Pelly Ruddock Mpanzu: Menamatkan Sepak Bola Bersama Luton Town

spot_img

“Setiap masa ada orangnya. Setiap orang ada masanya.” Kutipan tersebut sangat pas untuk menggambarkan sebuah perjalanan hidup, tak terkecuali perjalanan sebuah klub kecil bernama Luton Town.

Klub yang berasal dari kota yang terkenal sebagai pembuat topi itu sudah melalui berbagai jenis masa. Namun, di setiap masa yang dilalui oleh Luton Town, selalu ada satu nama yang ikut serta. Dia adalah Pelly Ruddock Mpanzu.

Nama Pelly Ruddock Mpanzu menjadi primadona ketika Luton Town memastikan diri tampil di laga final play-off Championship kontra Coventry City. Kesetiaan langka Pelly Ruddock Mpanzu bersama Luton Town menjadikan dirinya incaran wartawan di laga tersebut.

Saat itu, kisah hidup Mpanzu menjadi salah satu trending topics. Pasalnya, Ia adalah saksi hidup dan satu-satunya pemain dalam skuad Luton Town musim ini yang merasakan momen paling kelam dalam sejarah klub berjuluk The Hatters itu.

Demi Luton Town, Rela Kubur Mimpi Bersama West Ham United

Masa terkelam dalam sejarah Luton Town terjadi di akhir musim 2008/2009. Saat itu, Luton yang berkompetisi di League Two atau kasta keempat Liga Inggris sebenarnya mengakhiri musim di tempat yang aman. Mereka mengumpulkan 56 poin, hasil dari 13 kali menang dan 17 kali imbang.

Akan tetapi, dalam beberapa musim terakhir, The Hatters tengah dirundung masalah finansial akut yang membuat klub harus bolak-balik berurusan dengan pihak administrasi FA. Puncaknya, ketidakberesan dalam keuangan Luton Town membuat mereka dihukum pengurangan 30 poin di akhir musim 2008/2009. Alhasil, The Hatters terjun bebas ke dasar klasemen dan untuk kali pertama dalam sejarah harus berlaga di kasta kelima Liga Inggris atau yang lazim disebut Non-Liga.

Luton cukup lama berlaga di kasta tersebut. Empat musim beruntun mereka gagal naik kasta. Kondisi baru berubah ketika mereka mendatangkan manager kawakan, John Still. Di musim 2013/2014, Still merombak habis staf ruang ganti, melepas 12 pemain, dan mendatangkan 11 pemain anyar.

Salah satu pemain anyar yang didatangkan John Still saat itu adalah Pelly Ruddock Mpanzu. Mpanzu yang saat itu belum genap berusia 20 tahun dipinjam dari West Ham United.

Kepindahan tersebut tentu menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, Mpanzu harus pindah dari Boleyn Ground yang berkapsitas 35 ribu kursi ke stadion kuno Kenilworth Road yang kapasitasnya saat itu cuma sekitar 10 ribuan penonton saja.

Saat Mpanzu datang, Luton Town juga hanya berlatih di Ely Way, sebuah lapangan umum di mana para warga sekitar yang datang menghadiri sesi latihan akan protes kepada manager tim setiap kali bola mengenai anjing-anjing peliharaan mereka. Para pemain juga harus menghindari pejalan kaki yang bisa bebas memasuki lapangan. Mpanzu juga berkata, kalau tempat latihan Luton saat itu hanya terdiri dari dua cabin sementara.

Fasilitas yang dimiliki West Ham dengan Luton saat itu bagaikan bumi dan langit. Apalagi, saat itu Mpanzu sebenarnya masuk dalam skuad Sam Allardyce di Premier League. Lantas, apa alasan Mpanzu rela membela Luton Town yang kondisinya saat itu begitu memprihatinkan?

Sebelum membahas lebih jauh, mari sejenak kita mundur ke belakang untuk lebih mengenal sosok Pelly Ruddock Mpanzu. Pemain timnas Kongo ini merupakan kelahiran kota Hendon di wilayah London Raya pada 22 Maret 1994. Meski lahir di Inggris, Mpanzu merupakan pemain berdarah Kongo.

Mpanzu mengawali kariernya di akademi Boreham Wood. Berposisi sebagai gelandang, ia tergolong pemain yang berbakat. Buktinya, penampilannya di FA Youth Cup U-18 sukses menarik perhatian Queens Park Rangers, Watford, dan Reading.

Akan tetapi, Mpanzu yang saat itu berusia 17 tahun memohon kepada ketua Boreham Wood, Danny Hunter, untuk menolak tawaran tim lain. Alasannya, West Ham United, tim yang ia idolai juga menaruh minat kepadanya dan memberi kesempatan kepada Mpanzu untuk menjajal trial.

Bak gayung bersambut, trial tersebut berakhir manis. Mpanzu diganjar dengan kontrak profesional berdurasi dua setengah tahun pada 5 Desember 2011. Mimpinya untuk bergabung dengan The Hammers pun terwujud.

Namun, hingga jelang bergulirnya musim 2013/2014, Pelly Ruddock Mpanzu tak kunjung mendapat menit bermain, meski dirinya saat itu telah masuk dalam tim inti West Ham United. Mpanzu cuma mendapat kesempatan tampil sekali di Piala Liga pada 29 Oktober 2013. Nah, di saat itulah John Still datang untuk membawanya ke Luton Town.

Perjalanan Gila Pelly Ruddock Mpanzu Menembus Premier League

Apakah Pelly Ruddock Mpanzu benar-benar ingin pergi Luton Town? Pada kenyataan, Mpanzu mengaku tidak. Namun, risiko harus ia ambil. Seperti kata John Still, Mpanzu tengah membangun kariernya dan butuh menit bermain. Tak sulit untuk memboyong Mpanzu, apalagi saat itu Luton cuma meminjamnya dari 28 November 2013 hingga 4 Januari 2014.

Namun, setelah bermain apik dan membawa Luton menang dalam 7 pertandingan sebagai gelandang sentral, Mpanzu ditarik West Ham lebih cepat pada 30 Desember. Penyebabnya, The Hammers saat itu tengah krisis pemain bertahan. Meski Mpanzu berposisi murni sebagai gelandang sentral, tetapi fisik kuat dan energinya yang besar membuat Mpanzu juga bisa dimainkan sebagai bek tengah.

Singkat cerita, Luton Town yang sudah jatuh hati dengan Mpanzu berusaha keras untuk memboyongnya kembali dari West Ham United. Segalanya menjadi mudah karena Sam Allardyce juga menyarankan Mpanzu untuk bergabung dengan Luton. Akhirnya, pada 28 Januari 2014, Luton berhasil mengikat status Pelly Ruddock Mpanzu dengan kontrak permanen berdurasi 2 setengah tahun.

Meski bukan keputusan yang mudah, tetapi pengalamannya bermain di kasta enam bersama Borewood membuat Mpanzu tidak kesulitan beradaptasi dengan kasta bawah Liga Inggris. Mpanzu mengakhiri musim 2013/2014 dengan 24 penampilan, mencetak 2 gol dan 1 asis, serta membantu Luton Town menjuarai National League untuk promosi ke League Two.

Setelah kemenangan tersebut, Mpanzu berkata, “Saya tidak benar-benar ingin meninggalkan West Ham karena saya ingin menembus tim utama. Namun kesempatan itu datang dan saya menandatangani kontrak dengan Luton dan sekarang saya adalah seorang juara.”

Setelah itu, Luton Town benar-benar jadi rumah kedua bagi Pelly Ruddock Mpanzu. Dia bertahan di sana, merasakan berbagai macam perubahan dan jadi saksi hidup perjuangan The Hatters merangkak dari bawah.

Setelah promosi ke League Two, keadaan Luton Twon juga seketika berubah. Mpanzu berkata, kalau “semuanya naik level”. Mulai dari tempat latihan baru, gym, hingga menu makanan.

Di tahun 2016, Luton pindah ke sebuah fasilitas latihan pribadi seluas 17 hektar yang bernama “The Brache”. Sejak saat itu, mereka berlatih di sana. Dan Mpanzu jadi saksi hidup yang merasakan seluruh perubahan tersebut.

Akan tetapi, perjuangan Mpanzu bersama Luton Town tetaplah sulit. Pasang surut mereka lalui selama berkompetisi di League Two. Seperti saat kalah menyakitkan dari Blackpool di semifinal play-off League Two musim 2016/2017.

Namun, setelah itu, The Hatters mampu bangkit. Di tahun keempatnya di League Two, Mpanzu dan Luton Town berhasil finish sebagai runner-up dan promosi ke League One di bawah asuhan Nathan Jones. Di musim berikutnya, Jones pergi, tetapi di bawah asuhan Mick Harford Luton Town berhasil menjuarai League One musim 2018/2019 untuk promosi langsung ke Championship.

Mirip dengan perjalanan saat berkompetisi di League Two, pasang surut kembali Mpanzu rasakan selama berlaga di Championship. Di tahun ketiganya, Luton Town berhasil mencapai babak play-off. Sayangnya, mereka kembali kalah menyakitkan di babak semifinal dari Huddersfield Town.

Namun, lagi-lagi, di tahun keempatnya, Luton Town berhasil bangkit di bawah asuhan Rob Edwards. Mereka berhasil mencapai babak final play-off Championship untuk menantang Coventry City.

Seperti yang kami bilang di awal, di laga akbar yang digelar di Wembley tersebut, Pelly Ruddock Mpanzu jadi primadona. Sebab, setelah melalui berbagai jenis masa selama 10 musim, 9 tahun, dan 322 caps di 4 divisi berbeda, Pelly Ruddock Mpanzu dan Luton Town berhasil menembus Premier League usai menang adu penalti atas Coventry City.

Luton pun mengunci tiket promosi terakhir ke Premier League musim 2023/2024 dan sukses kembali ke kasta teratas Liga Inggris setelah 31 tahun lamanya.

Mpanzu menggambarkan perjalanan tersebut sebagai sebuah “perjalanan gila”. Sejak bergabung pada 2013 silam, Mpanzu selalu ada di setiap masa yang dilalui The Hatters. Mulai dari merangkak di National League, League Two, League One, Championship, hingga akhirnya menembus Premier League secara epik. Sebuah perjalanan panjang yang tak semua pemain sanggup dan punya kesempatan untuk melakukannya.

Oleh sebab itu, di hari bersejarah pada 27 Mei 2023, Pelly Ruddock Mpanzu berkelakar, “Saya merasa telah menamatkan sepak bola! Saya bisa pensiun sekarang. Ini merupakan sebuah perjalanan, melewati pasang surut, namun pada akhirnya Anda harus percaya pada diri sendiri.”

Pelly Ruddock Mpanzu: Ikon dan Roda Penggerak Luton Town

Dari pembahasan kali ini, kita harus sepakat bahwa Pelly Ruddock Mpanzu adalah figur ikonik bagi Luton Town. Banyak pemain yang datang dan pergi di Kenilworth Road, tetapi Mpanzu selalu bertahan.

Hingga akhir Oktober kemarin, 379 caps 23 gol dan 34 asis sudah Mpanzu catatkan. Ia memang belum masuk dalam daftar rekor 10 penampilan terbanyak bagi Luton Town. Namun, dengan perpanjangan kontrak yang ia terima hingga musim panas 2025 mendatang, Mpanzu akan segera berada di titik tersebut.

Akan tetapi, hal yang membuat Pelly Ruddock Mpanzu menjadi ikon bukanlah sekadar masa baktinya yang lama. Faktanya, Mpanzu bisa bertahan lama di Luton Town bukan hanya sekadar berperan sebagai pemain senior dalam tim, tetapi juga sebagai penggerak bagi The Hatters.

Mick Harford, mantan manajer Luton, menggambarkan sosok Mpanzu sebagai “roda penggerak yang sangat besar” dalam kesuksesan Luton Town hari ini.

“Anda harus menikmati hidup. Anda tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi. Jalani hidup sepenuhnya setiap hari dan jika seseorang perlu dihibur, saya mencoba melakukannya. Saya mencoba untuk mencerahkan suasana hati setiap saat, itulah karakter saya,” begitulah Pelly Ruddock Mpanzu menggambarkan dirinya.

“Menamatkan sepak bola” mungkin terdengar seperti lelucon. Namun, perjalanan karier Pelly Ruddock Mpanzu memang seperti game “Become a Legend” di Pro Evolution Soccer. Tim yang ia bela tetap sama, tetapi gaji yang ia rasakan sangat meningkat drastis.

Dari pemain ‘tarkam’ yang digaji £25 per pertandingan, kini Mpanzu yang bermain di Premier League bersama Luton Town tercatat menerima gaji £10.000 per minggu, belum termasuk bonus.

Ia memang tak memenangkan gelar Liga Inggris, Liga Champions, atau bahkan Piala Dunia sekalipun. Namun, ia merasakan bagaimana berkompetisi di 5 kasta yang berbeda hanya dengan satu tim. Pelly Ruddock Mpanzu adalah pemain pertama dalam sejarah yang memenangkan promosi dari kasta kelima ke Premier League dengan klub yang sama.

Rasanya, bila ada sebuah trofi yang mampu Luton Town menangkan di kasta teratas akan melengkapi karier Pelly Ruddock Mpanzu. Namun, melihat perjalanan hidup dan kariernya sejauh ini, apa yang sudah Pelly Ruddock Mpanzu dapatkan rasanya sudah terlampau sulit untuk ditiru pemain manapun.

Perjalanan karier Pelly Ruddock Mpanzu juga mengajarkan pada kita semua tentang arti kesetiaan dan kesabaran. Sebuah hal yang kini juga langka di sepak bola modern.


Referensi: Boreham, Luton, DailyMail, BBC, DailyMail, Luton Town, The Athletic.

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!

Glory Glory Manchester United v.2

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp125,000
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp125,000
Obral!

Magnificent 7 Manchester United v.2

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp125,000
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp120,000
Obral!

Cristiano Ronaldo Back Home Manchester United

Rentang harga: Rp109,000 hingga Rp120,000

Artikel Terbaru