Entah kata bermakna buruk apa lagi yang pantas untuk menggambarkan Manchester United saat ini. Kalau boleh usul, kata “Manchester United” bisa dimasukan ke kamus besar bahasa Indonesia sebagai kosa kata baru. Demi menggambarkan kondisi sebuah tim sepakbola yang berada dalam situasi yang lebih parah dari sekadar diambang kehancuran.
Sedikit berlebihan memang, tapi kayaknya masuk di akal. Karena bobroknya udah luar dalam. Kita bisa lihat saat Setan Merah ditekuk Meriam London di Old Trafford. Atap stadion saja sampai menangis saking tak kuatnya menahan kesedihan.
Tapi, apa yang membuat United begitu nelangsa musim ini?
Daftar Isi
Diketekin Chelsea
Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Namun, kemudahan tak datang dengan cuma-cuma. Perlu usaha, kerja keras, dan kesabaran dalam melewati segala ujian.
Maka dari itu, fans Manchester United harus lebih bersabar karena kemudahan yang dijanjikan tak akan datang musim ini. Dengan keadaan Liga Inggris yang hanya menyisakan satu pekan lagi, United tak kunjung menemukan titik balik. Skuad Erik Ten Hag bahkan tak meraih kemenangan dalam tiga pertandingan terakhirnya.
Dalam tiga pekan itu, dua di antaranya melawan Burnley dan Crystal Palace. Tapi Christian Eriksen cs tetap saja gagal meraih poin penuh. Lawan Palace misalnya. United bahkan dibuat hancur lebur dengan Andre Onana memungut bola dari gawangnya sendiri sebanyak empat kali.
Serangkaian hasil buruk pun membuat United terjun bebas ke peringkat delapan klasemen sementara Liga Inggris dengan perolehan 54 poin saja. Mereka tampaknya harus rela finis di bawah Chelsea yang berada di urutan ketujuh. Kalah dari Manchester City dan Arsenal masih bisa diterima, tapi finis di bawahnya Chelsea? Iuhhh….
Yang Terburuk Dalam Sejarah Premier League
Dengan terlemparnya United ke peringkat delapan, maka bisa dipastikan mereka tak akan tampil di Liga Champions musim depan. Bahkan, United terancam tak akan tampil di kompetisi Eropa apa pun musim depan. Satu-satunya jalan untuk tetap tampil di Eropa dengan memenangkan Piala FA. Masalahnya, Setan Merah akan menghadapi Manchester City di laga final.
Maka dari itu, meski musim 2023/24 belum berakhir dapat dipastikan bahwa Manchester United edisi kali ini adalah versi terburuk dalam sejarah klub sejak pertama kali kompetisi berganti nama menjadi Premier League. United benar-benar mengecewakan, baik dalam jumlah poin, kekalahan, dan kebobolan.
Hingga ditulisnya narasi ini, United memang masih mengantongi dua pertandingan lagi. Tapi, dengan jumlah poin sementara yang hanya 54 poin, maksimal United hanya bisa mengumpulkan 60 poin saja. Itu pun kalau mereka bisa menyapu bersih dua laga sisa melawan Brighton dan Newcastle United.
Jumlah poin maksimal yang bisa didapat bahkan lebih buruk dari musim 2013/14 kala United masih ditukangi David Moyes. Kala itu, Setan Merah finis di urutan ketujuh dengan mengumpulkan 64 poin. Saat itu, kondisi MU sudah dianggap sebagai bencana bagi sebagian penggemar. Jika era Moyes saja bencana, lalu analogi apa yang pantas untuk menggambarkan musim ini?
Bulan-bulanan Warga Premier League
Emang separah apa sih Manchester United musim ini? Jonny Evans cs jadi bulan-bulanan tim lain. Opta mencatat, Setan Merah jadi tim yang paling sering menerima tembakan dari lawan di antara tim-tim lain di lima liga top Eropa. Alejandro Garnacho dan kolega setidaknya menerima lebih dari 500 tembakan sepanjang musim 2023/24.
Akibat banyaknya tembakan yang mengarah ke gawang, United juga jadi tim yang rutin dijebol lawan. Total, sejauh ini mereka sudah kebobolan 56 kali dan hanya 52 kali mencetak gol. Jadi agresivitas golnya minus empat. Dengan catatan itu, United pun jadi tim terburuk ketiga soal kebobolan di antara tim-tim Big Six Premier League musim ini.
Lantas apa penyebabnya? Tentu saja lini bertahan yang buruk. Erik Ten Hag gagal menemukan perpaduan yang tepat di lini belakang. Itu karena badai cedera yang dialami oleh Manchester United. Tak adanya Lisandro Martinez, Raphael Varane, hingga Victor Lindelof membuat Ten Hag pusing tujuh keliling.
Badai Cedera
Dalam beberapa laga terakhir, United bahkan tampil tanpa bek. Ten Hag sampai memanfaatkan Casemiro yang notabene gelandang bertahan untuk bermain sebagai bek. Hasilnya? Sangat tidak memuaskan. Casemiro sering blunder dan salah dalam mengantisipasi serangan lawan.
Bahkan, menurut catatan Mirror, ada lebih dari 65 kasus cedera yang berbeda menimpa Setan Merah. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Sebenarnya United punya dokter nggak sih buat nyembuhin pemain cedera?
Tentu saja punya, dia adalah Gary O’Driscoll. Namun, riwayatnya cukup buruk di London. Selama 12 tahun menjadi dokter Arsenal, banyak pemain-pemain kunci yang akhirnya berkutat dengan cedera.
Krisis Kepercayaan Diri
Rangkaian hasil buruk juga mempengaruhi kepercayaan diri dari para pemain. Mental mereka sudah kena sehingga sulit untuk bangkit. Menurut beberapa sumber, para pemain United bahkan sudah pasrah dengan hasil di akhir musim nanti. Mereka tak yakin akan memenangkan dua pertandingan terakhir melawan Newcastle United dan Brighton.
Hal ini tercermin jelas di lapangan. Kebanyakan pemain sudah bermain dengan tempo lambat. Tak ada passion di setiap langkah mereka. Ibarat pepatah jawa, pemain United saat ini sedang nrimo ing pandum. Apa yang terjadi biarlah terjadi. Kepercayaan diri mereka sudah berada di titik terendah.
Selain rendahnya rasa percaya pada diri sendiri, kepercayaan terhadap rekan satu tim juga sangat buruk. Itu dibuktikan dengan cuitan dari Samuel Luckhurst. Ia mengatakan bahwa sejumlah pemain Manchester United tidak percaya dengan kapasitas Rasmus Hojlund di lini depan.
Maka dari itu, jika kalian menonton pertandingan MU pasti jarang banget liat Hojlund dapat peluang. Itu karena para pemain memang tak ingin memberikan umpan padanya. Pernyataan itu diperkuat oleh data yang disampaikan Statman Dave. Menurutnya, Hojlund hanya menerima lima peluang yang diciptakan oleh rekannya dalam delapan laga Premier League terakhir.
Ten Hag yang Keras Kepala
Dengan kepercayaan diri yang menurun terus, badai cedera sampai 60 lebih kasus, harusnya sang pelatih sadar bahwa kapasitas tim sedang tidak berada di level terbaik. Tapi, Ten Hag seakan tak bisa membaca situasi dengan baik. Dirinya justru tetap memaksakan pola permainannya yang mengusung sepakbola proaktif.
Pada wawancara terbarunya bersama MUTV, Ten Hag mengatakan bahwa tetap bermain menyerang adalah pilihannya. Menurutnya, bermain bertahan bukanlah identitas Manchester United. Apalagi, selama masih menangani Ajax, sepakbola dominan, proaktif, dan menyerang adalah ciri khasnya.
Namun, ia juga mengaku situasinya makin sulit. Dengan adanya masalah di lini belakang dan lini tengah, Ten Hag melihat Manchester United saat ini seperti seorang perenang handal yang sedang berenang, namun dengan tangan yang diikat ke punggung. Sulit untuk maju. Pertanyaannya, apakah situasi ini jadi alasan yang cukup bagi INEOS akan memecat Ten Hag?
Sumber: MEN, Man Utd, 90min, Independent