Seperti Dejavu, ketika musim ini melihat para wakil Italia bercokol mendominasi liga kasta teratas Eropa Liga Champions. Karena kalau ditarik kebelakang, pada musim 2002/03 wakil dari Negeri Pizza itu pernah melakukannya. Bahkan hingga menciptakan final sesama wakil Italia. Mungkinkah hal itu akan terulang kembali musim ini?
🔙 REWATCH
— I Titolari Podcast (@TitolariPodcast) March 9, 2021
Vi ricordate quando era stata l'ultima volta che #Inter, #Milan e #Juventus lottavano per lo Scudetto?
Nessun problema, nella prossima puntata, arriva il rewatch della #SerieA 2002/03! arleremo di questi giocatori… E della bellezza delle loro scarpe anche! pic.twitter.com/hYQlk7xcW7
Daftar Isi
Inter Milan Membangun Timnya
Bercerita soal kedigdayaan tim-tim asal Italia, memang tahun 2000-an awal adalah sebuah titik balik. Level kompetisi Serie A ketika itu makin ketat dengan banyaknya bintang dari luar Italia yang memberikan warna tersendiri.
Keperkasaan tim-tim Italia tersebut juga tak luput dari apa yang mereka bangun, baik dari segi sistem, pelatih, gaya bermain, maupun perekrutan pemain. Inter Milan misalnya, Nerazzurri hidup dalam warna pemain asing yang membludak di era 2000-an awal.
Meski dilatih Marcello Lippi, mereka masih bertumpu pada talenta asing macam Cordoba, Recoba, Javier Zanetti, dan masih banyak lagi. Pasca Lippi, tongkat estafet kepelatihan pun diambil alih oleh orang asing bernama Hector Cuper. Justru di bawah pelatih Argentina itulah, Inter makin menanjak performanya.
Héctor Cúper.#inter pic.twitter.com/kyV542ua7X
— Inter Lovers (@LoversInter) December 25, 2019
Gaya permainan khas Tango yang menyerang dan mempunyai etos kerja yang spartan mampu diwujudkan Hector Cuper dengan sentuhan formasi khas tiga bek. Pemain seperti Marco Materazzi, Francesco Toldo, maupun Sergio Conceicao, adalah beberapa pemain pembelian Cuper ketika itu untuk melengkapi pilar skuad yang sudah ada. Berkat racikannya La Beneamata diantarkannya kembali tampil di Liga Champions 2002/03, setelah musim sebelumnya hanya bermain di Piala UEFA.
AC Milan Membangun Timnya
Cerita Inter membangun timnya ketika itu sama halnya dengan rival sekotanya, AC Milan. Rossoneri membangun tim setelah masa sulit bersama pelatih Fatih Terim. Terim diberhentikan di tengah jalan dan digantikan mantan pelatih Juventus, Carlo Ancelotti.
Di bawah Ancelotti, Milan dibawa ke era perubahan. Baik dari sistem dan gaya bermain, maupun dari segi pemilihan pemain. Ancelotti membawa gaya bermain baru yang fresh dengan racikan formasi berlian 4-1-2-1-2, maupun pohon cemara 4-3-2-1.
Para pemain yang dipilih Ancelotti ketika itu pun tepat. Seperti mendatangkan Alessandro Nesta, Clarence Seedorf, Nelson Dida, Jon Dahl Tomasson, maupun Rivaldo. Trio gelandang ikonik Pirlo, Seedorf, dan Gattuso pun lahir di musim itu. Sama halnya dengan Inter, AC Milan di musim 2002/03 kembali bermain di Liga Champions setelah di musim sebelumnya hanya bermain di Piala UEFA.
I Rossoneri squad 2002-2003
— Barala Baraminggi🇺🇳🇨🇫 (@Wahiedz) January 13, 2021
🏆 Champions League
🏆 Coppa Italia
🥉 Serie A
One of the best teams #ACMilan #SerieA #UCL pic.twitter.com/66In3P7UVs
Juventus Membangun Timnya
Sementara itu Juventus, sejak mendepak Ancelotti pada 2001, mereka malah berhasil di bawah kendali mantan pelatih Inter, Marcello Lippi. Gelar juara Serie A yang luput ketika Ancelotti pun mampu diraih kembali.
Lippi datang ke Turin musim 2001/02. Penambahan pemain Juventus yang tepat macam Pavel Nedved, Lilian Thuram, Mauro Camoranesi maupun Gianluigi Buffon, adalah salah satu kunci keberhasilan Juventus membangun skuad yang solid. Dengan format andalannya 4-4-2, Lippi berhasil membangun La Vecchia Signora lebih atraktif lewat kedua sayapnya.
So @ahmadalhader asked me if "there has ever been a team to knock out both Barça & Real in the same UCL edition other than the great 2002/2003 Juventus side?"
— Arjun Pradeep (@IndianRegista) April 11, 2018
The answer is NO.
Marcello Lippi's Juventus remain the only side to ever accomplish this feat. pic.twitter.com/KZCuBaLzoh
Bayern Munchen dan Bayer Leverkusen Melempem
Sementara itu, di saat para kontestan kuat Italia yang sedang berbenah, para kontestan dari liga lain seperti Bayern Munchen dan Bayer Leverkusen sedang dalam kondisi yang kurang perform.
Menjadi mantan juara Liga Champions 2000/01, Die Roten yang masih bersama Ottmar Hitzfeld secara mengejutkan kandas di babak grup pertama. Oliver Kahn dan kawan-kawan hanya menjadi juru kunci dengan tanpa kemenangan satu pun.
The 2002-03 season was the first where Bayern Munich were sponsored by Deutsche Telekom – the socks on their change kit featured guerrilla advertising but this was not allowed in the Champions League pic.twitter.com/XvfRx8n9gw
— The Football Kit Podcast 👕 (@footballkitpod) January 22, 2022
Sementara finalis musim 2001/02 Bayer Leverkusen lebih parah lagi. Ketika mereka kehilangan bintangnya Michael Ballack maupun Ze Roberto yang dibajak Munchen, di Bundesliga mereka keteteran dengan finish di papan bawah klasemen. Bahkan di babak kedua grup, mereka tereliminasi dengan tak meraih satupun poin.
Menaklukan La Liga
Lalu bagaimana dengan wakil La Liga yang di musim sebelumnya selalu mendominasi seperti Real Madrid, Valencia, Deportivo La Coruna maupun Barcelona? Asal tahu saja, tiga dari wakil tersebut mampu dimusnahkan oleh wakil Italia di fase knockout.
Juventus nampaknya harus ditasbihkan sebagai pembunuh wakil La Liga sesungguhnya musim itu. Karena mampu melahap tiga kontestan La Liga sekaligus. Yang pertama ia menyingkirkan Deportivo La Coruna di babak kedua grup. Kondisi Deportivo ketika itu memang sedang mengalami penurunan peringkat di La Liga dan gagal mempertahankan trofi Copa Del Rey
ON THIS DAY IN 2003 📸
— Juve1897 (@Juve1897no) April 21, 2019
Barcelona – Juventus 1-2 aet.https://t.co/j47pc50umH pic.twitter.com/IOojKW85Lm
Yang kedua mereka memulangkan Barcelona di babak perempat final dengan agregat 3-2. Barca kondisinya ketika itu masih dalam fase transisi dari dipecatnya Van Gaal di pertengahan musim. Yang ketiga adalah momen tak terlupakan ketika mematahkan langkah Los Galacticos Real Madrid menuju final dengan agregat 4-3. Madrid yang perkasa di liga domestik, akhirnya harus bertekuk lutut dihadapan pasukan Marcello Lippi di Turin.
Throwback: Marcello Lippi’s tactical notes during Juventus 3-1 Real Madrid 2003 pic.twitter.com/Necu3HFug4
— Juventus News Live (@juvenewslive) October 9, 2022
Sementara wakil La Liga lainnya Valencia, jadi korban dari Inter Milan. Finalis musim 2000/01 itu, dihentikan lajunya ke semifinal dengan agregat gol tandang 2-2. Uniknya, yang menghentikan itu adalah Hector Cuper mantan pelatih Kelelawar Mestalla.
Derby Milan
Melajunya ketiga wakil Italia ke semifinal, membuat salah satu laga harus mempertemukan sesama wakil Italia. Menariknya, laga itu mempertemukan Derby Milan. Rival yang saling berseteru itu bernostalgia sekaligus bertarung habis-habisan demi satu tiket ke Final Old Trafford.
Derby Della Madonnina ketika itu bukan lagi sekadar gengsi, karena taruhannya adalah final Liga Champions. Di mana keduanya sudah cukup lama tidak berada pada fase ini. Laga sengit yang diwarnai banyak pelanggaran itu akhirnya berakhir tanpa kemenangan dari kedua klub. Keduanya hanya bermain imbang di dua leg dengan skor 0-0 dan 1-1. Namun, gol tandang Milan lewat Andriy Shevchenko mengantarkan Rossoneri melangkah ke Old Trafford.
17 – #OnThisDay in 2003, #ACMilan drew 1-1 against Inter in the semifinal 2nd leg and reached the #ChampionsLeague final eight years after their previous one. Route. @acmilan #UCL #UCLclassics #13May pic.twitter.com/k9LiCkahbc
— OptaPaolo (@OptaPaolo) May 13, 2020
All Italian Final Pertama Di Liga Champions
Dominasi wakil Italia pun berlanjut ketika All Italian Final terjadi antara Juventus vs AC Milan. Sebuah catatan sejarah, karena untuk pertama kalinya sesama wakil Italia bertemu di Final Liga Champions. Karena sebelumnya, final sesama wakil Italia hanya terjadi di Piala UEFA. Seperti misal Juventus vs Fiorentina di 1990 ataupun Inter Milan vs AS Roma di 1991.
Pencapaian AC Milan dan Juventus di final selain sebuah kebanggaan bagi publik Italia, sekaligus menjadi sebuah kerinduan akan wakil Serie A yang menjuarai Liga Champions, Maklum, terakhir kali wakil Italia menjuarai Liga Champions adalah Juventus pada musim 1995/96.
Pencapaian All Italian Final yang dimenangkan oleh AC milan ini juga menyiratkan pesan bahwa sepakbola Italia mulai bangkit dari tidurnya. Sinyal itulah yang coba dihadirkan oleh wakil-wakil Italia pada dunia bahwa Serie A tak kalah bergengsinya dengan liga-liga lain di Eropa seperti Jerman, Inggris maupun Spanyol, yang beberapa musim ke belakang selalu mendominasi Liga Champions.
#AccaddeOggi nel 2003: il Milan supera la Juventus nella finale tutta italiana e vince la @ChampionsLeague 🏆#UCL | @acmilan pic.twitter.com/3miZ4g4zkx
— La UEFA (@UEFAcom_it) May 28, 2020
Sumber Referensi : uefa, sportsmax, morethanagame, keepup.com, thesefootballtimes, thesefootballtimes