Pemain Top yang Terlalu Muda Untuk Hengkang dari Sepakbola Eropa

spot_img

Menuju musim 2023/24 ada tren baru di kalangan pesepakbola Eropa. Tren tersebut adalah ramai-ramai hijrah ke Arab Saudi. Yang terbaru ada Ruben Neves yang dikabarkan merapat ke Al-Hilal. Ini jadi kabar yang mengejutkan mengingat Neves masih berusia 26 tahun. 

Padahal ia juga diperebutkan Liverpool, Manchester United dan Barcelona. Jadi tak heran banyak yang menyayangkan keputusan Neves. Meski begitu, ternyata Neves bukan yang pertama menggadaikan karirnya demi uang. Berikut nama-nama pemain bintang yang terlalu muda untuk hengkang dari Sepak bola Eropa.

Alexandre Pato

Nama pertama dan mungkin paling disayangkan keputusannya adalah Alexandre Pato. Pemain yang pernah digadang-gadang jadi striker masa depan tim nasional Brazil itu karirnya lenyap bak ditelan bumi. Namanya redup ketika memutuskan hengkang dari AC Milan dan bergabung dengan klub lokal Brazil, Corinthians di usia 23 tahun.

Di usia 18 tahun, Pato sudah berseragam AC Milan. Namun, karena terlalu muda untuk merantau ke Eropa, Pato yang sedang mencari jati diri pun terjebak di dunia gelap. Ia doyan minum dan berpesta.

Oleh karena itu, kondisi tubuhnya sulit untuk fit 100%. Pato pun kerap mengalami cedera di Milan. Puncaknya pada tahun 2010, ia mengalami cedera yang cukup parah. Cedera itu sampai mempengaruhi performanya di lapangan.

Penurunan performa akhirnya membuat Pato dilepas AC Milan ke Corinthians tahun 2013. Sempat dipinjamkan ke Chelsea, karirnya malah makin berantakan. Kembali mencoba untuk membangun karir Eropanya bersama Villarreal, Pato kembali gagal. Akhirnya ia hijrah ke China dan sempat nganggur sebelum akhirnya kembali ke Brazil bersama Sao Paulo.

Oscar

Pemain lainnya yang dirasa terlalu muda untuk meninggalkan sepakbola Eropa adalah Oscar. Mantan pemain Chelsea ini memutuskan untuk bergabung dengan Shanghai Port di usianya yang masih 25 tahun. Di usia itu, Oscar menggadaikan masa depannya di dunia sepakbola dengan upah 400 ribu pound (Rp7,6 miliar) per pekan.

Padahal Oscar kerap berkontribusi di laga-laga penting The Blues. Ia bahkan berperan penting dalam kemenangan Chelsea di Europa League musim 2012/13 dan titel Premier League musim 2014/15. Sayangnya, di tahun terakhirnya bersama Chelsea, kepercayaan dirinya hancur setelah tak mendapat banyak kesempatan bermain di bawah asuhan Antonio Conte. 

Alhasil, ia memutuskan pergi selamanya dari Eropa dan bergabung dengan Shanghai Port pada Januari 2017. Kabarnya, ia memilih main di China karena membutuhkan banyak uang untuk menghidupi keluarga besarnya di Brazil. Oscar tampaknya cukup betah di China. Ia masih berseragam Shanghai hingga sekarang.

Hulk

Pemain bernama asli Givanildo Vieira de Souza itu memulai karir dari sepak bola Jepang. Hulk berpetualang di Liga Jepang hingga tahun 2008 sebelum akhirnya diangkut FC Porto. Saat hijrah ke Eropa, Hulk masih berusia 22 tahun.

Hulk dikenal sebagai striker yang ganas di mulut gawang. Bermodalkan badan kekar dan tendangan yang kencangnya bukan main, ia dengan cepat menjadi pentolan di Porto. Hulk sukses menghadirkan belasan trofi untuk Porto termasuk empat gelar juara Liga Portugal dan satu gelar Europa League musim 2010/11.

Kesuksesannya berlanjut di Liga Rusia saat bergabung dengan Zenit St Petersburg tahun 2012. Berkali-kali menjadi top skor dan mengantarkan Zenit ke tangga juara, banyak pihak yang ingin melihat Hulk bermain di salah satu liga top Eropa. Namun, karir Eropanya terbilang singkat sehingga hal tersebut tak pernah terjadi. 

Ia justru memilih untuk bergabung dengan salah satu klub asal China, Shanghai Port di usia 29 tahun. Di China, Hulk moncer. Ketajamannya tidak berkurang sama sekali. Tapi setelah itu, ia tak pernah kembali ke sepakbola Eropa. Banyak yang menyayangkan keputusan ini.

Ramires

Satu lagi pemain asal Brazil yang dirasa terlalu muda untuk angkat kaki dari sepakbola Eropa adalah Ramires. Pemain sayap ini benar-benar jadi bintang saat bergabung dengan Chelsea. Ia bahkan salah satu pemain penting The Blues saat pertama kali menjuarai Liga Champions pada tahun 2012.

Sayangnya, Chelsea jadi klub Eropa terakhir Ramires. Meski sempat diminati oleh Barcelona, Ramires yang kala itu masih berusia 28 tahun justru memilih bergabung dengan klub China, Jiangsu Suning tahun 2016.

Tentu keputusannya itu jadi pertanyaan. Karena Ramires sedang apik-apiknya bersama Chelsea. Jose Mourinho bahkan sempat memuji sang pemain di periode keduanya menukangi Chelsea. Menurut beberapa pengamat sepakbola, sebetulnya Ramires masih sangat layak bermain di level Eropa.

Stephan El-Shaarawy

Selanjutnya ada pemain Italia, Stephan El-Shaarawy. Pemain yang berjuluk The Little Firaun ini namanya menjulang tinggi ketika menampilkan performa apik di skuad utama AC Milan pada musim 2012/13. El-Shaarawy yang kala itu masih berusia 20 tahun tapi sudah bisa mencetak 16 gol di kompetisi Serie A.

Namun kehebatannya hanya bertahan semusim saja. Setelah itu performanya angin-anginan. Hal yang sama juga jadi alasan Milan melepasnya secara permanen ke AS Roma pada musim 2016.

Nah selama musim-musim pertamanya di AS Roma, El-Shaarawy lebih sering diganggu cedera otot ketimbang mencetak gol ke gawang lawan. Menit bermain yang kian menurun membuat pemain berdarah Mesir itu mengiyakan tawaran dari klub China, Shanghai Shenhua tahun 2019. 

Di usia yang masih 26 tahun, karirnya tak berjalan baik di China. Karena terpapar virus Covid-19, kondisi El-Shaarawy tak pernah fit 100%. Akhirnya ia kembali ke pelukan AS Roma pada tahun 2021 dan membantu klub menjuarai Conference League musim 2021/22.

Sebastian Giovinco

Satu lagi pemain Italia yang meninggalkan panggung sepak bola Eropa terlalu cepat adalah Sebastian Giovinco. Penyerang mungil ini dikenal sebagai pemain yang cepat dan lincah. Namanya terkenal saat mulai menjadi pilihan utama di skuad Juventus 2012 lalu. Sayangnya, lulusan akademi Juventus itu hanya bertahan selama tiga tahun dan dilepas secara gratis ke Toronto FC.

Di usianya yang masih 28 tahun, mengapa Giovinco memilih menepi dari sepakbola Eropa? Gaji Rp94 miliar per tahun jelas jadi alasan utama pemain kelahiran Torino itu hijrah ke MLS. Menghabiskan empat tahun bersama di MLS, Giovinco menjelma dari pemain buangan Juventus jadi legenda Toronto.

Giovinco sukses besar bersama Toronto. Ia membantu tim yang berjuluk The Reds itu menjuarai beberapa gelar bergengsi termasuk satu kali MLS Cup musim 2016/17 dan Canada Cup tiga musim berturut-turut dari 2016 hingga 2018.

Yannick Carrasco

Pemain terakhir adalah Yannick Carrasco. Pemain yang sekarang berseragam Atletico Madrid ini pernah menggemparkan dunia sepakbola saat memutuskan untuk bergabung salah satu klub Chinese Super League, Dalian Pro di usia yang masih 24 tahun. Padahal, saat itu ia jadi incaran beberapa klub top Eropa, termasuk Manchester United dan AC Milan.

Baru semusim di China, Carrasco mengaku tak betah. Perbedaan budaya yang sangat terasa, menu makanan yang kurang cocok hingga kehadiran Marek Hamsik membuat kenyamanannya terusik. Carrasco pun meminta agennya untuk mengembalikannya ke Atletico Madrid.

Pemain asal Belgia itu bertahan kurang dari dua tahun di China, sebelum akhirnya kembali ke Atletico dengan status pinjaman pada Januari 2020. Kemudian ia dipermanenkan dengan harga sekitar 25 juta pounds atau setara Rp476 miliar.

Sumber: Planet Football, Goal, GMS, Atletico Madrid

https://youtu.be/0LI5Sl7GAHA

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru