– Decide on the players PSG sign
And have a lot of power if he remains in Paris…With all said …Clearly Football is finished pic.twitter.com/X4fLI9RH9q
— kemboi (@Cfc_Kemboi) May 19, 2022
Jelas hal semacam itu bisa merusak sepakbola. Presiden La Liga, Javier Tebas seperti dikutip The Guardian bahkan mengkritik hal tersebut. Menurut Tebas uang di balik klausul kontrak baru Mbappe adalah skandal dan penghinaan terhadap sepakbola.
Omongan Tebas itu tak keliru. Kalau pemain diberi kekuasaan dalam klub, apa namanya kalau bukan merusak sepakbola? Hal itu juga bisa mendorong pemain lain melakukan hal yang sama. Meski klub bisa saja menolak.
Tapi pertanyaannya, buat apa Mbappe diberikan kekuasaan? Apakah itu akan berpengaruh pada prestasi klub? Apakah nanti itu bisa membawa PSG juara Liga Champions misalnya, atau hanya sekadar mengantarkan mereka juara Ligue 1?
Tidak juga. Menimbun pemain sampai membuat klausul khusus untuk satu pemain nggak akan berpengaruh lebih pada prestasi. Oh iya, fyi aja nih, Mbappe membantah dirinya mendapat kontrol kekuasaan oleh PSG.
Ia mengatakan, dulu memang ingin pergi tapi kalau konteksnya sekarang itu adalah keputusan pribadi. Yup, tepat sekali, sebuah jawaban yang diplomatis dan normatif saja.
Tidak Bagus, Singkirkan!
Masuk ke PSG, entah pemain, pelatih, sampai direktur operasional, bahkan mungkin OB pun mesti siap-siap dipecat. Karena begitulah iklim dalam tubuh PSG. Bagi siapa pun yang dianggap gagal bakal disingkirkan.
Bukan sekali dua kali PSG melakukan hal demikian. Pelatih yang mengantarkan PSG ke final Liga Champions setelah sekian purnama tidak melakukannya, Thomas Tuchel pun tak lepas dari pemecatan. Ia dipecat Les Parisiens pada paruh musim 2020/21.
Padahal Tuchel ini menyumbang banyak untuk PSG. Selain membawa mereka ke final Liga Champions, gelar domestik sudah ia rengkuh. Dua trofi Ligue 1, satu trofi French Cup, satu trofi Piala Liga Prancis, dan dua gelar Piala Super Prancis.
Mengutip laman Goal, Thomas Tuchel didepak Les Parisiens lantaran perselisihannya terhadap direksi klub terkait transfer. Lucunya, yang menggantikan Thomas Tuchel adalah Mauricio Pochettino. Sebentar, kalian tahu siapa Pochettino?
Ia pelatih hebat yang pernah hampir juara Liga Champions. Iya, hanya hampir, dan pelatih macam itulah yang didatangkan PSG. Entah ini karena tidak ada yang mau melatih PSG atau bagaimana, yang pasti kedatangan Pochettino seolah-olah kepepet atau dengan kata lain PSG memang tidak punya rencana yang jelas.
PSG sporting director Leonardo is FIRED! (Saber Desfarges, reliable source for PSG)#PSG pic.twitter.com/CAjPHIrty4
— Abraham Adamson (@AdamsonAbraham) May 22, 2022
Apalagi kelak Pochettino ini juga akan dipecat dari PSG. Baru-baru ini PSG juga sudah membebastugaskan direktur olahraga mereka, Leonardo. Jadi, maunya apa sih PSG ini? Apa-apa kok dipecat.
Kalau seorang direktur olahraga saja pelan-pelan diminta keluar, itu artinya PSG ingin mengubah paradigma sepakbolanya. Tapi apakah cukup waktu? Belum lagi dengan bejibunnya para pemain bintang di sana, apa bisa menciptakan filosofi sepakbola baru? Rasa-rasanya filosofi yang bisa mereka ciptakan hanyalah “sepakbola uang”.
Berbeda dengan City
Jika kita melihat klub lain yang sama-sama kaya, Manchester City berbeda dengan PSG. Progres yang dilakukan Sheikh Mansour di Manchester City lebih jelas daripada PSG. Bukan bermaksud membandingkan tapi begitulah keadaannya.
Apa yang dilakukan Sheikh Mansour lebih jelas dan terukur. Ia berhasil mengubah Manchester City yang cupu menjadi suhu. Trofi Liga Inggris yang sulit didapat menjadi mudah didapat. Pemilihan pemain dan pelatih juga tak asal-asalan.
Nasser Al Khelaïfi, quand il voit les performances de Messi avec l’Argentine après une saison ratée au PSG. pic.twitter.com/8YhJfOOgPp
— Ballon Rond (@ballonrondfc) June 5, 2022
Sementara Nasser Al-Khelaifi memang menginginkan PSG menjadi klub terkaya di dunia. Tapi apa yang ia lakukan hanya kaya harta tidak kaya prestasi, atau dengan kata lain gagal. Dalam dominasi domestik pun, PSG sebenarnya di awal-awal mirip dengan Olympique Lyonnais.
Hanya saja Lyon membangun dinasti dengan biaya yang lebih murah. Namun Lyon masih bisa masuk ke semifinal Liga Champions 2010. Sementara, PSG pada waktu-waktu awal kedatangan Qatar hanya bisa sampai ke perempatfinal. Hal itu menunjukkan PSG perlu ditata lagi. Dan itu tak bisa hanya mengandalkan gelontoran uang yang banyak.
https://youtu.be/dglz3bUjHuk
Sumber referensi: Scroll, Forbes, ManchesterEveningNews, Mirror, BR, France24