Tidak terasa kurang lebih sudah 15 tahun Manchester City jadi klub berlimpah harta setelah dibeli Sheikh Mansour. Di tangannya, City disulap jadi klub yang bisa bersaing di Liga Inggris. Tapi masih banyak yang meragukan status Manchester City sebagai klub besar karena mereka tidak punya prestasi bersejarah.
Seperti Manchester United musim 1998/99. Dimana setan merah asuhan Sir Alex Ferguson jadi tim Inggris pertama yang meraih treble winner. Atau yang lebih hebatnya lagi, Arsenal di musim 2003/04 yang menyelesaikan satu musim liga tanpa pernah kalah sekalipun. Tim asuhan Arsene Wenger itu pun mendapat julukan the Invincible.
Tapi ada satu pencapaian luar biasa Manchester City yang seringkali terlupakan. Yaitu musim Centurions 2017/18. Sebutan itu diberikan setelah the citizen berhasil mengoleksi 100 poin dalam satu musim Premier League. Sebuah pencapaian yang belum pernah didapat tim manapun. Dan itu Pep Guardiola capai setelah musim pertamanya yang mengecewakan di Inggris.
Daftar Isi
Musim Debut yang Mengecewakan
Sebelumnya, liga Inggris selalu memiliki persaingan yang ketat. Musim 2017/18 ini sendiri bukan kali pertama Manchester City menjuarai Premier League. Di musim-musim sebelumnya City selalu bersaing ketat dengan Manchester United, Chelsea, dan nantinya Liverpool.
Ketika Manchester City mendatangkan Guardiola di musim 2016/17, harapannya adalah agar City bisa mengakhiri persaingan itu. Dengan cara membuat Manchester Biru jadi klub yang mendominasi di tanah Inggris, juga Eropa.
Picture Special: Pep Guardiola's first @ManCity press conference.
— Manchester City (@ManCity) July 8, 2016
GALLERY: https://t.co/WwRPkXhXQW #MCFC pic.twitter.com/7c6HIkiKOO
Tapi Pep tidak bisa mencapai itu di musim pertama. Padahal Pep selalu jadi juara liga di musim pertamanya ketika bersama Barcelona dan Bayern Munchen. Reputasinya sebagai manajer yang selalu memenangkan gelar liga di musim debut pun hilang ketika jadi manajer Man City.
Untuk memperburuk keadaan, Premier League musim 2016/17 dimenangkan oleh Antonio Conte, yang mana ini adalah musim debutnya bersama Chelsea. Tidak hanya gagal jadi juara liga, Pep hanya mampu membawa City finis di peringkat ketiga dan gagal di semua kompetisi musim itu. Ini jadi kali pertama Pep Guardiola mengakhiri musim tanpa trofi.
ini tentu jadi musim yang mengecewakan. Kritikan pun datang dari berbagai pihak. Bahkan Pep sendiri mengatakan kalau musim pertamanya di Manchester City adalah sebuah bencana.
“Saya pikir semua orang tidak menganggap bahwa ini adalah musim transisi. Jika anda tidak mendapatkan trofi maka artinya bencana. Yang terpenting adalah menikmati proses membangun tim dan mengharapkan yang terbaik setiap hari” Ucapnya dikutip dari the independence.
Awal Musim 2017/18 Tak Terkalahkan
Di musim 2017/18, Pep sudah berevolusi dari musim sebelumnya. Di musim kedua ini, pelatih asal Spanyol itu sudah bisa membuat para pemainnya meresapi gaya permainan yang ia inginkan.
Untuk menambah kekuatan, Pep juga membeli pemain baru. “Proses membangun tim” yang ia singgung di musim sebelumnya sudah rampung setelah City menghabiskan lebih dari 200 juta euro untuk beli pemain yang sesuai. Mereka adalah Bernardo Silva, Ederson, Kyle Walker, Danilo, dan Benjamin Mendy. City juga memecahkan rekor transfer dengan mendatangkan Aymeric Laporte dari Athletic Bilbao di pertengahan musim.
Seperti musim-musim biasanya bagi setiap tim, ada beberapa momen menonjol yang tak terlupakan. Seperti di gameweek ketiga, Bournemouth mampu menahan citizen dengan skor 1-1 sampai 90 menit pertandingan. Tapi Raheem Sterling hadir sebagai penyelamat untuk mencetak gol kemenangan hanya beberapa saat sebelum wasit meniup peluit panjang.
Pertandingan ikonik lainnya datang di pekan setelahnya. Yaitu di gameweek ke-4 ketika pasukan Pep Guardiola menghadapi Liverpool yang kelak jadi rival bebuyutan. Dengan kartu merah Sadio Mane di menit ke-37, Manchester City berhasil mengakhiri laga dengan skor telak 5-0. Dilanjutkan dengan 6-0 lawan Watford dan 5-0 lawan Crystal Palace. Artinya mereka telah mencetak 16 gol tanpa kebobolan hanya dalam tiga laga.
Kemenangan demi kemenangan di liga mereka raih tiap minggunya. Total, sejak imbang 1-1 melawan Everton di pekan kedua, Manchester City menjalani 18 pertandingan dengan poin maksimal.
Tak Inginkan Invincible
Itu menempatkan pasukan Pep Guardiola di puncak klasemen dengan selisih 15 poin dari peringkat kedua. Akan tetapi 18 win streak yang membanggakan itu harus berakhir di malam tahun baru. Ketika Manchester Biru bertandang ke markas Crystal Palace dengan skor kacamata.
Padahal dengan kemenangan 18 pertandingan beruntun, saat itu dipercaya kalau Manchester City akan bisa mengulangi rekor Invincible Arsenal. Tapi hasil imbang tanpa gol di markas the eagles menimbulkan keraguan. Apakah City cukup tangguh untuk bisa menyelesaikan musim tanpa terkalahkan seperti Arsenal dulu.
Ketika ditanya hal itu oleh wartawan setelah pertandingan lawan Crystal Palace, Pep memberikan jawaban yang cukup mengejutkan. Ia mengaku kalau dirinya tidak mengincar gelar Invincible. Pep berkata kalau ia tidak tertarik untuk menyelesaikan musim tanpa terkalahkan.
“Saya tidak berpikir untuk tak terkalahkan. Itu tidak akan terjadi. Mungkin Arsene Wenger mengkhawatirkannya, tapi saya berkata berulang kali padanya kalau prestasi tahun 2004 itu adalah miliknya. Sekarang adalah masa yang berbeda dari 2004.” Ungkapnya dikutip dari Manchester Evening News.
Liga Inggris musim 2003/04 ketika Arsenal mendapatkan gelar Invincible memang tidak bisa dibandingkan dengan Liga Inggris era modern. Di musim ini kompetisi antar tim semakin ketat. Pep juga punya beban untuk memenangkan Champions League musim itu.
Kekalahan pertama Manchester City di liga datang di awal tahun 2018. Tepatnya di bulan Januari 2018 di pertandingan melawan Liverpool. Bermain di Anfield, anak asuh Pep takluk dengan skor 4-3. Tapi setelah itu kemenangan dan gol terus datang. Pep bahkan berhasil mengangkat Piala Carabao di bulan Februari 2018 setelah mengalahkan Arsenal di final.
Centurions dan Rekor Lainnya
Memasuki bulan April 2018, the citizen menantikan laga yang paling ditunggu-tunggu yaitu Derby Manchester. Pep memang sudah pernah mengalahkan MU yang diasuh rival lamanya, Jose Mourinho.
Yang membuat Derby Manchester edisi kedua di musim 2017/18 adalah kesempatan untuk mewujudkan mimpi para penggemar City saat itu. Yaitu dinobatkan sebagai juara di kandang sendiri saat melawan rival sekota, Manchester United.
Tapi Dewi Fortuna masih belum berpihak pada City. Unggul 2-0 di babak pertama, setan merah berhasil comeback lewat dua gol dari Paul Pogba dan satu gol dari Chris Smalling. Kekalahan itu membuat City harus menunda pesta.
Namun, di gameweek setelahnya MU malah kalah melawan West Brom. Ini membuat United yang berada di peringkat kedua tidak bisa menyusul Man City. Tetangga berisiknya itupun dipastikan jadi juara Premier League.
Meskipun begitu, Pep masih fokus di sisa laga setelahnya. Dari 6 pertandingan terakhir, City hanya imbang sekali dan sisanya diraih dengan hasil kemenangan. Itu membuat City berhasil mengoleksi 100 poin dan dapat gelar Centurions.
Jadi tim pertama dalam sejara Liga Inggris yang bisa koleksi 100 poin dalam satu musim adalah rekor yang sangat impresif. Tapi bukan hanya itu saja rekor yang dicetak Pep bersama City musim itu. Mereka juga memecahkan rekor total gol terbanyak dengan 106 gol, kemenangan terbanyak dengan 32 laga, selisih poin terjauh dengan 19 poin, memastikan gelar juara tercepat, dan selisih gol terbanyak.
Centurions Lebih Baik dari Invincible?
Dengan catatan itu musim Centurions Manchester City jelas pantas mendapatkan tempat yang sejajar, kalau tidak lebih tinggi daripada Invincible. Apa yang dicapai Arsene Wenger di tahun 2004 itu memang bersejarah. Tapi total 90 poin yang mereka kumpulkan sudah sering terpecahkan. Sedangkan, 100 poin milik Manchester City belum bisa dipecahkan sampai saat ini.
Sebagai perbandingan bagaimana sulitnya rekor itu bisa dipecahkan, mari kita lihat Liga Prancis. Di musim yang sama, 2017/18 PSG hanya mampu mengumpulkan 93 poin. Padahal PSG adalah tim raksasa yang bermain di liga petani.
Manchester City juga menghadapi persaingan yang lebih ketat daripada Arsenal dulu. Ketika Arsenal jadi Invincible, hanya Man United yang benar-benar jadi saingan. Chelsea sudah mulai jadi tim kuat setelah dibeli Abramovic, tapi tidak terlalu mengancam. Baru di musim setelahnya ketika Mourinho datang, Chelsea bisa langsung menentang dominasi Arsene Wenger.
Tapi bukan berarti Invincible adalah pencapaian yang overrated. Hanya saja, berdasarkan statistik dan rekor yang sudah disebutkan tadi, Centurions lebih menggambarkan arti dominasi daripada Invincible. Terlebih lagi, bagaimana Pep dan Manchester City bisa menjaga dominasi itu. Setelah musim itu, Pep dan Manchester City benar-benar telah membuat Liga Inggris seperti liga petani.