Jurgen Klopp membangun lini serang Liverpool nyaris tanpa striker murni. Sejak musim lalu, Klopp memasang tiga trisula yang bisa dibilang bukan striker tradisional: Sadio Mane, Roberto Firmino, dan Mohamed Salah.
Trisula tersebut menjelma menjadi unit serangan paling mematikan di Eropa. Kombinasi Firmino-Mane-Salah (Firmansah) sanggup menjebol gawang lawan sebanyak 71 kali dan mencetak 29 assist hanya di Premier League saja.
Salah bersinar paling terang dengan mencatat 38 gol dan 13 assist. Mane menyusul dengan mencetak 20 gol, dan Firmino turut berkontribusi dengan mencetak 27 gol. Dengan performa seperti itu, Liverpool sanggup menembus final Liga Champions.
Musim ini The Reds lebih dekat ke tangga juara Premier League. Mereka bahkan unggul sepuluh poin dari Manchester City di hari Natal 2018. Akan tetapi memasuki awal Maret, keunggulan Liverpool tergerus hingga tersalip City. Terhitung pada pekan 28, The Reds tertinggal dua angka dari The Citizens.
Apakah menukiknya performa Liverpool dipengaruhi menurunnya ketajaman trio Firmansah?
Saat analisis ini ditulis, Liverpool baru saja tertahan oleh Everton di Goodison Park. Ada beberapa clear-cut-chance yang biasanya berbuah gol, entah kenapa berhasil diselamatkan lawan. Seusai laga, Klopp mempermasalahkan tingginya intensitas angin. Sama seperti beberapa laga sebelum ini kala gagal meraih kemenangan, Klopp menyebut “angin sama sekali tidak membantu”.
Lima imbang dalam tujuh laga terakhir bukan hasil yang menggambarkan tim penantang juara. Mereka juga mandul dalam tiga pertandingan dari empat laga terkhir. Para penyerang praktis tak sanggup mengulangi performa musim lalu.
Roberto Firmino sedang mengalami cedera, tapi ada beberapa hal lain yang lebih penting untuk dibicarakan. Salah satu yang paling utama adalah penurunan performa Salah. Kita sebaiknya menerima bahwa Salah tak akan mampu mengulangi ketajamannya musim lalu. Akan tetapi, jika ia menampilkan performa seperti saat melawan Manchester United atau Everton, kita bisa menyebut Salah sebagai one-season-wonder.
Di sisi seberang, terdapat Sadio Mane yang sebenarnya dalam tren paling bagus di antara rekan-rekannya. Namun, dengan ditaruh sebagai penyerang tengah, Mane tak terlalu nyaman mengancam gawang lawang. Ia sebaiknya ditaruh di sisi kiri.
Namun, dengan Salah di kanan sedang degradasi performa, dan Mane di kiri serta Firmino yang sedang cedera, Liverpool jadi membutuhkan alternatif penyerang tengah. Daniel Sturridge sempat menjanjikan di awal musim, tapi saat ini nyaris tak berguna. Divock Origi sudah diberi kesempatan, tapi ia bukan striker top.
Secara keseluruhan, baik Mane, Salah, maupun Firmino memang mengalami penurunan ketajaman. Mane cuma mencetak 15 gol, Firmino hanya mencatat 11 gol, dan Salah cuma mencetak 20 gol. Klopp harus menemukan formula agar lini depan tak lagi mandul. Jangan lupa, selisih produktivitas gol Liverpool amat tertinggal di banding Manchester City.
Akan tetapi, Liverpool tak sepenuhnya tampil buruk. Bila tim benar-benar gugup seperti disebut banyak orang, Liverpool tak akan meraih lima cleansheet beruntun di akhir Februari hingga awal Maret. Jika tim ini tak sanggup menanggung tekanan, Liverpool tak akan menjalani 35 laga kandang tanpa terkalahkan.
Problem Klopp ke depannya adalah bagaimana caranya meyakinkan klub yang belum pernah juara liga selama hampir 30 tahun agar tak terpengaruh isu dari luar yang menyatakan mereka gugup. PR di lini depan juga perlu diselesaikan. Atau, Klopp mau menyalahkan angin lagi?