Pemain-Pemain Aneh, Jagonya Cuma Pas Bela Timnas Doang

spot_img

Bermain untuk tim nasional merupakan impian banyak pemain sepak bola. Oleh karena itu, para pemain akan berusaha tampil sebagus mungkin di level klub agar bisa terjaring ke dalam skuad tim nasional. Tanpa bermain bagus di klub, sehebat apapun mereka, kesempatan untuk membela tanah airnya pun ikut meredup.

Namun, hal ini tak berlaku untuk beberapa pemain berikut ini. Mereka adalah para pemain yang di klub biasa-biasa saja, tapi bisa masuk timnas. Tak sekadar masuk timnas, tapi penampilannya malah tergolong luar biasa. Lantas, siapa saja pemain yang cuma jago pas membela timnas itu?

 

Peter Crouch – Inggris

Meski dalam karirnya banyak bermain untuk klub menengah ke bawah di Premier League, Peter Crouch adalah sosok yang berbahaya jika sedang membela Tim Tiga Singa. Pria cungkring bertinggi 201 cm ini memiliki rataan gol yang cukup bagus, yakni 22 gol dalam 42 pertandingan. Artinya, Crouch bisa mencetak sebuah gol tiap dua laga membela Timnas Inggris.

Sementara di level klub, Crouch hanyalah striker kelas rata-rata. Selama bermain bola, gol jumlah tertingginya yang pernah ia cetak di Premier League hanya 12 gol saja dalam semusim. Itu terjadi saat dirinya masih membela Southampton musim 2004/05. Angka tersebut tergolong mengecewakan untuk striker berlabel Timnas.

Tahun terbaiknya membela Timnas Inggris adalah 2006. Pada tahun itu, Crouch bisa mencetak 11 gol dari 12 pertandingan. Catatan yang cukup mengerikan untuk seorang striker angin-anginan. Sayangnya, selama membela Tim Tiga Singa, Crouch tak sekali pun berkesempatan mencium sebuah trofi. 

 

Fabio Grosso – Italia

Juara Piala Dunia 2006, Fabio Grosso bisa dimasukkan ke dalam kategori pemain yang jago di Timnas ketimbang di klub. Bek kiri Italia ini baru masuk ke Timnas di usia 25 tahun pada 2003. Hal ini sebenarnya tidak mengagetkan karena 3 tahun sebelumnya saja ia masih bermain di Serie C bersama Chieti FC.

Namun, sejak bermain reguler di Timnas pada tahun 2005, Grosso malah menjadi bek kiri yang tak tergantikan. Gol legendarisnya yang menghujam gawang Jens Lehmann di semifinal Piala Dunia 2006 akan menjadi salah satu yang akan dikenang dari pemain yang menjadi penentu gelar Piala Dunia tersebut.

Sayangnya, meski tampil tak tergantikan bersama Gli Azzuri dan mengoleksi 48 caps, performanya di klub malah terseok-seok. Grosso hanya bermain reguler selama tahun 2004 hingga 2006 saat dirinya membela Palermo. Sisanya? Grosso angin-anginan di Inter, Lyon, hingga Juventus.

 

Joan Capdevila – Spanyol

Sebelum Vicente del Bosque mengambil alih kursi kepelatihan Spanyol, Joan Capdevila hanyalah bek kiri rata-rata. Memang betul dia pernah dipanggil La Furia Roja sebelum kejayaan 2008, tapi itu hanya numpang lewat saja. Lebih banyak Capdevila tak dipanggil ketimbang dirinya menjadi pemain utama. Capdevila hanyalah pemain biasa yang bermain untuk Deportivo La Coruna.

Namun, semua berubah di bawah tangan Vicente del Bosque. Capdevila yang kala itu sudah berusia 30 tahun malah tampil bagus menjegal sayap kanan para lawannya. Alhasil ia berhasil memberikan Piala Eropa untuk mengakhiri puasa gelar La Furia Roja. Impresifnya lagi, kegemilangannya ini masih berlanjut hingga Piala Dunia 2010.

Di Afrika Selatan, Capdevila bermain penuh sepanjang turnamen. Tak ada satu detik pun Spanyol bermain tanpanya. Alhasil, mereka hanya terbobol 2 kali di sepanjang turnamen. Uniknya lagi, dia adalah satu-satunya pemain yang tak bermain untuk Real Madrid ataupun Barcelona di laga final melawan Belanda.

 

Keisuke Honda – Jepang

Saat tampil membela Samurai Biru, Keisuke Honda menjelma sebagai pemain kelas dunia. Ia merupakan pemain andalan Jepang dalam tiga Piala Dunia dan berhasil membawa Samurai Biru menjadi juara Asia 2011. Dalam 98 laga bersama Jepang, Honda bertanggung jawab dalam 60 gol yang tercipta. Ia berhasil mencetak 37 gol dan 23 kali assist ia berikan ke rekan setimnya.

Namun anehnya, di level klub Honda hanya bermain bagus kala ia masih membela CSKA Moskow. Pemain yang dikenal dengan tendangan jarak jauh dan tendangan bebasnya yang akurat ini berhasil mencetak 28 gol dan 29 assist dalam 127 laga bermain untuk tim ibu kota Rusia. Sekalinya dicoba untuk bermain di level yang lebih tinggi, Honda malah loyo.

Sempat digadang-gadang akan bersinar di Serie A, karir Honda di AC Milan malah tak ada yang bisa dikenang. Skillnya saat masih bermain di Moskow seakan luntur begitu saja. Alhasil, saat kontraknya di San Siro habis, tak ada klub Eropa yang mau menggaetnya sehingga Honda harus tersisih hingga Meksiko untuk membela Pachuca.  

 

Lukas Podolski – Jerman

Performa apiknya kala menggebrak sepak bola Jerman bersama FC Koln, tak pernah bisa Lukas Podolski ulangi lagi saat bergabung ke Bayern Munchen dan Arsenal. Poldi datang ke Bundesliga pada musim 2003/04 setelah promosi dari tim junior FC Koln. Di musim itu, meski hanya 10 kali bermain, Poldi malah bisa mencetak 10 gol. Alhasil, Rudi Voller sebagai pelatih Die Mannschaft langsung menariknya ke tim senior.

Tak disangka, performanya bersama Jerman malah menjadi bagian terbaik dari karirnya. Poldi tampil dalam 130 laga dan berhasil mencetak 49 gol plus 31 assist. Torehan 49 gol ini pun membuatnya berada di posisi ketiga top scorer Jerman di belakang Gerd Muller dan Miroslav Klosen. Untungnya, karir bagus Poldi di tim nasional bisa disempurnakan dengan sebuah trofi Piala Dunia.

 

Eduardo Vargas – Chile

Kasus yang tak kalah unik terjadi pada pemain Timnas Chile, Eduardo Vargas. Pemain yang berhasil menjadi top skor sekaligus juara di Copa America 2015 dan 2016 ini memiliki karir di tim nasional yang terbilang cemerlang. 43 gol ia ciptakan dalam 114 laga bersama Chile, bahkan di tahun 2011 dia diganjar predikat Footballer of the Year di Chile.

Namun, karirnya di klub malah amburadul. Vargas tak mampu menembus skuad Napoli sejak didatangkan pada Januari 2012. Tergesernya Vargas dari I Partenopei  membuatnya menjadi musafir untuk dipinjamkan dari Gremio, Valencia, hingga Queens Park Rangers.

 

Miroslav Klose – Jerman

Mirip dengan Lukas Podolski, Miroslav Klose juga memiliki karir biasa saja saat tampil di klub. Bayern Munchen yang mendatangkannya dari Werder Bremen dengan harapan Klose bisa menjadi mesin gol, harus menelan kekecewaan. Klose angin-anginan. Maksimal dirinya hanya bisa mencetak 10 gol di Bundesliga per musim. Akhirnya, ia pun terbuang ke Lazio di Serie A.

Tapi beda cerita jika kita berbicara soal Klose di Timnas Jerman. Klose bertanggung jawab untuk 100 gol sepanjang ia bermain untuk Die Mannschaft. Ia berhasil mencetak 71 gol dan 29 assist. Bahkan, hingga Piala Dunia 2022, Klose masih jadi top skor Piala Dunia dengan 16 gol. Torehan 71 gol itu pun membuat peraih Piala Dunia 2014 ini menjadi top skor Timnas Jerman di atas Gerd Muller.

 

Sumber: 90 Min, Four Four Two, Urban Pitch, Give Me Sport, dan Bleacher Report

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru