Berjalan-jalan ke London Selatan kita akan berjumpa klub semenjana Crystal Palace. Jamak diketahui kalau klub bermarkas di Selhurst Park itu lahir tahun 1905.
Namun, ada sebuah penelitian yang menyebut bahwa Crystal Palace berdiri tahun 1861, bukan 1905.
Penelitian itu ditulis oleh Peter Manning dalam buku Palace At The Palace: A History of the Crystal Palace and its Football Club 1851-1915 yang menyatakan bahwa Palace didirikan pada 1861.
Crystal Palace Football Club: The Pride of south London since 1861.#CPFC1861
— Crystal Palace F.C. (@CPFC) April 21, 2020
Prestasi terbaik Palace sepanjang gelaran Premier League ialah pada musim 1990-91.Pada musim itu, Palace mampu finish di peringkat ketiga, dan mengangkangi tim-tim mapan seperti Manchester United, Liverpool, dan Arsenal. Palace yang diarsiteki Steve Coppell kala itu dihuni pemain asli Inggris Raya.
Di posisi penjaga gawang, Palace memiliki Nigel Martyn. Di barisan bek ada pelatih Inggris saat ini, Gareth Southgate, Sedangkan sektor tengah ada Alan Pardew dan di lini depan ada striker terbaik mereka, Ian Wright.
Namun, Crystal Palace pernah terdegradasi ke Liga Championship sebelum akhirnya kembali ke Premier League musim 2012/13. Hingga saat ini, Crystal Palace belum pernah terdegradasi lagi sejak terakhir kali promosi ke Liga Utama Inggris.
KETIKA Kevin Phillips mencetak penalti perpanjangan waktu untuk mempromosikan Crystal Palace kembali ke BPL 2012/2013 pic.twitter.com/kuvmAYcSEZ
— Si Kambol (@kamusbola) August 1, 2014
Pride Of South London
Grand Design untuk kembali membangkitkan Palace digunakan dengan hal yang terbilang tidak biasa. Jika klub-klub seperti Manchester United, Manchester City, sampai Chelsea mengandalkan investor asing, Crystal Palace tidak.
Steve Parrish, pemilik Crystal Palace sadar bahwa ada investor Amerika yang memiliki sebagian saham di Palace, tapi mampu mengklaim bahwa Palace masih dikontrol oleh dirinya dan tidak tergantung oleh investor. Hal inilah yang diinginkan dan didukung penuh oleh mayoritas pendukung dan masyarakat Crystal Palace.
Cara yang digunakan untuk pengembangan pemain dan infrastruktur juga terbilang berbeda. Sadar kalau Parish dan rekan-rekannya di konsorsium tak punya dana segunung, mereka lebih memilih untuk memperkuat nama mereka di akar masyarakat London Selatan.
Manajemen The Eagles pun mulai membuat iklan di papan reklame di jalan jalan yang menghubungkan London Selatan dengan daerah lainnya. Salah satu iklan tersebut menampilkan bintang mereka dengan tulisan “Lahir di London Selatan” dengan huruf tebal pada bagian bawah foto.
Dari iklan-iklan tersebut, menurut Squawka, anehnya tidak ada informasi yang berhubungan dengan kegiatan bisnis tim seperti penjualan tiket musiman ataupun merchandise. Palace, di bawah Parish, memang benar-benar ingin masyarakat London Selatan mencintai mereka. Ini pula yang membuat mereka membuat slogan baru bertajuk ” South London and Pride “.
Dalam sensus penduduk 2011, tercatat bahwa London Selatan merupakan wilayah dengan masyarakat yang beragam. Uniknya, masyarakat “asli” Inggris yang berkulit putih hanya 47,3 persen. Malah di distrik Thornton Heath, yang jaraknya sepelemparan batu dari dari Stadion Selhurst Park dihuni warga berkulit hitam keturunan Karibia, dan menjadi yang terbanyak di London.
Wajar kalau pada akhirnya, 80 persen anggota akademi Crystal Palace berkulit hitam. Salah satu yang cukup menonjol adalah Jason Puncheon, pemain asli London Selatan. Kehadiran Jason Puncheon ketika itu amat penting, terutama di sekitar pemain muda berkulit hitam agar bisa menjadi contoh yang baik.
Apa yang dilakukan Palace dengan membuka diri terhadap etnis minoritas merupakan bagian dari strategi pemasaran nama mereka. Pasalnya, warga berkulit hitam terbilang jarang datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan. Namun, berdasarkan penelitian yang dikutip dari Squawka, jumlah masyarakat kulit hitam kian melonjak saat ada pesepakbola dari etnis mereka yang bermain.
Tidak mengherankan kalau Palace pada akhirnya memuat foto foto pemain berkulit hitam di iklan-iklan mereka. Entah yang juga lahir di London Selatan maupun tidak. Tercatat sejumlah pemain kulit hitam yang memegang peranan penting seperti Wayne Routledge. Lalu ada nama Wilfried Zaha, yang meskipun lahir di Pantai Gading, tapi tumbuh besar di London Selatan.
Tak mengherankan kalau dari situ akhirnya Crystal Palace banyak dipenuhi pemain berkulit hitam. Sebut saja seperti Tyrich Mitchell, Marc Guehi, Cheikhou Kouyate, Nathan Ferguson, Michael Olise, Eberechi Eze, Jeffrey Schlupp, Jordan Ayew, Wilfried Zaha, Jean Philippe Mateta, Christian Benteke, sampai Odsonne Edouard. Bukan hanya itu, pelatih Crystal Palace di musim ini, Patrick Vieira juga berkulit hitam.
Di luar sepak bola, Palace juga membangun pusat studi melalui yayasan The Crystal Palace Foundation yang terbuka untuk masyarakat umum. Pusat studi tersebut menghadirkan kelas membaca, menghitung, dan IT. Selain itu, para pemain pemain pun setuju sebagian bonus mereka dipotong untuk disumbangkan ke yayasan.
Lewat tangan pemiliknya, Selhurst Park juga mulai direnovasi.Kini telah berdiri bar dan restoran di dalam stadion. Tujuannya untuk membuat stadion memiliki nilai lebih ketimbang sekadar menggelar pertandingan sepakbola.
Peningkatan kualitas infrastruktur akademi juga menjadi prioritas Crystal Palace. Sebab Palace menjadi tempat yang menjanjikan buat pemain muda di London Selatan. Lewat Palace, mereka bisa bermimpi untuk bermain di Premier League.
When Eagles Dare (Prime Video)
Perjalanan Crystal Palace mengarungi Championship, divisi kedua sepakbola Inggris, musim 2012/2013. Musim itu spesial karena hanya berselang 3 tahun dr Palace nyaris bangkrut pada 2010, sang Elang yg langganan papan bawah menggebrak Championship. pic.twitter.com/3JXgGRcOal
— Film frenzy (@filmfrenz) September 15, 2021
Rivalitas Derby London Selatan
Crystal Palace tidak sendirian di London Selatan. Ada klub lain yang tentu saja menjadi rival klub yang bermarkas di Selhurst Park itu. Klub tersebut adalah Brighton and Hove Albion, yang ada di Kawasan wisata pantai di selatan London. Meskipun berjarak 50 mil, rivalitas keduanya tak bisa dielakkan.
Perseteruan Crystal Palace dengan Brighton and Hove Albion dikenal dengan derby M23/A23, sesuai jalan raya M23 yang menghubungkan keduanya.
Persaingan dimulai pada tahun 1976 di mana Brighton dan Palace bermain satu sama lain. Brighton memiliki apa yang mereka lihat sebagai gol yang sah akan tetapi dianulir. Bos The Seagulls, Alan Mullery sangat marah dengan wasit dan meluapkan perasaannya dengan gerakan kasar, dan menular kepada para penggemar Palace
Alhasil tumpah ruah kerumunan terjadi dan bentrokan antar penggemar tidak bisa dicegah. Sejak saat itulah dua klub tersebut saling membenci. Sampai sekarang banyak pertemuan kedua klub tersebut selalu memanas. Dari segi tensi pertandingan maupun cemoohan mengenai ras kulit hitam yang banyak dialami oleh pihak Crystal Palace.
𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐜𝐞𝐧𝐞𝐬 👀
2021/22 Crystal Palace squad photo ✅#CPFC pic.twitter.com/atuxpYRTun
— Crystal Palace F.C. (@CPFC) September 23, 2021
Brighton vs Crystal Palace
The M23 derby is still as friendly as ever, then 😳#BHACRY pic.twitter.com/rxMk8J8WMp
— GOAL (@goal) February 29, 2020
Kulit Hitam dan Rasisme
Dengan banyaknya pemain berkulit hitam, pemain Crystal Palace tentu rawan terkena rasisme. Apalagi di tahun 1991, pemain berkulit hitam sempat dipermasalahkan.Banyak klub di Inggris yang ogah menerima pemain berkulit hitam, khususnya Afrika. Pemain Afrika dianggap memiliki sikap buruk dan akan mengacau ketika tak diberi kesempatan bermain.
Namun hal itu bisa bermakna kemunduran bagi dunia sepak bola Inggris. Buku Soccernomics malah menyebut bahwa dengan membeli atau merekrut pemain Afrika, maka keuangan klub akan lebih terkendali. Hal itu sudah dilakukan sejak 1970-an sampai 1980-an.
Dari buku tersebut justru memperlihatkan pada akhir tahun 1980-an, sebuah tim kulit putih menghabiskan biaya sekitar 5 persen lebih banyak daripada tim yang sama-sama sukses, tapi hanya menurunkan proporsi rata-rata pemain kulit hitam. Namun sayangnya, masih di buku yang sama, pemain kulit hitam masih juga diremehkan.
Stigma negatif pemain berkulit hitam di UK bahkan sudah lazim. Meskipun rezim di UK mengklaim akan terus mempromosikan anti rasisme dan tidak memandang negatif pada pemain berkulit hitam.
Sementara itu, pemain berkulit hitam yang dicap buruk ketika tak diberi menit bermain tidak muncul di Crystal Palace. Pemain-pemain Crystal Palace justru saling mendukung seperti apa yang pernah dikatakan Jordan Ayew ketika wawancara.
“Memang benar ada banyak orang kulit hitam di Crystal Palace. Kita sangat dekat. Ini adalah tim di mana kami seperti keluarga dan saya pikir kami semua bekerja keras. Kami berjuang bersama dan mencoba untuk mendapatkan yang terbaik dari satu sama lain. Kami bersaing di antara kami sendiri sehingga membuat sehat persaingan, Semuanya dalam cara yang positif, dan itu semua adalah energi positif, jadi kami terus saling mendukung dan mencoba berbuat yang terbaik untuk mengangkat klub ke level berikutnya.”
BLACK LIVES MATTER 🖤 pic.twitter.com/49ZiCq1LTW
— Wilfried Zaha (@wilfriedzaha) June 2, 2020
https://youtu.be/dZBxYga2k94
Sumber Referensi : cpfc.co.id, ceritabola, sportdetik, thesun, ligalaga, inews.co