Walaupun ada banyak opsi yang tersedia, selama ini Timnas Indonesia tetap bermain di Gelora Bung Karno. Sekalipun ketika dipakai, kualitas rumputnya tak sama dengan yang ada di foto. Seperti halnya saat menghadapi Australia kemarin, rumput GBK membuat laju bola tak karuan seperti nasib Gen Z di dalam negeri.
Yang jadi pertanyaan, mengapa daripada stadion-stadion lainnya, Timnas Indonesia lagi dan lagi memakai Gelora Bung Karno? Ini dia jawabannya.
Daftar Isi
Soal Laga Melawan Australia
Biar tidak berburuk sangka pada PSSI yang kinerjanya sangat baik, kita akan menelusuri mengapa Gelora Bung Karno akhirnya jadi venue di pertandingan menghadapi Socceroos. Sebelum laga putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, wacana untuk memakai stadion selain GBK mencuat.
Wacana itu muncul setelah Paus Gereja Katolik ke-266 berencana mengunjungi Jakarta. Dan kabarnya GBK akan dipakai. Oleh karena itu, Menpora Dito Ariotedjo menyarankan agar laga melawan Australia dipindah ke Gelora Bung Tomo di Surabaya.
Namun, di hari pertandingan, pull sepatu Jackson Irvine yang mestinya menggilas rumput Gelora Bung Tomo justru bercumbu dengan rumput GBK. Sebab empat hari sebelumnya, PSSI tetap memilih Gelora Bung Karno sebagai venue pertandingan.
Rumput GBK benar-benar tidak memadai untuk pertandingan sepak bola.
Terlihat jelas semalam, kondisi lapangan bikin malu Indonesia di mata internasional. Kapan fasilitas kita akan setara dengan standar dunia? pic.twitter.com/Tz930S6LD7
— Bung Madin (@bung_madin) September 11, 2024
Salah satu anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga berdalih, venue pertandingan antara Indonesia vs Australia sengaja dikembalikan ke GBK karena pengelola GBK memberikan progres bagus soal lapangan. PSSI pun mengajukan GBK ke AFC dan disetujui.
Di waktu yang bersamaan, pihak Australia dan FIFA juga ternyata lebih dulu mengumumkan bahwa pertandingan akan diadakan di Gelora Bung Karno. PSSI juga kabarnya sudah mengecek kesiapannya. Oleh karena itu, PSSI yakin betul bahwa GBK pantas digunakan.
Kalaupun di pertandingan rumputnya jelek, tentu bukan salah PSSI. Mereka sudah mengecek. Tapi pengelola GBK bukan malaikat. Kondisi rumput tak tertolong. Harusnya buat main bola, justru rumput GBK lebih cocok dipakai Karapan Sapi. Bukan kita saja yang tak menduga, PSSI juga kecelik.
Setelah kecelik akan kualitas rumput, PSSI masih tak kapok. Mengutip Detiksport, laga melawan raja terakhir Asia dan Arab Saudi kembali akan digelar di GBK, pada November 2024 mendatang. Meski rumputnya masih tahap perawatan, GBK terdaftar sebagai venue pertandingan Indonesia melawan Jepang dan Green Falcons.
Pagi tadi mengecek rumput stadion GBK jelang pertandingan Indonesia melawan Australia.
InsyaAllah berlangsung lancar. pic.twitter.com/o5UTfHxpYf
— Erick Thohir (@erickthohir) September 7, 2024
GBK Markas Timnas
Dua contoh tersebut memperlihatkan betapapun jeleknya GBK, akan tetap menjadi markas Timnas Indonesia. Selama ini tidak ada stadion lain yang paling sering menjadi rumah tim nasional selain GBK. Banyak pertandingan hebat digelar di sini.
Mulai dari ajang Asian Games, GANEFO, Asian Para Games, SEA Games, Final Piala Asia 2007, Piala Asia U-19 2018, hingga Piala AFF dan Kualifikasi Piala Dunia. Dari sekian banyaknya laga Timnas Indonesia, mungkin Piala AFF 2010 yang paling membekas di ingatan.
APPI menggelar sesi jumpa pers dan dihadiri beberapa pemain yang merupakan anggota Timnas Piala AFF 2010. Tujuannya adalah untuk klarifikasi tentang tuduhan isu suap pengaturan skor pada laga final turnamen antar negara Asia Tenggara tersebut. pic.twitter.com/8IBWG0nbe5
— PanditFootball.com (@panditfootball) December 20, 2018
Betapa tidak? Dari fase grup, semifinal, hingga final, Arif Suyono dan kawan-kawan bermain di stadion ini. Senyum, harapan, dan air mata kekecewaan di akhir kompetisi, tumpah ke setiap kursi penonton. Kekalahan atas Malaysia adalah penghinaan.
Tapi bukan itu yang bikin hati penggemar makin remuk, melainkan munculnya dugaan suap yang menyeret punggawa tim nasional di final tersebut. Meski muncul klarifikasi sana-sini, bagaimanapun menyembuhkan hati yang sudah pecah seperti memasak di atas tungku tanpa api.
Ikatan Fans Timnas dengan GBK
Banyaknya pertandingan Timnas Indonesia yang dimainkan di GBK melahirkan ikatan antara penggemar dan GBK. Menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” di Gelora Bung Karno, rasanya jauh lebih intim, khidmat, dan khusyuk dibandingkan menyanyikannya di upacara bendera hari Senin.
Mengutip tulisan Arinal Prasetyo di Pandit Football, ikatan semacam ini bisa disebut topophilia, di mana suporter dan stadion memiliki hubungan yang intim. Topophilia menjadi semacam afeksi yang mengemas perasaaan penggemar dengan apa yang mereka sebut sebagai rumah, demikian kata Ahli Geografi Tiongkok-Amerika, Yi-fu Tuan.
Topophilia bisa menjangkiti siapa saja dan tim mana saja. Stadion akan menjadi tempat yang punya nilai emosional bagi suporter. Perasaan ini tidak mempedulikan apakah kondisi stadion itu baik atau jelek.
Di laga melawan Australia kemarin, sekalipun Timnas Indonesia bermain di rumput yang jelek setengah mampus, suporter, terutama yang hadir di stadion rasanya akan merasa begitu sentimentil. Perasaan inilah yang mungkin terus mendorong pemilihan GBK sebagai venue.
Bukan berarti stadion lain tidak layak. Tapi bisa jadi jika dimainkan tidak di Gelora Bung Karno, perasaan sentimentilnya terasa sedikit berkurang. Meski Jens Raven, pemain Timnas Indonesia U-20, juga sudah merasakan emosi suporter ketika bermain di Gelora Bung Tomo.
Kapasitas GBK
Tentu bukan cuma karena itu Timnas Indonesia sering memilih Gelora Bung Karno ketimbang stadion lain. Salah satu alasan masuk akal kenapa GBK selalu dipilih adalah soal kapasitasnya. Stadion Utama Gelora Bung Karno kini menduduki peringkat 12 stadion dengan kapasitas terbesar di Asia.
Saat ini kapasitas GBK adalah 77 ribu sekian penonton. Jumlah kapasitas tersebut membuat GBK lebih besar dari Baku Olympic Stadium yang pernah menggelar final Liga Eropa 2019 di Azerbaijan.
Akan tetapi, jumlah kapasitas itu hanya membuat GBK sebagai stadion terbesar kedua di Asia Tenggara. Stadion kebanggaan kita ini kalah dari Stadion Bukit Jalil di Malaysia yang memiliki kapasitas 85 ribu lebih pasang mata.
Kemarin, ketika menggelar laga melawan Australia, PSSI melalui Arya Sinulingga juga sudah mengatakan bahwa pemilihan GBK adalah demi memberi ruang bagi para suporter. Kita tahu suporter Timnas Indonesia itu banyak sekali. Jadi butuh stadion yang bisa menampungnya.
Kalau di Gelora Bung Tomo, kapasitasnya tak sampai 50 ribu. Patriot Candrabhaga cuma 30 ribu. Pakansari di Cibinong hanya 30 ribu. Jadi, untuk pertandingan selevel Kualifikasi Piala Dunia atau pertandingan lain yang potensi penontonnya besar, mustahil memakai stadion-stadion tadi.
Kehadiran penonton di Stadium Bukit Jalil menjelang PestaBola Merdeka 2024 !
Luar stadium : 79,000 orang
Dalam stadium : 1000 orangDifahamkan tiket terjual tak sampai 1000 keping. Betul betul boikot dari penyokong ! Tetapi jawatan tertinggi masih salahkan org lain 🤭 pic.twitter.com/KdJVRgkKVT
— Onefootball.my (@OnefootballM) September 2, 2024
Lagi pula, bukankah semakin banyak yang nonton, pendapatan PSSI makin banyak? Mengutip Bola Net, PSSI bisa merup hingga Rp22 miliar lebih pendapatan dari tiket. Jika pendapatan PSSI makin banyak, kan, timnas makin maju. Ya, nggak? Tapi kenapa nggak pakai JIS saja? Bukankah kapasitas JIS lebih besar?
Hubungan PSSI dan Pengelola GBK
Jakarta International Stadium memang punya kapasitas lebih besar dari GBK, yakni 82 ribu penonton. JIS pernah hendak dipakai timnas, tapi malah diseret ke urusan copras-capres. Padahal bukan karena politik JIS belum jadi pilihan venue Timnas Indonesia.
Soal fasilitas, JIS dan GBK tak jauh beda. Dari segi kursi, pencahayaan, papan skor, rumput, semuanya memadai. Kalaupun rumputnya masih tak layak digunakan, bisa diperbaiki. Tapi masalahnya, akses JIS itu susah, tak seperti GBK. Gelora Bung Karno, sekalipun lebih sedikit kapasitasnya, aksesnya lebih mudah.
Kalau gua jadi Persija sih pilih GBK sebagai alternatif Patriot dibanding maksain di JIS:
1. Ijin keramaian dan keamanan lebih gampang dibanding lokasi JIS
2. Akses MUdah dan strategis untuk penonton dari JKT dan pinggirian Jabodetabek
3. Menghindari potensi gesekan dengan Akamsi pic.twitter.com/yJMOJ1Ezxn— Komisi Wasit (@MafiaWasit) June 19, 2022
GBK bisa dijangkau dengan MRT, Transjakarta, atau angkutan umum lain. Selain mudah diakses oleh suporter, GBK juga mudah diakses oleh tim lawan. Di sekitar GBK juga banyak hotel-hotel mewah, seperti Fairmont Hotel yang jadi tempat menginap para pemain Timnas Argentina. Selain itu izin keramaian dan keamanan di GBK juga mudah.
Hubungan PSSI dan pengelola GBK toh sudah erat. Bahkan dengan GBK, PSSI bisa meminta diskon harga sewa untuk Timnas Indonesia. Pengelola GBK juga mau memprioritaskan Timnas Indonesia. Agenda timnas yang padat membuat pengelola mulai membatasi penggunaan GBK selain untuk Timnas Indonesia.
Itulah tadi alasan di balik Timnas Indonesia yang sering bermain di GBK. Bagaimana menurutmu football lovers?
Sumber: Bolacom, TvOneNews, PikiranRakyat, PanditFootball, Detikcom, SportDetik, Suara, CNNIndo