Meski dikenal sebagai olahraga yang rentan melibatkan kontak fisik, sepakbola tetap jadi olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas. Selain Roy Keane, mungkin tak pernah ada lagi pesepakbola lain yang memiliki niat ingin mencederai rekan seprofesi dengan sengaja. Beberapa pemain hanya ingin sebatas menunjukan, kalau lugas dan tegas di lapangan hanyalah sebagian dari gaya bermainnya saja.
Nigel De Jong contohnya. Gaya bermain dari pria asal Belanda ini dikenal sangat urakan. Namun, dirinya sama sekali tidak ada maksud untuk mencederai. De Jong hanya ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa itulah gaya mainnya ketika di lapangan. Lugas dan tak kenal kompromi dalam merebut bola.
Di sisi lain, De Jong ternyata seorang pemikir yang memiliki hati lembut. Kabarnya, legenda persepakbolaan Belanda yang memiliki sedikit keturunan Indonesia ini tergolong sebagai atlet yang rajin dan pandai. Ia bahkan sangat memperhatikan kualitas pendidikannya selama menjalani karir sebagai pesepakbola profesional. Benarkah demikian? Berikut adalah dua sisi Nigel De Jong.
Daftar Isi
Sang Petualang
Di era sekarang, Nigel De Jong mungkin tak memiliki nama seharum rekan-rekannya seperti Wesley Sneijder, Edwin Van Der Sar, atau mungkin Robin van Persie. Namun, di sebagian besar fans sepakbola terutama fans sejati Timnas Belanda, De Jong memiliki ruang tersendiri di hati mereka.
Seperti kebanyakan pemain-pemain top dari Negeri Kincir Angin, Nigel De Jong memulai karir profesionalnya bersama Ajax Amsterdam. Pemain yang dikenal dengan gaya rambutnya yang botak ini memulai debutnya bersama raksasa Eredivisie itu pada tahun 2002. Namun membutuhkan kurang lebih satu tahun untuk mencatatkan gol perdananya. Gol debut De Jong lahir di ajang Liga Champions 2003 saat menghadapi wakil Inggris, Arsenal.
Setelah membela Ajax selama empat tahun lamanya, pada tahun 2006 Nigel De Jong memutuskan untuk merantau dan mengambil segala bentuk resiko demi menjajal kompetisi di negeri orang. De Jong akhirnya menerima pinangan dari salah satu klub di Bundesliga, Hamburg. Meski sudah tak lagi di Belanda, bakatnya masih mendapat apresiasi tinggi di sana.
Tak puas hanya di Jerman, pada tahun 2009, Nigel De Jong terbang ke Inggris dan bergabung dengan proyek menggiurkan yang ditawarkan oleh Manchester City. De Jong membantu City untuk mengukir sejarah di Liga Inggris sehingga bisa keluar dari bayang-bayang rival sekota, Manchester United.
Setelah sukses menunaikan misi tersebut, De Jong tetap mencari petualangan baru. Italia pun dipilih De Jong sebagai pemberhentian berikutnya. Mantan pemain tim nasional Belanda itu bergabung dengan AC Milan pada tahun 2012. Setelah mengantongi 79 penampilan di semua kompetisi, De Jong terus berkelana ke beberapa negara lain macam Turki, Amerika Serikat, dan memutuskan pensiun di klub Qatar, Al-Shahania SC.
Gaya Bermain De Jong
Sepanjang karirnya tersebut, Nigel De Jong terkenal sebagai gelandang yang militan di lini tengah. Mau di Manchester City, atau di AC Milan, ciri khasnya tetaplah satu. Bermain lugas dan tak kenal ampun saat melihat pemain lawan berusaha menerobos pertahanan timnya. Gaya bermainnya itu lah yang membuat Nigel De Jong awet bermain di level tertinggi sepakbola Eropa.
Potensinya dalam menyapu serangan lawan mulai terlihat saat dirinya bermain untuk Hamburg. Ketika tim menguasai bola De Jong akan menjemput bola jauh ke bawah dan mendistribusikan ke rekan-rekan setimnya. Namun, jika tim tidak sedang menguasai bola, dirinya jadi orang pertama yang merebut bola tersebut.
Dengan berbekal kerja keras, ulet, tekel keras, dan seperti tak memiliki rasa lelah, De Jong mendapat beberapa julukan. Contohnya saja seperti The Destroyer, Terrier, dan The Lawnmower atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai mesin pemotong rumput. Julukan itu melekat padanya karena De Jong selalu melakukan sliding tekel yang membuat sebagian rumput di lapangan terangkat.
Barangkali gaya bermain dan tekel-tekel keras Nigel De Jong lebih terkenal ketimbang prestasinya sebagai pesepakbola profesional. Anyway, for your information aja nih football lovers, sebelum dikenal sebagai tukang jagal, ternyata Nigel De Jong awalnya bermain sebagai playmaker. Ya, seorang gelandang yang berperan sebagai pengatur ritme permainan dengan umpan-umpan terukur.
Tugas mulia itu diembannya semasa berseragam Ajax Amsterdam. Bahkan ia juga sempat bermain di sektor sayap dan memiliki hasrat untuk bermain sebagai seorang striker di usia muda. Namun, dengan posisi tersebut De Jong tak mendapatkan tempat di skuad utama Ajax. Itu jadi salah satu alasannya meninggalkan Eredivisie pada tahun 2006.
Beberapa Bukti
Nah, di Jerman lah naluri bertahannya mulai tumbuh. Dan tebak, siapa yang menemukan potensi terbaik dari Nigel De Jong di Hamburg? Ya, tidak lain dan tidak bukan ia adalah Thomas Doll. Pelatih yang kini menangani Persija Jakarta itu lah yang pertama kali memasang De Jong sebagai gelandang bertahan.
Mungkin Thomas Doll tak akan pernah menyangka kalau eksperimen tersebut justru telah membangkitkan monster di dalam diri De Jong. Melalui identitas barunya itu, tekel-tekel dari pemain yang sempat membela Galatasaray itu banyak memakan korban.
Pemain sekelas Xabi Alonso juga pernah merasakannya di final Piala Dunia 2010. Ini sih bukan tekel lagi, melainkan tendangan kungfu yang mendarat tepat di dada sang pemain. Momen inilah yang menyadarkan para penikmat sepakbola kalau Nigel De Jong memang layak dijuluki mesin penghancur.
Berada di situasi 50:50, Xabi dan De Jong berusaha mendapatkan bola liar. Alonso meloncat, De Jong pun meloncat. Namun, apa yang terjadi sungguh di luar nurul. De Jong sama sekali tidak mengincar bola. Ia malah melakukan sebuah tekel semi kungfu ke dada mantan pemain Real Madrid tersebut. Sontak Xabi langsung tersungkur dan mengerang kesakitan.
Mau bukti lagi? Masih di tahun yang sama, Hatem Ben Arfa juga pernah merasakan keganasan kaki De Jong. Kala itu, ia sedang bermain untuk Newcastle United dan menghadapi De Jong yang berseragam Manchester City. Saat Ben Arfa tengah melakukan akselerasi, tiba-tiba De Jong menerjang dengan dua kaki. Tekel berbahaya itu membuat Ben Arfa tumbang dan dilarikan ke rumah sakit.
Tekel tersebut berbuntut panjang bagi karir Ben Arfa. Selain harus mengakhiri musim 2010/11 lebih awal, pemain asal Prancis itu harus menjalani serangkaian operasi karena dua tulang betisnya patah. Butuh satu tahun lebih baginya untuk pulih. Ben Arfa memang bisa kembali merumput, tapi performanya sudah tak sebagus dulu.
Masalah di Timnas
Sebetulnya masih banyak lagi. Saking banyaknya mungkin bakal menghabiskan banyak waktu hanya untuk menyebutkan satu-satu tekel horor Nigel De Jong. Lucunya, meski sering melayangkan tekel keras, De Jong jarang mendapat kartu merah langsung. Kartu merah langsung pertama yang diterima De Jong terjadi saat dirinya sudah bermain untuk AC Milan tahun 2015.
Namun, kebiasaan buruk Nigel De Jong ini sempat menyeretnya ke dalam masalah. Terutama di tim nasional Belanda. Pasca tekel yang menghancurkan karir Hatem Ben Arfa, stigma buruk pun menyelimuti Nigel De Jong. Bahkan sampai mengancam posisinya di Timnas Belanda. Padahal ia sudah menyampaikan permintaan maaf langsung kepada Ben Arfa.
Tak mudah bagi De Jong untuk membersihkan namanya. Meski sudah beberapa kali meminta maaf, kritikan dan hinaan tetap saja mampir ke telinganya. Puncaknya, pada saat Timnas Belanda sedang mempersiapkan diri untuk tampil di Kualifikasi EURO 2012.
Pelatih De Oranje kala itu, Bert van Marwijk sampai mencoret De Jong dari skuad utama yang dipersiapkan untuk melakoni kualifikasi Piala Eropa, melawan Moldova dan Swedia. Kabarnya, itu semua demi menjaga nama baik Timnas Belanda. Karena Marwijk tidak ingin De Jong membawa pengaruh buruk pada tim. Marwijk ingin Belanda mencontohkan hal-hal baik kepada dunia.
Prestasi Di Luar Lapangan
Kala itu, nama Nigel De Jong yang kerap diasosiasikan dengan “pemain kotor”. Ia bahkan sempat mendapat predikat sebagai “Most Violent Player” atau pemain paling brutal di Eropa dari L’Equipe. Padahal sebenarnya NDJ juga kerap memberi kontribusi positif pada timnya tanpa terlibat pertikaian. Toh, di dalam tim yang hebat, pasti ada gelandang bertahan hebat di dalamnya. Dan Nigel De Jong adalah salah satunya.
Setiap manusia pasti punya sisi positif. De Jong pun demikian. Dia ini termasuk pemain yang memperhatikan hal-hal penting di luar lapangan. Selain sebagai pesepakbola, ia juga mempersiapkan banyak hal untuk menunjang masa tuanya. Karena De Jong paham betul kalau dirinya tak akan jadi pemain sepakbola selamanya.
Pendidikan misalnya, Meski dikenal keras, beringas, dan tak kenal ampun, Nigel De Jong begitu memperhatikan kualitas pendidikannya di luar sepakbola. Pemain bertubuh kekar ini mengantongi gelar sarjana di bidang ekonomi dari Amsterdam University. Gelar tersebut ia dapatkan kala masih bermain untuk Ajax.
Setelah pensiun, Nigel De Jong makin serius menekuni dunia pendidikan. Kabarnya, ia juga melanjutkan jenjang pendidikannya dengan mengikuti beberapa program yang diselenggarakan oleh UEFA. Salah satunya bernama UEFA’s Executive Master for International Player Programme.
Tak cuma itu saja, De Jong juga mengikuti kursus singkat dari salah satu universitas ternama di dunia, yakni Harvard University untuk mendalami ilmu tentang manajemen bisnis. De Jong merasa, sebagai pesepakbola memiliki pendidikan tinggi merupakan suatu hal yang penting. Semua jenjang pendidikan tersebut nantinya bakal berguna di kemudian hari.
Posisi Baru
Dan benar saja, segala prestasi dan gelar yang De Jong peroleh akhirnya membuahkan hasil. Hal tersebutlah yang membawanya ke posisi sekarang. Tak lama setelah merampungkan pendidikannya, De Jong diangkat sebagai Direktur OIahraga Timnas Belanda pada Januari 2023 kemarin.
Nah selain kembali berkontribusi untuk Timnas Belanda, De Jong juga beberapa kali didapuk jadi pundit untuk BeIN Sport dan ITV. Ia bahkan sempat menjadi pundit tetap di situ untuk EURO edisi 2020 dan Piala Dunia 2022. Ilmu ekonomi dan manajemen bisnisnya juga membantu pria berusia 39 tahun tersebut membangun kerajaan bisnisnya sendiri.
Mantan pemain AC Milan itu memiliki showroom mobil mewahnya sendiri di Jerman. Perusahaan yang berbasis di Hamburg itu dinamai Continental Cars. De Jong bahkan sudah mendirikannya sejak tahun 2007. Well, meski memiliki tampang sangar dan reputasi sebagai pemain kotor, pada akhirnya untuk urusan keseimbangan antara dunia pendidikan dan sepakbola, Nigel De Jong bisa jadi contoh yang baik bagi generasi penerusnya.
Sumber: The Guardian, These Football Times, UEFA, Football Tribe, Panditfootball