Patrick Kluivert dan Beban Berat Melatih Timnas Indonesia

spot_img

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Perpisahan Shin Tae yong, memang masih menyisakan air mata kesedihan bagi sebagian besar pecinta sepakbola Indonesia. Ibaratnya nih, seorang kekasih yang sedang memadu cinta, namun tiba-tiba ditinggal pasangannya ketika sedang cinta-cintanya. Sakit bukan?

Rasa sakit yang belum hilang itu, justru ditambah dengan terkuaknya calon pengganti STY, yakni Patrick Kluivert. Alih-alih dipuja sebagai legenda, pria Belanda tersebut malah mendapat banyak cacian. Lantas, memangnya tidak ada sisi bagusnya dari seorang Patrick Kluivert ini?

Pernah Berjasa Di Belanda

Patrick Kluivert ujuk-ujuk menjadi “gula-gula” beberapa media ketika tuan Fabrizio Romano sudah bertitah, bahwa mantan striker Barcelona itu akan menangani Timnas Indonesia. Harum Kluivert sebagai pemain bintang di eranya tak bisa dipungkiri. Bayangkan, kita akan dilatih oleh sosok pemain yang pernah meraih gelar UCL, Piala UEFA, La Liga, hingga Top Skor Euro 2000.

Ketika terjun di dunia kepelatihan, Kluivert pun mengawalinya dengan baik. Ia mengawali karier manajerial sebagai asisten Louis van Gaal di AZ Alkmaar. Saat itu ia ditugasi melatih para penyerang AZ dari tahun 2008 hingga 2010.

Salah satu buah didikan Kluivert adalah mencuatnya striker bernama Mounir El Hamdaoui yang sukses sebagai top skor Eredivisie musim 2008/09. AZ musim itu juga sukses diantarkan Van Gaal dan Kluivert keluar sebagai juara Eredivisie.

Saat pertama kali menjadi pelatih kepala di Jong Twente pada tahun 2011, ia juga sempat meraih gelar juara Piala Liga Nasional Cadangan (Reserve) Belanda, atau yang dikenal sebagai “Beloften Eredivisie”.

Begitupun ketika ia didapuk menjadi asisten Van Gaal di Timnas Belanda. Kolaborasi senior junior itu berhasil mengantarkan De Oranje ke Piala Dunia 2014 dengan rekor tak terkalahkan selama fase kualifikasi, lalu keluar sebagai juara tiga.

Sejarah Di Curacao

Selain pencapaiannya di Belanda, Kluivert juga menciptakan sejarah di negeri antah berantah, Curacao. Di 2015, ia sempat mendapat tugas maha berat dan cenderung mustahil dari Timnas Curacao, yakni lolos ke Piala Dunia 2018.

Meski akhirnya gagal meraih target tersebut, namun setidaknya Kluivert sudah meninggalkan jejak sejarah. Seperti meloloskan Curacao untuk pertama kalinya ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2018, serta mengantarkan Curacao untuk pertama kalinya ke Piala Emas Concacaf 2017.

Oh iya, jangan lupakan juga jasanya ketika membawa banyak pemain keturunan Belanda ke Curacao saat itu, seperti Leandro Bacuna maupun Cucu Martina. Publik sepakbola Curacao bahkan mengakui sendiri kehebatan Kluivert yang bisa menjadi magnet bagi para pemain keturunan untuk mau berseragam Curacao.

Tertutup Jejak Buruk

Namun jejak manis Kluivert di Curacao itu hilang ditelan bumi. Sebab, yang mencuat di media justru hal-hal negatif darinya, baik di luar lapangan maupun dalam lapangan. Abaikan kasus judi dan kasus lain. Di dalam ranah sepakbola, pria 48 tahun itu juga punya catatan buruk.

Ketika jadi direktur olahraga di PSG, ia dilepas hanya semusim gara-gara ada ketidakcocokan dengan pelatih PSG saat itu, Unai Emery. Lalu ketika menjadi direktur akademi di Barcelona, ia juga sempat cekcok dengan pelatih akademi Barca, Victor Valdes. Cekcok karena perbedaan pandangan soal filosofi sepakbola itu, bahkan sampai berakhir pada pemecatan mantan kiper Blaugrana tersebut.

Saat Kluivert memimpin Curacao di periode keduanya, ia juga gagal total. Pria berdarah Suriname itu sempat dibantai Bahrain 4-0 dan kalah atas Australia 2-1. Dua calon lawan yang notabene akan dihadapinya sebagai pelatih Indonesia pada bulan Maret nanti.

Begitupun pada saat terakhir kali menjadi pelatih kepala di klub Turki, Adana Demirspor. Catatan 8 kali kemenangan, 6 kali seri, dan 6 kali kalah membuat Kluivert akhirnya didepak setelah hanya enam bulan melatih.

Pesimis

Well, dari berbagai catatan buruk tadi, nama Kluivert jadi makin jelek, dan tak bisa diharapkan. Penunjukkan ini bahkan dianggap blunder besar bagi PSSI. Alih-alih pujian, yang ada malah hujatan kasar sana-sini yang bertebaran.

Apalagi ada kabar bahwa, PSSI menunjuk Kluivert karena hanya dia calon pelatih yang bersedia datang pada wawancara yang entah, dapat wangsit dari mana, dijadwalkan tepat di hari Natal 2024 lalu. Hmmm, tambah pesimis nggak sih?

Lalu juga soal adaptasi pemain dan taktik jelang laga melawan Australia dan Bahrain. Apakah dengan waktu bak kisah Bandung Bondowoso yang membuat candi dalam semalam itu, Kluivert bisa membawa hasil yang lebih baik dari Shin Tae-yong?

Ya, ini adalah sebuah resiko besar yang harus ditanggung. Baik oleh PSSI maupun Kluivert itu sendiri. Bagi PSSI yang sudah membayar mahal kompensasi STY, lolos ke Piala Dunia 2026 adalah target yang tak bisa ditawar lagi. Sedangkan bagi Kluivert, di samping beribu hujatan dari netizen tanah air, tuntutan PSSI ini tentu akan menjadi beban besar yang tak mudah untuk dijalani.

Optimis

Namun di tengah rasa pesimis yang melanda, sebenarnya ada secuil harapan yang bisa kita titipkan kepada pria 48 tahun itu. Penunjukan Kluivert dianggap oleh Exco PSSI, Arya Sinulingga, sudah mulai kelihatan hasilnya. Sebab, dengan berita kedatangan Kluivert ini, pemain keturunan yang tadinya sulit untuk diproses naturalisasi seperti Jairo Riedewald, kini dilaporkan sudah menyatakan kesanggupannya.

Seperti halnya di Timnas Curacao, Kluivert ini memang dikenal sebagai sosok yang menjadi magnet bagi pemain keturunan Belanda untuk mau pindah negara. Bukan tidak mungkin, beberapa pemain Grade A keturunan yang dulunya ogah-ogahan membela Timnas Indonesia, bisa makin tertarik gabung gara-gara keberadaan Kluivert.

Selain jadi magnet, sosok Kluivert juga dianggap sebagai sosok “abang-abangan” yang mengayomi beberapa pemain muda. Apalagi di skuad Garuda banyak diisi pemain diaspora dari Belanda. Para pemain diaspora tersebut diharapkan PSSI bisa respek pada Kluivert.

Kluivert ini ibarat figur pemersatu yang dibutuhkan di ruang ganti. Supaya riak-riak konflik antar pemain dan pelatih tak terulang lagi. Lalu apakah sebagai figur pemersatu saja cukup untuk membuat Timnas Indonesia tampil baik? Tentu tidak.

Pembantu Kluivert

Ingat, Kluivert tidak datang sendirian. Ia akan dibantu oleh beberapa asisten pelatih yang akan lebih bekerja keras merumuskan taktik dan teknis di lapangan. Media Belanda Voetbalprimeur, telah melaporkan bahwa Alex Pastoor dan Denny Landzaat adalah dua sosok asisten Kluivert yang akan dibawa di Timnas Indonesia. Dua calon asisten Kluivert tersebut punya rekam jejak yang cukup bagus.

Teruntuk Alex Pastoor, pria 58 tahun ini pernah tiga kali membawa tiga klub berbeda Eerste Divisie promosi ke Eredivisie. Tak hanya itu, mantan pelatih Thom Haye di AZ Alkmaar itu, juga pengagum taktik tiga bek. Dengan waktu yang mepet menangani Timnas, bukan tidak mungkin pola tiga yang ditinggalkan STY, akan dipakai terlebih dahulu oleh Pastoor di laga melawan Australia dan Bahrain.

Selain Pastoor, pengalaman Denny Landzaat sebagai mantan pemain timnas senior Belanda, juga dibutuhkan. Selain pengalamannya, mantan pemain Wigan Athletic itu juga ternyata punya kedekatan dengan Indonesia karena punya darah Maluku dari sang ibu.

Dengan adanya secuil harapan ini, setidaknya bisa memunculkan optimisme di tengah gaduhnya sentimen negatif pada Kluivert. Kluivert memang punya banyak kekurangan, namun ia kini adalah nahkoda Timnas Garuda untuk menuju Amerika Serikat 2026. Apakah kita akan berhenti dukung Timnas Indonesia gara-gara STY dipecat, dan Kluivert pelatihnya?

 

Sumber Referensi : voetballprimeur, kompasiana, voetballpremiur, kompasiana, bola.net, okezone, goal, transfermarkt, goal

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru