Lucas Torreira mungkin cuma memiliki tinggi 168 sentimeter. Seukuran Lionel Messi, tapi menempati posisi yang jauh lebih bertahan. Jika di klub top six lain kita bisa melihat gelandang bertahan dengan ukuran “raksasa” semacam Nemanja Matic, Fernandinho, Eric Dier, atau Fabinho, kita cuma melihat satu sosok mungil sebagai pengawal lini tengah Arsenal musim ini. Namun, ukuran mungil tak mencegahnya dianggap sebagai penemu kembali peran yang dulu pernah diemban Roy Keane dan Patrick Vieira.
Perkembangan pemain asal Uruguay di sepak bola Eropa dimulai di Italia. Ia pindah dari Uruguay ke Pescara sejak remaja. Ia jadi pilihan utama Pescara di Serie B pada musim 2015/16. Lalu, ia mulai memperkuat Sampdoria.
Bersama Il Samp, ia bermain reguler dalam dua musim beruntun. Ia juga menjadi pemain penting dengan mencetak beberapa gol di momen krusial. Salah satunya ialah ke gawang Juventus dalam kemenangan 3-2 Sampdoria pada 2017/18.
Berkat konsistensi di Sampdoria, ia dipanggil timnas Uruguay ke Piala Dunia 2018. Di turnamen tersebut, ia awalnya bukan pilihan utama. Ia baru dimainkan di laga ketiga fase grup saat Uruguay sudah dipastikan lolos.
Ia tampil cukup beringas. Dia menjadi basis permainan tim. Karenanya, ia tetap jadi pilihan utama dalam laga 16 besar, melawan Portugal, melawan Cristiano Ronaldo. Berhadapan dengan pemain terbaik dunia tak membuatnya ciut. Ia menyapu semua bola. Dalam suatu kesempatan, ia bahkan menyapu bola dari kaki Ronaldo menggunakan kepala. Ia juga menjatuhkan Ronaldo dalam suatu body-charge.
Bahkan, ada sebuah candaan. Cristiano Ronaldo mau pindah ke Juventus karena tahu Torreira tak lagi bermain di Serie A.
Performa model beringas seperti itu yang membuatnya dicintai tim. Dalam istilah lokal Uruguay, Torreira merupakan ejawantah sempurna dari frasa Garra Charrua. Torreira mengartikan istilah tersebut dengan “memberikan segalanya dari apa yang kita punya, demi sepak bola, demi negara, dan demi orang-orang yang kita wakili”.
Tentu saja, bila publik Serie A lebih akrab dengan sebutan si Badak bagi Gennaro Gattuso, julukan tersebut bisa juga disematkan ke Torreira.
Lucas Torreira adalah tipikal gelandang bertahan yang dirindukan Arsenal, bahkan mungkin seluruh Liga Inggris. Arsenal, terutama di tahun-tahun terakhir Arsene Wenger, kesulitan menemukan pengganti bagi Patrick Vieira.
Tepat setelah Wenger pensiun, Torreira datang. Belum lima bulan Torreira berseragam The Gunners, fans sudah membuatkan lagu untuknya.
“He comes from Uruguay, he’s only five foot high.” Tentu saja, lirik tersebut dinyanyikan dengan nada yang sama dengan lagu penghormatan untuk Vieira, kapten tim Invincibles Arsenal.
Mobilitas dan kelincahannya dalam menghindar tekanan, lalu menekan balik lawan, sangat berguna dalam menghadapi intensitas Premier League yang kian tinggi. Dia kreatif seperti halnya Santi Cazorla, tapi juga mampu bermain kotor seperti halnya Francis Coquelin.
Di lini tengah, ia menjadi dobel pivot bersama Granit Xhaka. Ia menjadi pelindung Xhaka, yang lebih lamban daripada dirinya. Tatkala Xhaka maju ke depan guna membantu Aaron Ramsey, Torreira akan tetap bertahan menjaga kedalaman.
Ia punya sensitivitas gravitasi yang rendah, yang memungkinkannya meliak-liuk baik dengan kaki kosong maupun ketika sedang membawa bola. Yang istimewa, ia tak akan takluk oleh pressing lawan saat sedang membawa bola. Saking pandainya melindungi bola, Squawka bahkan melabelinya “100% anti-direbut”.
Peragaan terbaik dari dirinya sejauh ini adalah dalam North London Derby melawan Tottenham Hotspur. Menghadapi tetangga yang bergelora di bawah asuhan Mauricio Pochettino, Torreira menjadi kunci berbaliknya keunggulan bagi The Gunners. Ya, Tottenham yang unggul di babak pertama pada akhirnya kolaps dan justru dibantai Arsenal dengan skor 4-2.
Torreira, menjadi aktor kunci dalam perubahan formasi dari 3-4-2-1 menjadi 4-3-3. Tak heran jika berkat permainan spartan sepanjang 90 menit, serta tambahan satu gol di akhir laga, ia didapuk sebagai man of the match dalam laga melawan rival kesumat tersebut.
Dengan harga cuma 25 juta pounds, ia adalah tenaga tambahan terbaik yang bisa didapatkan bagi lini tengah Arsenal dari bursa transfer. Mempertimbangkan usianya yang belum menginjak 23, potensinya masih bisa dikembangkan agar menjadi fondasi The Gunners di masa depan.